Seorang filosuf hukum bernama A.V Dicey mengemukakan teorinya mengenai negara hukum dimana setidaknya untuk dapat dikategorikan sebagai negara hukum salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Salah satu hak asasi yang diakui di Indonesia adalah berhak mendapatkan kedudukan yang sama di muka pemerintahan. Dimana artinya penyelenggaraan negara didasarkan pada suatu konsep demokratis.
Sejalan dengan hal tersebut, Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa pemiliham umum merupakan wujud dari kedaulatan rakyat di negara demokrasi. Pemilihan umum di Indonesia dibagi menjadi dua peruntukkan yaitu yang pertama pemilihan umum untuk memilih legislatif dan pemilihan eksekutif pada tingkat pusat dan daerah untuk memilih presiden dan wakil presiden serta kepala daerah. Pelaksanaan pemilu diselenggarakan dengan menggunakan asas luber jurdil dan membuka peluang yang sama terhadap seluruh masyarakat.
Wacana Penghapusan Pemilihan Kepala Daerah
Belum selesai polemik permasalahan mengenai Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang tidak dipilih langsung oleh rakyat melainkan oleh Presiden, kini muncul wacana baru yang datang dari Presiden Prabowo untuk meniadakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah pada periode pilkada berikutnya di tahun 2029 nanti.
Isu ini mencuat ke publik setelah diketahui bahwa total akumulasi anggaran yang digunakan dalam penyelenggaraan pilkada pada periode tahun 2024 mencapai Rp 37 T dan dianggap sebagai pemborosan anggaran keuangan negara yang semestinya bisa dialihan untuk mewujudkan kesejahteraan melalui program-program tepat guna lainnya.
Sebagai gantinya, Kepala Daerah akan ditunjuk langsung oleh pihak legislatif daerah karena akan lebih menghemat biaya politik. Jadi dalam hal ini, pemilihan legislatif akan diselenggarakan terlebih dahulu baru nantinya Kepala Daerah ditunjuk secara aklamasi dan dilakukan dalam ruang sidang tertutup oleh para anggota legislatif
Melanggar Landasan Konstitusional
Diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini artinya bahwa rakyat harus berperan dalam mewujudkan demokrasi kerakyatan di Indonesia yang salah satunya diwujudkan melalui pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Tidak hanya itu disebutkan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”. Makna demokratis disini jelas merujuk pada keterlibatan rakyat di dalamnya, jika tidak maka akan hilang sebuatan negara hukum bagi Indonesia.
Peniadaan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat berarti telah menodai konstitusi demi memenuhi keinginan diri sendiri yang bahkan tidak sesuai dengan jalannya demokrasi di Indonesia.
Demokrasi termasuk ke dalam komponen sistem pemerintahan yang fungsinya adalah untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Negara yang menganut sistem demokrasi kerakyatan seperti Indonesia, menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya dimana kendali penuh berada di tangan rakyat dan pejabat pemerintah hanya berperan sebagai pelaksana dan penyambung lidah bagi masyarakat saja.
Pilkada Tidak Langsung Perbesar Peluang Korupsi
Adanya pemilihan kepala daerah secara tidak langsung akan menjadi langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia. Rakyat yang seharusnya memegang kedaulatan tertinggi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 UUD NRI Tahun 1945 bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” menjadi hilang karena penunjukan kepala daerah dipilih oleh lembaga legislatif tingkat daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jika nyatanya hak partisipasi langsung masyarakat diambil maka bagaimana cara masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan arah masa depan bangsa. Padahal jika dikaji ulang, Kepala Daerah hasil pemilihan secara langsung saja masih banyak sekali ditemui kasus-kasus korupsi yang hanya mementingkan kepentingan pribadi selama proses penyelenggaraan pemilihan.
Dengan adanya pemilihan kepala daerah secara tidak langsung maka akan memperbesar peluang perbuatan-perbuatan curang hanya demi untuk mendapatkan jabatan sebagai Kepala Daerah.
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh masyarakat dimaksudkan supaya masyarakat memilih sendiri kepala daerah yang pantas untuk memimpin daerahnya.
Jika kepala daerah kemudian dipilih oleh lembaga legislatif maka menjadi tanda tanya besar bahwa pemimpin ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat daerah atau untuk kesejahteraan pemerintahan daerah saja.
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung hanya akan menjadi pesta politik bagi para pejabat dan menjadikan masyarakat sebagai penonton saja.
Jika sampai benar bahwa pelaksanaan pemilihan kepala daerah akan diselenggarakan secara tidak langsung maka patut dipertanyakan kedudukan negara Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Penghematan Biaya Politik
Jika titik permasalahannya adalah pada pemborosan biaya politik maka solusi yang seharusnya diberikan bukan menghilangkan prosesnya tetapi adalah menghemat biaya politik yang sebenarnya bersumber dari praktik-praktik kotor politik uang yang dimainkan oleh para calon kepala daerah.
Hal yang seharusnya dilakukan adalah menghemat biaya kampanye dan menyederhanakan proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah, bukan pada menghilangkan proses pemilihannya karena sama saja menghilangkan marwah demokrasi di Indonesia.
Dari uraian di atas satu hal yang pasti adalah adanya pemilihan kepala daerah secara tidak langsung jika nantinya benar-benar dilaksanakan dalam konstitusi maka akan sangat bertentangan dengan marwah demokrasi di tanah air.
Sumber Referensi
Harahap, Odi Alfazein, Elissa Virginia, and Muhammad Zhahab Limoya. "Comparison of Constitutional Theory and Practice between Indonesia, England and the United States." QISTINA: Jurnal Multidisiplin Indonesia 3.1 (2024): 607-615.
Wahyuni, Rizki, and Yati Sharfina Desiandri. "Hak Asasi Manusia (HAM) Pada Kebebasan Berpendapat/Bereksperesi dalam Negara Demokrasi di Indonesia." Jurnal Sains Dan Teknologi 5.3 (2024): 961-966.
0 Comments