Banjir yang menimpa Sumatra Barat belakangan ini sebenarnya bukan hanya suatu bencana alam.
Di balik hujan deras yang turun tanpa henti, ada persoalan lain yang jauh lebih lama kita abaikan seperti pada hutan yang pepohonannya yang berguna dalam penyerapan air perlahan kehilangan kekuatannya.
Kita sering menganggap pohon dan tanah sebagai sesuatu yang akan selalu ada, tanpa dipikirkan sebab akibat yang akan terjadi jika hutan dialihfungsikan.
Dari luar, semua terlihat seperti tanda kemajuan dalam pengelolaannya.
Akan tetapi ketika kita melihat lebih dekat, hutan yang dulu lebat, asri, dan juga rimbun kini berubah fungsi menjadi kawasan produksi seperti lahan perkebunan sawit, pertambangan, serta pembangunan.
Perubahan yang terjadi terlihat seperti bagian dari suatu kemajuan seperti pembangunan jalan, pembukaan lahan untuk perkebunan, dan berkembangnya untuk aktivitas perekonomian di berbagai wilayah.
Namun, jika dilihat lebih dalam, setiap pohon yang ditebang memiliki konsekuensi yang tidak selalu terlihat saat itu juga. Hutan bukan sekadar kumpulan pohon, melainkan adalah sistem hidup yang menjaga air tersimpan di dalam tanah, memastikan aliran sungai tetap stabil, dan menjadi rumah bagi ribuan spesies.
Ketika hutan ini rusak, dampaknya akan sangat besar, seperti tanah longsor dan banjir. Penebangan pohon menyebabkan kemampuan tanah menyerap air menurun, sehingga memicu banjir besar seperti yang kita rasakan saat ini.
Bencana yang terjadi seperti banjir besar yang muncul, tanah longsor, hingga rusaknya jalanan, jembatan, rumah hingga lahan pertanian masyarakat bukan lagi kejadian yang datang tanpa alasan. Semua itu adalah tanda peringatan dari alam bahwa kita telah melewati batas penggunaan lahan tanpa memperhitungkan daya dukung dari lingkungannya. Kerusakan hutan bukan hanya persoalan ekologis, tetapi juga persoalan sosial, ekonomi, dan keberlanjutan hidup manusia di masa yang akan datang.
Perubahan hutan menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembangunan dan berbagai bentuk pemanfaatan lainnya memang memberi manfaat bagi perekonomian di berbagai daerah. Namun persoalannya tidak sesederhana menukar pohon dengan rupiah. Ketika fungsinya hilang, tanah juga akan kehilangan struktur alaminya. Akar-akar yang biasanya mengikat tanah dan menahan air tidak lagi sekuat sebelumnya. Tanah menjadi keras saat mengering, licin saat basah, dan mudah tergerus. Inilah yang membuat curah hujan yang sebelumnya mampu ditampung kini tidak mampu menyerap air lagi, hal ini akan menyebabkan debit sungai dapat meningkat dalam waktu singkat sehingga dapat memicu terjadinya banjir. Fenomena ini dapat menjelaskan mengapa di daerah seperti Agam, Pesisir Selatan, dan Solok yang kini jauh lebih rentan terhadap banjir maupun longsor. Masalah utamanya bukan hanya perubahan intensitas hujan, tetapi juga perubahan fisik bentang alam yang kehilangan kemampuan untuk menahan air.
Dampak yang ditimbulkan bukan hanya dirasakan oleh manusia tetapi satwa liar juga terdampak sehingga mereka terdorong keluar dari habitatnya akibat fragmentasi hutan. Hutan yang sebelumnya menjadi ruang jelajahnya yang terganggu. Satwa yang kehilangan tempat tinggal akhirnya masuk ke daerah pemukiman untuk mencari makanan atau tempat tinggal.
Bencana banjir yang menimpa Sumatra Barat bukanlah sekadar peristiwa alam yang datang tiba-tiba, melainkan akibat dari akumulasi kerusakan yang telah lama terjadi. Hutan yang dahulu berfungsi sebagai penyangga kehidupan perlahan hilang, digantikan oleh lahan produksi dan pembangunan yang tidak selalu mempertimbangkan keberlanjutannya di masa yang akan datang. Ketika pepohonan ditebang dan tanah tidak lagi mampu menyerap air, risiko banjir, longsor, dan gangguan ekosistem menjadi tidak terhindarkan.
Bencana ini seharusnya menjadi peneguran keras bahwa kita tidak bisa terus-menerus memaksa alam bekerja di luar batasnya. Alam memiliki caranya sendiri untuk membalas ketika kita mengabaikan keseimbangannya. Sumatra Barat sudah menunjukkan bencana yang terjadi seperti sungai yang mudah meluap, permukiman yang terendam, satwa yang keluar dari habitatnya, serta hilangnya rasa aman masyarakat ketika musim hujan datang. Seperti bukti dari alam banyaknya batang pohon yang hanyut di sekitar pantai setelah banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Padang.
Kerusakan hutan tidak hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada air, lahan, dan hasil hutan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan yang mengabaikan keseimbangan alam hanya akan menciptakan kerentanan baru di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dan perlindungan hutan yang harus menjadi prioritas utama. Upaya konservasi, penegakan hukum lingkungan, dan tata kelola lahan yang berkelanjutan sangat diperlukan agar Sumatra Barat dapat kembali memiliki ekosistem yang sehat dan masyarakat yang lebih aman dari bencana yang akan terjadi. Banjir ini adalah peringatan bahwa menjaga hutan berarti menjaga keberlanjutan hidup manusia di masa yang akan datang.






























0 Comments