Ticker

6/recent/ticker-posts

Saat Protes Menyebar Secepat Notifikasi, Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat Menjadi Cermin Aktivisme Zaman Baru

 

Indri Yani Eka Putri
Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Andalas



Beberapa tahun terakhir, cara masyarakat Indonesia menyuarakan ketidakpuasan mengalami perubahan besar. Jika dulu protes dimulai dari kampus atau jalanan, kini ia bisa muncul dari sebuah unggahan, tagar, atau utas di media sosial. Fenomena itu terlihat jelas dalam Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat, gelombang aksi yang lahir dari percakapan digital sebelum bertransformasi menjadi mobilisasi nyata di berbagai kota. Di tengah derasnya arus informasi, mahasiswa, aktivis, dan masyarakat sipil membangun jaringan solidaritas baru yang tidak lagi bergantung pada struktur organisasi formal, melainkan pada kekuatan konektivitas dan algoritma.

Gerakan ini menandai babak baru dalam sejarah aktivisme di Indonesia. Strategi komunikasi yang digunakan bukan sekadar seruan turun ke jalan, tetapi juga membangun kesadaran kolektif melalui narasi, visual, dan tagar yang viral. Platform seperti X (Twitter), Instagram, dan TikTok menjadi ruang mobilisasi cepat, di mana satu unggahan bisa memantik ribuan interaksi dan mendorong aksi nyata. Pola ini menunjukkan bahwa ruang digital telah menjadi medan politik baru, tempat ide, emosi, dan aspirasi rakyat bersatu dalam format yang lebih cair namun berdampak luas.

Namun, 17+8 Tuntutan Rakyat tidak sekadar viral sesaat. Ia memperlihatkan bagaimana masyarakat mampu mengubah kemarahan menjadi narasi terstruktur. Tagar-tagarnya bukan hanya bentuk ekspresi, tetapi juga alat untuk menyusun agenda kolektif. Setiap cuitan, video pendek, dan poster digital membentuk semacam “ruang diskursus alternatif” di mana warganet tidak hanya mengeluh, tetapi juga merumuskan tuntutan konkret mulai dari perbaikan ekonomi hingga akuntabilitas politik. Dari sinilah lahir solidaritas baru yang lebih cair, tanpa hierarki, namun kuat karena terbangun dari rasa senasib.

Menariknya, banyak peserta gerakan ini bahkan belum pernah ikut demonstrasi sebelumnya. Mereka tumbuh dalam budaya digital, terbiasa mengungkapkan opini melalui layar, bukan pengeras suara. Tetapi ketika isu-isu seperti ketimpangan sosial, naiknya harga kebutuhan, atau penegakan hukum yang lemah muncul di linimasa, empati digital itu berubah menjadi dorongan untuk turun ke lapangan. Inilah generasi yang membangun kesadaran politiknya lewat notifikasi, bukan selebaran.

Di tengah dinamika itu, strategi digital menjadi pusat pergerakan. Aktivis memanfaatkan algoritma dengan cerdas seperti menentukan waktu unggah yang tepat, memilih kata kunci yang mudah dilacak, dan menggunakan desain visual yang kuat agar pesan mudah disebar. Mereka juga paham pentingnya narasi positif yang mengundang partisipasi. “Jangan diam,” begitu pesan yang berulang di banyak unggahan, disertai ajakan untuk hadir di titik-titik aksi dengan nada persuasif, bukan provokatif. Gerakan digital seperti ini berhasil menghapus jarak antara mereka yang aktif di dunia maya dan mereka yang bergerak di jalan.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Dalam ruang digital yang cepat dan penuh kebisingan, risiko disinformasi dan polarisasi juga meningkat. Beberapa unggahan dipelintir, sebagian dimanipulasi untuk melemahkan pesan gerakan. Tantangan terbesar bagi 17+8 justru datang dari kecepatan itu sendiri seperti sulitnya membedakan mana narasi asli dan mana yang dibelokkan. Di sinilah pentingnya akan kesadaran literasi digital agar semangat perlawanan tidak disabotase oleh algoritma yang lebih memihak sensasi daripada substansi.

Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat membuktikan bahwa demokrasi tidak mati di era digital, ia hanya berganti bentuk. Jika dulu kekuatan rakyat bergantung pada massa yang memenuhi jalanan, kini kekuatan itu mengalir lewat jaringan. Setiap unggahan adalah aksi, setiap retweet adalah amplifikasi, dan setiap diskusi daring adalah bentuk konsolidasi baru. Perlawanan kini tidak lagi identik dengan bentrokan fisik, tetapi dengan keberanian mempertahankan ruang publik digital dari monopoli narasi.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS