Beberapa pekan terakhir film “Bidaah” asal Malaysia menjadi topik perbincangan hangat di berbagai platform sosial media seperti Tiktok, Instagram, dan Twitter. Pasalnya film ini mengangkat isu yang sensitif terkait praktik bidaah dan bertentangan dengan ajaran agama. Banyak sekali cuplikan-cuplikan dari film ini yang sukses membuat penontonnya merinding, sekaligus menyentil hati dan pikiran. Film ini tidak hanya mengangkat kisah fiktif belaka, melainkan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat karena banyak yang menemukan praktik-praktik yang sama.
Pertanyaannya kini adalah : apakah “Bidaah” hanya kisah rekaan semata atahu memang praktiknya ada dikehidupan nyata?
Mengurai Makna Bidaah dalam Konteks Sosial dan Keagamaan
Secara istilah, bidaah dalam Islam sering dimaknai sebagai inovasi atahu sesuatu yang baru dalam agama yang tidak memiliki dasar dalam ajaran Nabi Muhammad SAW. Namun seiring waktu, makna ini sering kali diperdebatkan karena tidak semua bentuk pembaruan dianggap sesat—sebagian ulama bahkan membedakan antara bidaah hasanah (baik) dan bidaah dhalalah (menyesatkan).
Film “Bidaah” mencoba menyentuh ranah ini, namun bukan dari segi akademik atahupun teologis, melainkan dari sudut pandang sosial dan kebudayaan yang berkembang di daerah terpencil. Ia menggambarkan bagaimana sebuah komunitas terpencil mencampur adukkan keyakinan agama dengan tradisi, adat, bahkan manipulasi kuasa, dan menjadikannya sebagai sesuatu yang “sakral.”
Sinopsis Singkat Film “Bidaah”
Film ini berkisah tentang perjuangan sosok wanita bernama Baiduri yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Mesir. Sekembalinya ia kerumah ibunya, ia pun dipaksa oleh ibunya untuk mengikuti sebuah organisasi agama bernama Jihad Umah. Organisasi ini dipimpin oleh seorang yang mengaku sebagai Imam Mahdi atahu sosok penyelamat di akhir zaman. Sosok ini kerap dipanggil sebagai walid. Pada kunjungan pertamanya, alangkah terkejutnya Baiduri menemui ritual yang rutin dilakukan oleh organisasi tersebut. Mereka diwajibkan untuk meminum air cucian kaki walid yang dianggap dapat membawa keberkahan.
Makin Baiduri menandatangi organisasi ini, makin ia menemukan praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran agama diantaranya : walid yang kerap melakukan “nikah batin” dengan jemaah remaja putrinya, perkawinan paksa dengan lelaki yang jauh lebih tua dengan jaminan surga, hingga membayangkan muka walid disaat berdzikir. Dari sinilah film berkembang menjadi cerita psikologis, sosial, dan spiritual yang penuh tekanan, misteri, dan kritik tersembunyi terhadap kekuasaan yang berselimut agama.
Mengapa Film ini Viral?
1. Mengangkat isu yang sensitif, tabu dan jarang dibahas.
2. Resonansi yang kuat dengan kehidupan nyata.
3. Membuka mata masyarakat terkait praktik-praktik bidaah dengan tujuan menguntungkan pribadi si pelaku tetapi dibalut dengan embel-embel agama.
4. Diskusi lintas generasi.
Fenomena Bidaah di Dunia Nyata : Nyata atahu Rekaan Belaka?
Meski film ini diklaim hanyalah fiksi belaka, namun inspirasi dari kenyataan sangatlah terasa. Kasus-kasus seperti ini harus kita akui masih banyak ditemukan di tengah masyarakat. Dalam Masyarakat muslim tradisional, sering terjadi percampuran antara ajaran agama dan budaya lokal yang pada akhirnya menjurus kepada praktik bidaah.
Lalu apa saja kasus-kasus yang diduga sebagai praktik bidaah dan terjadi di Indonesia? Beberapa kasus yang pernah ditemui antaranya :
1. Praktik Sesat Pesantren Al Zaytun, Banyuwangi
Pada pesantren ini mereka menerapkan ajaran untuk salat berjemaah di mana saf antara makmum perempuan dan laki-laki digabung. Tak hanya sampai sana, cara azan mereka pun tak lazim yaitu seperti orang yang sedang berpidato. Banyak video beredar yang menampakkan pemimpin pesantren mereka, Panji Gumilang memimpin Jemaah nya untuk menyanyikan lagi yahudi di dalam masjid. Mereka pun memperbolehkan Wanita untuk memimpin dan menyampaikan khotbah jumat. Hal ini sama sekali tak ada dalam ajaran Al-Qu’ran dan Hadis.
2. Praktik Nikah Batin Pondok Pesantren Al Kifayah
Pesantren ini menyebutkan bahwa antar jemaahnya dapat melakukan hubungan badan antar sesama. Mereka juga mengakui melaksanakan salat isya hingga 100 rakaat. Tak sampai di sana, ditemukan video yang menunjukkan pelaksanaan salat ibadah yang dipimpin oleh perempuan.
3. Fenomena Gus dan Acara Musik untuk Ceramah
Jika kita melihat pada platform sosial media terkait hal ini, maka kita akan banyak menemukan praktik-praktik ceramah yang seharusnya menyejukkan hati dan di isi dengan lantunan selawat malah menjadi acara konser berkedok agama. Mereka pun tak ketinggalan melakukan joget tiktok dengan alasan untuk menarik minat kaum muda.
4. Kasus Pemerkosaan para Santri
Sekarang banyak sekali berita yang kita temukan tentang para santriwan/i yang dimanipulasi atahu dipaksa untuk melakukan hubungan tercela dengan para oknum guru mereka. Banyak di antara mereka yang dimanipulasi dan diembel-embeli pahala jika mau melakukan hubungan tak senonoh itu.
Jika kita ingin menelusuri lebih lanjut, maka akan lebih banyak praktik-praktik menyimpang di luar ajaran agama ini kita temukan. Salah satu hal paling menarik dari film ini adalah bagaimana ia memperlihatkan bahwa praktik menyimpang itu tidak tumbuh sendirinya, melainkan dijaga dan dipelihara oleh pihak-pihak yang diuntungkan.
Apa yang Harus Kita Refleksikan?
Film Bidaah mengajarkan kita untuk berani berpikir, bertanya, dan belajar. Dengan masih adanya korban-korban yang dirugikan dari praktik penyesatan agama ini, maka menjadi bahan evaluasi untuk kita semua agar lebih peka terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Di tengah zaman yang serba digital dan kemudahan dalam mengakses informasi seharusnya dapat membuka mata kita dalam mencari tahu lebih dalam sebelum bergabung kedalam sebuah organisasi. Kita juga harus mendidik anak-anak kita tentang tata cara beribadah yang benar agar mereka tidak mudah untuk dimanipulasi dan mampu menjaga dirinya.
Bidaah mungkin hanyalah film, tetapi pesan dan dampaknya sangat nyata. Ia bukan hanya tentang apa yang benar atahu salah dalam agama, tetapi tentang keberanian untuk mencari kebenaran dalam gelapnya tradisi dan kekuasaan. Film seperti Bidaah penting, bukan karena ia provokatif, tetapi karena ia menggugah kesadaran. Ia membuat kita berpikir: apakah yang kita lakukan selama ini betul-betul dari ajaran agama, atau hanya warisan tanpa makna?
0 Comments