Ticker

6/recent/ticker-posts

Di Balik Banjir Sumatera Barat: Jeritan Lingkungan yang Terabaikan


Oleh Salsabila Indriyanto Mahasiswa Universitas Andalas


Hujan deras yang mengguyur Sumatera Barat dalam beberapa hari terakhir hanyalah pemicu, namun luapan air yang tiba-tiba mengamuk seolah menyimpan cerita panjang yang sering kita abaikan. 

Di tengah hiruk-pikuk penyelamatan, seorang warga berdiri di depan rumahnya yang terendam.Dengan suara getir ia bertanya, “Kenapa kampung kami selalu tenggelam setiap hujan besar datang? Apa yang salah dengan tanah kelahiran kami ini?” keluh seorang warga Pesisir Selatan sambil menatap halaman rumahnya yang berubah menjadi aliran lumpur. Pertanyaan itu tidak hanya menggambarkan kepanikan, tetapi juga keresahan mendalam atas bencana yang terus berulang. 

Dari Pesisir Selatan, Padang Pariaman, hingga Agam, suara serupa muncul: mereka mencari jawaban atas banjir yang tak lagi sekadar fenomena musiman, tetapi pengingat keras bahwa ada sesuatu di lingkungan kita yang telah berubah.

Banjir besar di Sumatera Barat kali ini bukan hanya disebabkan hujan deras. BMKG mencatat bahwa beberapa wilayah di Sumbar mengalami hujan kategori ekstrem, dengan curah hujan harian melewati 150 mm per hari, bahkan pada beberapa pengamatan mencapai lebih dari itu. Di Padang Pariaman, BMKG pernah mencatat rekor 251,6 mm dalam 24 jam, salah satu yang tertinggi dalam beberapa dekade. Angka-angka ini menunjukkan bahwa intensitas hujan memang jauh lebih ekstrem dari biasanya. Namun data tersebut hanya menjelaskan pemicu, bukan akar masalah.

Banjir kali ini menunjukkan pola yang sama pada tiga wilayah yang paling terdampak, yaitu Pesisir Selatan, Agam, dan Padang Pariaman. Di Pesisir Selatan, curah hujan ekstrem yang diprediksi BMKG berulang kali menempatkan kabupaten ini dalam zona siaga banjir dan longsor. Namun banjir besar terjadi bukan semata karena hujan deras. Hilangnya tutupan hutan di lereng-lereng bukit membuat air hujan tidak lagi terserap tanah. Ketika hujan ekstrem turun, air langsung meluncur cepat menuju dataran rendah, membawa material lumpur dan kayu. Sungai tak lagi mampu menampung volume limpasan yang meningkat drastis. Kombinasi antara lereng gundul dan hujan ekstrem menjadi penyebab mengapa banjir di Pesisir Selatan terasa lebih tiba-tiba dan lebih kuat dibanding satu dekade lalu.

Di Padang Pariaman, penyebab banjir berkaitan erat dengan sedimentasi sungai yang semakin parah. Setiap musim hujan, tanah dari daerah perbukitan terbawa aliran air dan mengendap di dasar sungai. Dalam sepuluh tahun terakhir, kedalaman beberapa sungai utama menurun drastis sehingga volume air yang seharusnya dapat ditampung menjadi berkurang. Ketika hujan turun sedikit lebih lebat, air langsung meluap, menggenangi permukiman di pinggir sungai. Selain itu, pembangunan permukiman yang semakin mendekati bantaran sungai memperburuk kondisi. Ruang sungai yang semestinya menjadi jalur air darurat kini menyempit. Sungai tidak berubah, tetapi manusialah yang mempersempit ruang geraknya. Inilah salah satu alasan mengapa banjir di Padang Pariaman sering terjadi bahkan pada intensitas hujan yang tidak terlalu tinggi.

Kabupaten Agam menghadapi kombinasi antara kondisi topografi perbukitan dan cuaca ekstrem yang diprediksi BMKG pada periode-periode tertentu. Struktur wilayah yang curam membuat limpasan air sangat cepat, dan ketika tutupan vegetasi berkurang, area hulu tidak lagi mampu memperlambat atau menahan aliran air. BMKG berulang kali menempatkan wilayah Agam dalam kategori waspada hujan lebat dan potensi banjir bandang. Ketika hujan ekstrem turun, aliran air membawa batu, tanah, dan material lainnya menuju lembah, sehingga banjir di Agam sering disertai arus kuat yang merusak rumah warga dan fasilitas publik.

Jika diamati bersama, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, dan Agam memiliki satu benang merah: lingkungan yang tidak lagi mampu menjalankan fungsinya sebagai penyangga bencana. Hutan yang hilang, sungai yang menyempit dan dangkal, serta lahan yang dialihfungsikan tanpa kajian matang menciptakan kondisi rawan banjir yang tinggal menunggu waktu. Dengan demikian, bencana bukan sekadar “takdir alam”, tetapi buah dari interaksi yang tidak seimbang antara manusia dan lingkungan. Ironisnya, keputusan yang mengubah lingkungan sering kali berada jauh dari jangkauan masyarakat yang paling merasakan dampaknya.

Solusi banjir di Sumatera Barat tidak bisa sekadar mengandalkan pengerukan sungai atau pembangunan tanggul. Dua langkah itu penting, tetapi hanya menyentuh gejala, bukan akar masalah. Yang dibutuhkan adalah pemulihan ekologis besar-besaran terutama di wilayah hulu: penghijauan kembali lereng gundul di Pesisir Selatan, perlindungan daerah resapan air di Agam, dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang benar-benar berbasis risiko di Padang Pariaman.

Selain itu, tata ruang harus ditegakkan secara tegas, sehingga pembangunan permukiman tidak lagi mengambil ruang sungai atau membuka lahan di tempat-tempat yang tidak seharusnya diolah. Pemerintah daerah perlu mengembangkan peta risiko banjir yang lebih rinci dan menjadikannya sebagai dasar utama dalam perizinan. Masyarakat pun dapat berkontribusi melalui penggunaan lahan berkelanjutan, penanaman pohon, serta menjaga bantaran sungai tetap bersih dan tidak ditempati secara permanen. Solusi tidak bisa dilakukan satu pihak saja. Ini harus dilakukan bersama: pemerintah, masyarakat, dan semua sektor yang selama ini menikmati manfaat lahan di Sumatera Barat. Tanpa kolaborasi, banjir hanya akan menjadi cerita yang berulang dari tahun ke tahun.

Kembali kepada pertanyaan sederhana di awal, yaitu “Kenapa banjir semakin parah?”, jawabannya kini terlihat jelas. Jeritan alam sudah lama terdengar, tetapi tidak pernah benar-benar kita dengarkan. Banjir yang merendam Pesisir Selatan, Agam, dan Padang Pariaman bukanlah bencana yang datang tanpa tanda. Ia merupakan puncak dari peringatan-peringatan kecil yang selama ini diabaikan. Kini, jeritan itu telah berubah menjadi gelombang besar yang merendam rumah dan kehidupan. Pertanyaannya bukan lagi tentang siapa yang bersalah, tetapi apakah kita siap berubah sebelum jeritan itu berubah menjadi keheningan yang tidak memberi kesempatan kedua.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS