Ticker

6/recent/ticker-posts

Perempuan Minang dan Krisis Nilai: Lunturnya Sumbang Duo Baleh di Tengah Modernitas



Oleh: Rahmad Iqbal, Jurusan Sastra Minangkabau, Universitas Andalas.



Indonesia memiliki keberagaman budaya. Budaya merupakan gaya hidup masyarakat yang diteruskan melalui pendidikan formal (sekolah, kursus, akademi, universitas) dan informal (enkulturasi dan sosialisasi). Salah satu kebudayaan yang berkembang di Indonesia adalah budaya Minangkabau yang dianut oleh masyarakat Minangkabau dari dahulu hingga sekarang. Di Indonesia, suku Minangkabau memiliki peran besar dan pengaruh yang cukup kuat. Dalam sistem hukum adat dan kekerabatan, mereka menganut sistem matrilinear, yang berfokus pada garis keturunan ibu. Hal ini menjadikan perempuan Minangkabau sangat dihormati dan memiliki peran penting sebagai "bundo kanduang" (ibu kandung). Namun, jika perempuan Minangkabau tidak mematuhi norma dan aturan yang berlaku, mereka akan dianggap menyimpang dari tradisi (sumbang).

Dalam kamus besar Minangkabau-Indonesia, sumbang diartikan sebagai perilaku menyimpang dan janggal serta merupakan salah satu kaidah hukum adat Minangkabau. Salah satu aturan yang diterapkan pada perempuan Minang adalah Sumbang Duo Baleh, yang berisikan aturan tidak tertulis dalam adat Minang yang berisikan tata krama dan sopan santun yang membuat 12 aturan dan larangan yang harus ditaati oleh setiap perempuan Minang, Dua belas perilaku tersebut yaitu Sumbang duduak, Sumbang tagak, Sumbang diam, Sumbang bajalan, Sumbang kato, Sumbang caliak, Sumbang bapakaian, Sumbang bagaua, Sumbang karajo, Sumbang tanyo, Sumbang jawab, Sumbang kurenah. 

Namun, seiring berjalan waktu serta perkembangan teknologi yang begitu pesat membawa dampak yang luas dan beragam terhadap nilai-nilai kebudayaan perempuan Minangkabau. Saat ini sangat mudah sekali mengakses segala sesuatu yang diinginkan menggunakan teknologi yang ada, banyak perempuan Minang yang mengikuti gaya dan perilaku orang luar yang tidak sesuai dengan aturan dan budaya yang berlaku di Minangkabau yang mengakibatkan lunturnya budaya sopan santun dan tata krama yang diajarkan di Minang.  Sehingga penting bagi perempuan Minang untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara kemajuan dan pelestarian budaya, memastikan bahwa perempuan Minang dapat terus berkembang tanpa kehilangan identitas budaya mereka.

Sumbang Duo Baleh adalah sebuah gagasan yang diciptakan untuk melindungi kehormatan wanita Minangkabau dan mempertahankan kualitas unik yang mereka miliki. Sejak dini, wanita Minangkabau telah diajarkan prinsip-prinsip Sumbang Duo Baleh, yang menekankan pengembangan karakter yang baik dan kehormatan. Wanita Minangkabau diharapkan menjadi sosok yang istimewa dan dihormati, mewakili nilai-nilai kebaikan, norma, dan keindahan. Selain itu, wanita dipandang sebagai pendidik utama bagi anak-anak mereka, sehingga perilaku dan kesopanan mereka harus dijaga dengan baik. Adapun sumbang duo baleh atau 12 aturan hal sumbang (salah) yang tidak boleh dilanggar oleh perempuan Minang yaitu:

Sumbang Duduak (Sumbang Ketika Duduk)

Perilaku duduk yang menyimpang (sumbang duduak) terjadi ketika seseorang tidak mengikuti etika duduk adat. Mengatur bagaimana seorang perempuan Minang pada saat duduk dengan cara bersimpuh tidak bersila atau menyilangkan kaki seperti laki-laki, tidak boleh mengangkat kaki, berjongkok. Dan apabila duduk di kursi harus menyamping dan merapatkan paha. Dan ketika berboncengan di motor tidak boleh mengangkang dan harus duduk menyamping. Nilai-nilai yang terkandung dalam sumbang duduak yaitu nilai estetika, menjaga aurat, menjaga sikap serta nilai kesopanan. 

Sumbang Tagak (Sumbang Ketika Berdiri)

Dalam adat Minangkabau, perilaku berdiri yang tidak sesuai dengan norma disebut "sumbang tagak" yang khusus berlaku bagi perempuan.  Dimana aturan perempuan ketika berdiri yaitu tidak berkacak pinggang, tidak boleh berdiri didepan tangga atau pintu, dilarang berdiri di tepi jalan apabila tidak ada yang ditunggu, berdiri ditempat gelap, berdiri di kursi, berdiri di meja serta dilarang berdiri berduaan dengan lawan jenis yang belum muhrim.  Nilai-nilai yang terkandung dalam sumbang tagak yaitu menjaga etika, bisa menempatkan diri dengan baik, dan mempertahankan keanggunan sebagai perempuan Minang.

Sumbang Diam 

Diam dapat dianggap sebagai kesalahan bagi perempuan jika mereka tinggal atau menginap di tempat yang tidak sesuai adat istiadat. Perilaku diam yang tidak sesuai ini meliputi tinggal serumah dengan laki-laki yang bukan kerabat (muhrim) atau tinggal di tempat yang rawan bahaya. Nilai-nilai yang terkandung dalam larangan diam ini mencakup etika, kesusilaan, keamanan, dan kenyamanan perempuan saat tinggal di suatu tempat.



Sumbang Bajalan (Sumbang Ketika Berjalan)

Menurut adat, perempuan Minang harus mengikuti norma berjalan yang ditentukan. Mereka tidak boleh berjalan sendiri, dengan laki-laki yang tidak dikenal, terburu-buru, atau tertawa saat berjalan. Nilai-nilai dalam adat ini mencakup etika berjalan, perlindungan bagi perempuan, dan menjaga citra anggun perempuan Minang. 

Sumbang Bakato (Sumbang Dalam Berkata-Kata)

Saat berbicara, perempuan Minang diwajibkan mengikuti prinsip "kato nan ampek" yang disesuaikan dengan lawan bicaranya. Mereka harus bersikap sopan, mengendalikan kata-kata, menghormati perasaan orang lain, dan menghindari menyela pembicaraan. Prinsip ini mengajarkan pentingnya mempertimbangkan setiap kata sebelum diucapkan, serta memanfaatkan akal dan pikiran agar terhindar dari menyinggung orang lain. 

Sumbang Caliak (Sumbang Ketika Melihat)

Dalam adat Minangkabau, perempuan yang sudah dewasa dilarang melihat laki-laki yang bukan kerabat dekatnya, kecuali dengan pandangan sesaat. Pandangan yang menantang atau terus-menerus dianggap tidak sesuai norma. Nilai yang terkandung dalam adat "sumbang caliak" ini adalah etika menghormati orang lain dengan menjaga pandangan dan sikap yang sopan.

Sumbang Bapakaian (Sumbang Dalam Berpakaian)

Dalam adat Minangkabau, perempuan dituntut berpakaian sesuai etika. Mereka dilarang mengenakan pakaian ketat atau transparan yang memperlihatkan bentuk tubuh. Sebaliknya, dianjurkan mengenakan pakaian yang longgar dan tertutup untuk menjaga nilai-nilai etika dan estetika. Nilai etika terkait dengan norma-norma kesopanan, sedangkan nilai estetika mencakup keindahan dan kenyamanan dalam berpakaian bagi perempuan Minang.

Sumbang Makan (Sumbang Ketika Makan)

Makan dengan cara yang tidak pantas dianggap sebagai hal yang buruk bagi perempuan. Dalam adat Minang, perempuan diwajibkan untuk makan dengan perlahan, tidak makan sambil berdiri, tidak bicara saat makan, dan tidak membuat suara saat makan (mancapak). Norma-norma ini menekankan pentingnya menghargai makanan dan fokus saat makan.


Sumbang Karajo (Sumbang Ketika Bekerja)

Dalam konteks pekerjaan, perempuan secara ideal seharusnya terlibat dalam tugas-tugas yang lebih ringan, berbeda dengan laki-laki yang umumnya melakukan pekerjaan berat dan kasar. Hal ini didasari oleh nilai-nilai tradisional yang menekankan pentingnya perempuan untuk memilih pekerjaan yang sejalan dengan sifat lembut mereka, seperti pekerjaan yang lebih halus.

Sumbang Tanyo (Sumbang Dalam Bertanya)

Sumbang bagi perempuan dalam bertanya dan menjawab menggunakan Bahasa yang tidak sopan, menjawab dan bertanya tanpa menyinggung perasaan orang lain dan mengacu kepada keterampilan komunikasi. Nilai-nilai yang terkandung dalam sumbang tanyo yaitu berfikir sebelum berbicara dengan memilih tata cara bertanya yang baik.

Sumbang Bagaua (Sumbang Dalam Bergaul)

Wanita dewasa Minangkabau diharapkan berperilaku sopan dalam interaksi sosial. Mereka harus menghindari keintiman dengan individu yang bukan kerabat dekatnya, bahkan menghindari berjalan bersama tanpa pendamping. Tradisi sumbang bagaua menekankan etika saat berinteraksi dengan lawan jenis dan menghargai peran penting wanita dalam budaya Minangkabau.

Sumbang Kurenah (Sumbang Dalam Bertingkah Laku)

Sumbang kurenah yaitu Perilaku perempuan Minangkabau dianggap tidak pantas apabila dilakukan di hadapan umum dan menyebabkan tersinggungnya orang lain. Perempuan Minang dilarang untuk berbisik-bisik didepan orang ramai, mengkedip-kedipkan mata kepada lawan jenis, menutup hidung dalam keramaian, tertawa terbaha -bahak dan jaga lisan agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Nilai yang terkandung dari sumbang kurenah adalah sebagai penuntun dan penata perilaku perempuan Minangkabau supaya sesuai dengan yang digariskan oleh norma adat.


Perkembangan zaman diera modernisasi saat ini mengubah pola pikir masyarakat dengan adanya perubahan-perubahan yang signifikan dalam bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi membawa dampak positif dan negatif di semua kalangan. Namun pemikiran dan pola hidup modern berdampak pula terhadap perilaku yang melanggar norma dan etika dalam budaya Minangkabau. Kedua Belas etika (Sumbang Duo Baleh) di atas menjadi bagian pokok dalam pendidikan karakter yang akan mengantarkan seseorang menjadi cerdas secara. Sayangnya, sebagian besar masyarakat Minang saat ini, terutama perempuan-perempuan Minang, tidak mengenal petatah petitih yang termuat dalam Sumbang Duo Baleh. Perempuan Minang saat ini sudah banyak mengikuti modernisasi tanpa menyaringnya terlebih dahulu sehingga menganggap bahwa Sumbang Duo Baleh adalah adat nasihat kuno yang sudah tidak mendapat tempat di hati mereka. Akhirnya, hilanglah nilai-nilai adat istiadat Minangkabau pada perempuan-perempuan Minang saat ini. Keinginan hidup bebas dan tidak terbelenggu dengan etika dan aturan yang mengikat membuat banyak perempuan Minang saat ini memilih tinggal di perantauan. Bahkan yang menetap di kampung pun seolah-olah menutup mata dan telinga mereka dengan tanpa rasa malu mengikuti tren-tren, tradisi, dan kebiasaan modernisasi.  

Salah satu nilai adat istiadat yang begitu melekat, terutama pada perempuan Minang, adalah raso paresao atau rasa perasa terhadap lingkungan di sekitarnya. Namun, dengan perkembangan teknologi digital saat ini, perempuan Minang beresiko kehilangan keanggunan dan kesopanannya demi mengejar ketenaran. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mendidik dan menanamkan sejak dini nilai dan aturan sumbang duo baleh terhadap anak-anak perempuannya, bersikap tegas, dan mengontrol lingkungan pertemanannya agar tidak terjebak dalam efek buruk modernisasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa perempuan Minang dapat terus berkembang dan bersinar tanpa kehilangan identitas budaya dalam diri mereka.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS