oleh: Gilang Syaffarel Sakerebau
Kemiskinan tetap menjadi isu krusial dalam pembangunan Indonesia meskipun telah mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan di Indonesia turun dari 23,4 persen pada tahun 2000 menjadi sekitar 9-10 persen pada pertengahan 2020-an. Namun angka absolut penduduk miskin masih mencapai puluhan juta jiwa, belum termasuk kelompok rentan miskin yang sewaktu-waktu dapat jatuh ke bawah garis kemiskinan. Pandemi COVID-19 pada 2020-2021 sempat meningkatkan angka kemiskinan dan membuktikan bahwa fondasi kesejahteraan masyarakat masih rapuh, mendorong pemerintah untuk memperkuat jaring pengaman sosial.
Pemerintah Indonesia mengimplementasikan berbagai program bantuan sosial sebagai pilar utama kebijakan pengentasan kemiskinan. Program Keluarga Harapan (PKH) yang diluncurkan tahun 2007 merupakan bantuan tunai bersyarat yang pada 2024 menjangkau sekitar 10 juta keluarga dengan kewajiban memenuhi komitmen di bidang kesehatan dan pendidikan. Program Bantuan Pangan Non-Tunai memberikan bantuan senilai ratusan ribu rupiah per bulan kepada sekitar 18-20 juta keluarga penerima manfaat. Jaminan Kesehatan Nasional melalui Penerima Bantuan Iuran mencakup lebih dari 96 juta jiwa penduduk miskin. Integrasi data penerima bantuan melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial menjadi kunci untuk memastikan ketepatan sasaran, meskipun masih terdapat masalah inclusion dan exclusion error dalam pendataan.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi strategi jangka panjang yang krusial. Program Kredit Usaha Rakyat yang diluncurkan sejak 2007 telah menyalurkan pembiayaan dengan bunga subsidi kepada jutaan pelaku usaha mikro dan kecil, dengan total penyaluran mencapai ratusan triliun rupiah hingga 2023. Program Dana Desa yang diimplementasikan sejak 2015 mengalokasikan dana rata-rata lebih dari satu miliar rupiah per desa setiap tahunnya untuk pemberdayaan ekonomi seperti Badan Usaha Milik Desa, pelatihan keterampilan, dan infrastruktur produktif. Kementerian Sosial juga menjalankan program pemberdayaan melalui kelompok usaha bersama bagi keluarga penerima PKH dengan memberikan pelatihan dan modal usaha awal.
Investasi pada pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi penting memutus kemiskinan antargenerasi. Pemerintah mengalokasikan minimal 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan sesuai amanat konstitusi. Program wajib belajar 12 tahun dan pembebasan biaya pendidikan di sekolah negeri telah meningkatkan Angka Partisipasi Kasar untuk jenjang SMA/SMK menjadi lebih dari 80 persen pada pertengahan 2020-an. Di sektor kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional sejak 2014 memberikan akses layanan kepada lebih dari 240 juta penduduk. Program prioritas stunting menunjukkan penurunan prevalensi dari 37,8 persen pada 2013 menjadi sekitar 21 persen pada 2022, meskipun masih perlu upaya keras untuk mencapai target di bawah 14 persen.
Penciptaan lapangan kerja berkualitas menjadi tantangan tersendiri. Tingkat pengangguran terbuka berada di kisaran 5-6 persen pada pertengahan 2020-an, namun proporsi pekerja informal masih sangat tinggi mencapai lebih dari 60 persen dari total tenaga kerja. Pekerja informal umumnya memiliki produktivitas dan upah rendah serta tidak memiliki jaminan sosial memadai. Pemerintah mendorong formalisasi ekonomi melalui kemudahan perizinan usaha, insentif pajak bagi UMKM, dan perluasan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan. Program padat karya tunai, pengembangan kawasan industri di luar Jawa, dan pelatihan vokasi menjadi bagian dari strategi penciptaan lapangan kerja.
Tantangan utama dalam pengentasan kemiskinan masih sangat besar. Koordinasi antarinstansi dan antartingkat pemerintahan masih lemah sehingga program berjalan parsial. Kualitas data kemiskinan masih menjadi perdebatan dengan keluhan masyarakat miskin yang tidak terdaftar sebagai penerima bantuan. BPS menggunakan garis kemiskinan sekitar 535 ribu rupiah per kapita per bulan pada September 2023, yang dianggap terlalu rendah dan tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak. Disparitas kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan serta antarprovinsi juga masih tinggi, dengan provinsi-provinsi di Papua dan Maluku memiliki tingkat kemiskinan dua hingga tiga kali lipat rata-rata nasional.
Ke depan, Indonesia perlu memperkuat kebijakan dengan beberapa strategi prioritas. Pertama, menyempurnakan sistem perlindungan sosial yang lebih adaptif terhadap guncangan ekonomi. Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, bukan hanya akses. Ketiga, mendorong transformasi struktural ekonomi menuju sektor produktif bernilai tambah tinggi. Keempat, mengurangi kesenjangan wilayah melalui pemerataan pembangunan infrastruktur. Kelima, memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas akses layanan keuangan dan pasar bagi masyarakat miskin. Dengan komitmen yang konsisten dan tata kelola yang baik, target pengentasan kemiskinan dapat dicapai secara berkelanjutan.






























0 Comments