Ticker

6/recent/ticker-posts

TUNTUTAN 17+8 SEBAGAI GERAKAN KOLEKTIF LINTAS GENERASI



Oleh : Fathir Rahmatullah Juvira.  Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas


Gerakan tuntutan 17+8, yang terjadi mulai Agustus hingga September, adalah salah satu kebangkitan politik paling signifikan dalam sejarah Indonesia modern. Gerakan ini bukan hanya kumpulan tuntutan teknis. Gerakan ini lebih dari itu, gerakan ini adalah representasi dari kebencian kolektif yang telah lama terpendam di seluruh generasi dan sektor sosial. Gerakan ini bermula dari kekecewaan yang mendalam terhadap konsolidasi kekuasaan yang semakin oligarki, dengan puncaknya adalah kematian pemuda bernama Affan yang dilindas polisi, di mana ruang partisipasi publik semakin terbatas dan institusi demokrasi formal dianggap tidak cukup untuk mewakili suara rakyat. Dalam hal ini, tuntutan 17+8 berfungsi sebagai simbol perlawanan terhadap sistem yang tidak lagi memungkinkan warga negara untuk memenuhi keinginan mereka, terutama mereka yang selama ini terpinggirkan dalam proses politik.

Terdiri dari 17 poin yang diusulkan oleh kelompok masyarakat sipil, tuntutan ini mencakup masalah strategis seperti penegakan hak asasi manusia , reformasi kepolisian, reformasi hukum, perlindungan lingkungan, kekuatan militer di lingkungan sipil, dan penghapusan klausul karet yang sering digunakan untuk menahan kritik. Namun, ada delapan poin tambahan yang berasal rumusan dan konsolidasi mahasiswadi Indonesia, yang menunjukkan masalah utama pendidikan, transparansi anggaran, dan kebebasan akademik di lingkungan kampus. Kombinasi ini menunjukkan bahwa gerakan ini mencakup lintas generasi dan masalah serta lintas sektor. Satu narasi mencakup mahasiswa, buruh, petani, aktivis prempuan, aktivis 98, dan generasi digital yang aktif di media sosial dan melakukan gerakan digital melalui tagar (#) untuk memerangi oligarki dan mengembalikan demokrasi.

Dalam gerakan 17+8 ini dapat kita kaitkan dengan teori gerakan sosial modern dan klasik untuk menganalisis fenomena gerakan ini. Untuk menjadi gerakan sosial yang efektif, seseorang harus mampu menggabungkan berbagai jenis tindakan yang relevan dengan konteksnya, menurut teori Charles Tilly tentang "repertoar tindakan kolektif". Dalam kasus 17+8, kita melihat interaksi antara tindakan fisik, seperti demontrasi, orasi, long march, mimbar bebas, dan blokade simbolik, dan tindakan digital, seperti kampanye media sosial, petisi online, dan ruang diskusi virtual. Sidney Tarrow menggarisbawahi pentingnya struktur peluang politik, yaitu celah dalam sistem politik yang memungkinkan mobilitas. Pemicu utama terbukanya peluang tersebut adalah ketidakpercayaan terhadap institusi formal dan ketidakpercayaan terhadap legitimasi elit politik. Manuel Castells, di sisi lain, menekankan fungsi jaringan digital dalam pembentukan identitas kolektif dan memperluas cakupan gerakan. Kampanye #17+8 bersama dengan narasi visual di TikTok, Instagram, dan Twitter menunjukkan bagaimana generasi muda bisa membalut tuntutan politik dalam bahasa yang resonan dan mudah diakses.

Lebih dari 1.200 demonstran, sebagian besar dari siswa dan siswa, ditangkap dalam dua minggu sejak tuntutan ini dikampanyekan, menurut data SAFEnet. Sebaliknya, lebih dari 30 buruh menyatakan dukungan terhadap tuntutan tersebut, menurut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI). Hal ini menunjukkan adanya kolaborasi lintas sektor dalam gerakan sosial pasca-Reformasi. Koalisi ini bersifat ideologis dan taktis karena menyatukan berbagai generasi dalam satu aksi yaitu melawan kekuasaan oligarki dan mengembalikan demokrasi.

Namun, gerakan ini juga menghadapi masalah besar. Fragmentasi strategi antar generasi, perbedaan dalam gaya komunikasi, dan risiko kooptasi oleh elit politik adalah semua bahaya yang sedang terjadi. Pemerintah mengambil tindakan represif dengan menggunakan pasal makar dan UU ITE untuk menghalangi suara-suara massa pada gerakan ini. Gerakan 17+8 menunjukkan ketahanan dan kekejian dalam situasi sulit. Generasi muda membawa energi, kreativitas, dan kemampuan digital, sementara generasi tua memberikan pendampingan dan legitimasi moral.

Gerakan ini bukan hanya tindak balas terhadap peristiwa politik tertentu; itu adalah hasil dari akumulasi kekecewaan struktural yang berlangsung sepanjang generasi. Ia menjadi tempat di mana harapan dan ingatan masa lalu berkumpul . 

 Dalam situasi ini, tuntutan 17+8 bukan hanya daftar keinginan; mereka juga merupakan sarana untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sistem yang gagal mewakili rakyat. 

 Gerakan ini dapat menjadi titik balik dalam sejarah demokrasi Indonesia jika dapat mempertahankan solidaritas lintas generasi dan memperkuat narasi publik. 

Gerakan ini bukan hanya tentang menolak, akan tetap juga tentang mengubah aturan, prinsip, dan masa depan untuk menjadi lebih adil dan baik lagi.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS