Ticker

6/recent/ticker-posts

Budaya Politik dan Nasib Demokrasi Kita: Antara Partisipasi dan Pascakecewaan

 


Oleh: Arifah Dzakiyah, Mahasiswi Ilmu Politik, Universitas Andalas



Setiap musim pemilu datang, baliho-baliho politisi menjamur di jalan raya, janji manis kembali menggema di televisi, dan warganet bersuara lantang di media sosial. Namun, begitu pesta demokrasi usai, antusiasme itu kerap menguap. Di sinilah persoalan mendasar politik Indonesia berada—pada budaya politik yang masih berpusat pada simbol, bukan substansi.

Budaya Politik: Cermin dari Kematangan Demokrasi

Budaya politik adalah sikap, nilai, dan orientasi warga terhadap kekuasaan dan pemerintahan. Gabriel Almond dan Sidney Verba dalam karya klasik The Civic Culture (1963) menyebut, budaya politik yang ideal bagi demokrasi adalah budaya partisipatif, di mana warga negara sadar akan hak dan kewajibannya, kritis terhadap pemerintah, dan aktif dalam kehidupan publik.

Sayangnya, Indonesia masih berada di antara dua kutub budaya: parokial dan subjektif. Sebagian besar masyarakat masih menganggap politik urusan elit semata, sementara sebagian lainnya hanya ikut-ikutan tanpa pemahaman mendalam. Akibatnya, partisipasi politik kita sering bersifat seremonial—aktif ketika ada iming-iming, pasif saat dihadapkan pada tanggung jawab.

Politik yang Diwariskan: Dari Feodalisme ke Fanatisme

Warisan politik feodal yang berabad-abad mengakar menjadikan hubungan rakyat dan pemimpin bersifat patron-klien: rakyat bergantung pada figur, bukan sistem. Di era modern, pola ini menjelma dalam bentuk fanatisme politik, terutama di media sosial. Kita mudah mengidolakan sosok dan membenarkan semua tindakannya tanpa kritik. Budaya politik semacam ini berbahaya, sebab menutup ruang rasionalitas dan memperlemah demokrasi substantif.

Demokrasi tidak akan sehat bila hanya berdiri di atas loyalitas buta. Ia membutuhkan warga yang melek politik, bukan sekadar melek kandidat.

Pendidikan Politik: Kunci yang Terlupakan

Dalam banyak riset, pendidikan politik terbukti menjadi faktor penting pembentukan budaya politik yang matang. Sayangnya, pendidikan politik di Indonesia lebih sering muncul menjelang pemilu, digerakkan oleh lembaga penyelenggara pemilu atau partai politik semata. Padahal, pendidikan politik seharusnya berkelanjutan dan dimulai sejak dini—melalui kurikulum, diskusi publik, media massa, dan ruang-ruang komunitas.

Mahasiswa, sebagai agen perubahan, memegang peran strategis di sini. Kampus bukan hanya tempat mencari gelar, tetapi juga ruang belajar berpikir kritis, berdiskusi tanpa takut berbeda pandangan, dan memahami bagaimana kekuasaan bekerja. Budaya politik yang sehat lahir dari keberanian bertanya dan kemampuan menilai, bukan dari kebiasaan mengikuti arus.

Antara Kejenuhan dan Harapan

Banyak kalangan muda kini merasa apatis terhadap politik. Mereka jenuh melihat korupsi, janji palsu, dan drama elit yang tak berkesudahan. Namun, menarik diri dari politik justru memperkuat status quo. Seperti kata Plato, “Salah satu hukuman karena enggan terlibat dalam politik adalah dipimpin oleh orang-orang yang lebih buruk darimu.”

Membangun budaya politik yang cerdas bukan pekerjaan semalam, tetapi setiap pilihan, komentar, dan tindakan warga berkontribusi. Ketika kita mulai menolak politik uang, berani mengkritik dengan etis, dan menuntut akuntabilitas publik, di situlah pergeseran budaya politik menuju arah yang lebih sehat dimulai.

Penutup: Dari Budaya Takut ke Budaya Bertanggung Jawab

Demokrasi bukan hanya soal kebebasan berbicara, tetapi juga keberanian berpikir dan bertanggung jawab. Indonesia butuh warga negara yang tidak sekadar memilih setiap lima tahun, melainkan juga mengawasi, mengingatkan, dan memperjuangkan nilai-nilai politik yang bersih.

Budaya politik kita tidak bisa berubah tanpa kesadaran kolektif. Dari ruang kelas hingga ruang digital, dari meja diskusi hingga kotak suara, kita semua punya peran. Saatnya meninggalkan budaya politik transaksional menuju budaya politik rasional—agar demokrasi tidak hanya hidup di atas kertas, tetapi di hati setiap warga negara.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS