Ticker

6/recent/ticker-posts

HAK DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DI MINANGKABAU

 


Oleh: Givani Soraya

Mahasisiwi Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas

 

Perempuan di Minangkabau sangat diistimewakan karena memiliki posisi dan porsi yang besar karena memegang segala keputusan. Ini juga disebabkan karena Minangkabau menganut sistem matrilineal di mana mengikuti garis keturunan ibu.

Perempuan minangkabau disebut bundo kanduang. Ada beberapa arti dari bundo kanduang, seperti seorang pemimpin non formal bagi seluruh perempuan dan anak cucu di suatu kaum. Maka dari itu perempuan di Minangkabau bisa dibilang sangat terhormat karena kepemimpinannya yang tumbuh dari kemampuannya dan dukungan oleh kaum.

Sebagai bundo kanduang, perlu memiliki pendidikan yang tinggi agar dapat menjadi pemimpin yang baik sesuai dengan ibarat, tau alua jo patuik, tau rantiang nan kamancucuak, alun takilek lah takalam

Sesuai ibarat di atas maka akan sejalan dengan apa yang tengah diperbincangkan orang saat ini yaitu kesetaraan gender. Orang Minangkabau telah lebih dulu menjalankan yang orang sebut dengan kesetaraan gender. Laki-laki di Minangkabau tidak terlalu berpengaruh dalam adat Minangkabau, terutama dalam keluarga. Ini dikarenakan anak juga menjadi tanggung jawab mamak dimana, anak dipangku kamanakan dibimbiang

Bundo kanduang adalah sebutan untuk perempuan di minang. Makna yang terkandung sangatlah mendalam, kehadiran perempuan sebagai bundo kanduang merupakan contoh dan teladan budi bagi masyarakatnya, bagi kaumnya, dan bagi rumah tangganya. Bundo kanduang digambarkan sebagai ibu teladan, bijaksana, berwibawa yang membawa raso (rasa) dan pareso (pengendalian), dan tutur katanya santun.

Perempuan di Minang merupakan sosok yang ditinggikan dan menjadi “Limpapeh Rumah Nan Gadang”. Memiliki makna bahwa perempuan sebagai tumpuan atau penyangga dalam benteng rumah gadang. Sebab, tentunya jika tiang penyangga tidak kokoh, rumah gadang akan langsung roboh. Peran sentral yang bundo kanduang miliki di Minangkabau, membuat kaum perempuan memiliki akses yang luas dalam mengambil berbagai keputusan.

Bahkan perempuan Minang mendapatkan warisan tertinggi dari keluarganya maupun dari kaumnya. Suku Minangkabau memberi perempuan peran dan posisi penting. Posisi Perempuan benar-benar luar biasa dalam tatanan ranah domestik maupun ranah publik.

Pewarisan harta atau dalam bahasa Minangkabau disebut harato pusako yaitu keluarga yang diwariskan dari ibu ke anak perempuan. Dengan demikian, perempuan di Minang menerima warisan tertinggi, seperti beras, ladang atau perhiasan. Dalam Islam, ahli waris mencakup tiga alasan hubungan; perkawinan, kekerabatan, dan hubungan saudara.

Sedangkan menurut adat Minangkabau, ahli waris ada yang berasal dari tiga alasan kekerabatan dan ada juga yang berasal dari hubungan garis keturunan perempuan seperti nenek, ibu, anak perempuan, cucu perempuan, dan lain-lain, sehingga apabila istri meninggal dunia, suami hanya menerima harta istri. Karena harta tersebut untuk keturunan perempuan Minangkabau, tujuannya adalah untuk melindungi dan memakmurkan keberadaan perempuan Minangkabau.

Pewarisan harta kepada anak  perempuan di Minangkabau dalam perspektif kedudukan terhadap perempuan mengandung makna bahwa hak waris anak perempuan di Minangkabau  telah mendapat perlindungan secara adat, karena di samping berhak memperoleh harta warisan dari orang tuanya, juga mendapatkan hak terhadap harta pusaka tinggi. Hak atas harta pusaka tinggi ini karena perempuan di Minangkabau merupakan sosok yang sangat dihormati dan garis keturunan mengikuti garis ibu.

Dalam adat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, semua harta dibagi secara tidak langsung  kepada anak perempuan, dan jika suatu keluarga memiliki banyak anak perempuan, maka harta warisan dibagi  rata. Jika suatu keluarga tidak memiliki anak perempuan, maka garis dalam keluarga tersebut terputus karena tidak ada yang mewarisi.

Pemberian warisan kepada perempuan tersebut sangat sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman saat ini, karena perempuan juga ikut berperan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Selanjutnya, pewarisan suksesi tinggi di Minangkabau tidak diatur dalam fikih mawarist (pembagian warisan). Fikih mawarist hanya mengatur pembagian harta warisan menurut ketentuan ilmu faraidh. Sistem pewarisan pewarisan tinggi tidak bertentangan dengan hukum syara’ karena masalah harta benda menyangkut hak hamba (muamalah), maka menurut kaidah ushul fikih, hukum asal muasal kasus muamalah diperbolehkan selama tidak ada argumen yang menentangnya. Karena pusaka tinggi tidak ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadits, maka pusaka tinggi kepada anak perempuan di Minangkabau diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan syara’.

Pengertian sistem pewarisan dalam Islam dan sistem pewarisan dalam adat Minangkabau sering disalahpahami. Yang perlu kita pahami sistem pewarisan adat Minangkabau tetap mengacu dan tidak melanggar hukum Islam. Menimbang bahwa sistem pewarisan harta menurut adat Minangkabau tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Bagi kaum perempuan, dengan memahami peran dan kedudukannya dalam adat Minangkabau itu secara mendalam tentu saja lebih memotivasi dirinya dan memberikan inspirasi untuk menjalankan peranannya sebagai perempuan Minang. Dengan harapan, ketika seorang perempuan Minang meningkatkan kompetensi dirinya ia tetap berpijak pada konsep adat Minangkabau yang menjadikan ia nantinya mampu berperan.

Perempuan di Minangkabau disebut juga dengan padusi. Di Minangkabau perempuan sangat dijaga dan dihormati, sebagaimana kita ketahui untuk menghormati perempuan, Minangkabau menganut system matrilineal, yaitu garis keturunan yang dilandaskan kepada ibu. 

Budaya matrilineal di Sumatera Barat merupakan budaya yang kental dengan nuansa emansipasi dan ajaran feminis. Perempuan merupakan harta pusaka bagi suatu keluarga sehingga keberadaannya mendapatkan posisi yang sangat terhormat bagi masyarakat. Tak hanya itu untuk menghindari kdrt setelah menikah biasanya mempelai akan tinggal bersama orang tua sang istri.

Sejak dahulu perempuan tidak dilarang untuk tampil dan masuk dalam wilayah publik tidak hanya berkecimpung domestik rumah tangga saja tapi ikut dalam berpendapat untuk kaum dan suku, bahkan tercatat dalam sejarah perempuan juga memimpin dalam kaum yang dikenal dengan "bundo kanduang". Bundo kanduang merupakan bentuk representatif dari emansipasi Wanita serta perlindungan hak-hak perempuan dalam bermasyarakat seperti halnya para laki laki namun juga berlaku pada Perempuan.

Oleh karena itu Upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan sosialisasi Kembali tentang pentingnya UU perlindungan anak dan Perempuan juga serta menanamkan Kembali nilai nilai budaya Minangkabau yang mulai pudar oleh budaya barat, agar kembali bisa menjaga dan menghormati hak-hak Perempuan yang sejak dahulu kala telah dijaga oleh para nenek moyang di Minangkabau.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS