JURNALIST SUMBAR| SUMBAR-Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui dinas Kesehatan bidang PPO HIV Sumatera Barat dr Haris mengatakan bahwa masalah Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) sudah menjadi persoalan yang serius terjadi di Sumatera Barat sehingga kita harus melakukan langkah penanggulangannya tidak cukup hanya dengan sosialisasi atau cara-cara konvensional saja.
“Masalah LGBT sudah menjadi persoalan serius, dinas kesehatan sudah melakukan hearing dengan Komisi IV DPRD Sumbar beberapa hari yang lalu (14/2)
“Penanggulangannya tidak bisa lagi hanya melalui sosialisasi dan cara-cara konvensional saja,”
Ia mengatakan kepada media ini menyebutkan, bahwa perilaku LGBT memiliki risiko tinggi tertular HIV AIDS. Data Survei Terpadu Perilaku Biologis (STPB) tahun 2015 menunjukkan, prevalensi HIV berdasarkan kelompok berisiko HIV tertinggi adalah pengguna narkotika suntik, sekitar 52,40 persen dari total kasus HIV.
“Sementara waria berada pada posisi kedua tertinggi berisiko yaitu pada angka 24,33 persen dan Lelaki Suka Lelaki (LSL) merupakan kelompok dengan risiko tertinggi ke empat dengan 5,33 persen setelah wanita pekerja seks langsung (WPSL) yyang menduduki peringkat ketiga dengan 10,00 persen,” ungkapnya.
Sedangkan untuk prevalensi sifilis berdasarkan kelompok berisiko, Haris menyebutkan waria berada pada posisi tertinggi dengan 26,67 persen sedangkan LSL berada pada angka 4,33 persen. Penanganan serius terhadap LGBT merupakan salah satu langkah tepat untuk mencegah dan mengendalikan HIV.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat Hidayat pada kesempatan yang berbeda meminta pihak eksekutif untuk secepatnya menyusun draft sebagai payung hukum LGBT ini. Apakah melalui revisi Perda Maksiat ataupun membuat perda baru.
#fal
“Masalah LGBT sudah menjadi persoalan serius, dinas kesehatan sudah melakukan hearing dengan Komisi IV DPRD Sumbar beberapa hari yang lalu (14/2)
“Penanggulangannya tidak bisa lagi hanya melalui sosialisasi dan cara-cara konvensional saja,”
Ia mengatakan kepada media ini menyebutkan, bahwa perilaku LGBT memiliki risiko tinggi tertular HIV AIDS. Data Survei Terpadu Perilaku Biologis (STPB) tahun 2015 menunjukkan, prevalensi HIV berdasarkan kelompok berisiko HIV tertinggi adalah pengguna narkotika suntik, sekitar 52,40 persen dari total kasus HIV.
“Sementara waria berada pada posisi kedua tertinggi berisiko yaitu pada angka 24,33 persen dan Lelaki Suka Lelaki (LSL) merupakan kelompok dengan risiko tertinggi ke empat dengan 5,33 persen setelah wanita pekerja seks langsung (WPSL) yyang menduduki peringkat ketiga dengan 10,00 persen,” ungkapnya.
Sedangkan untuk prevalensi sifilis berdasarkan kelompok berisiko, Haris menyebutkan waria berada pada posisi tertinggi dengan 26,67 persen sedangkan LSL berada pada angka 4,33 persen. Penanganan serius terhadap LGBT merupakan salah satu langkah tepat untuk mencegah dan mengendalikan HIV.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat Hidayat pada kesempatan yang berbeda meminta pihak eksekutif untuk secepatnya menyusun draft sebagai payung hukum LGBT ini. Apakah melalui revisi Perda Maksiat ataupun membuat perda baru.
#fal
0 Comments