Oleh:
Chinthia Azzahra (Mahasiswi Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita
sering mengandalkan pemerintah untuk menyediakan layanan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Namun, apa yang akan terjadi ketika
sistem yang seharusnya melayani masyarakat justru tercemar oleh praktik
korupsi? Bayangkan seorang ibu
muda yang datang ke kantor pemerintahan untuk mengurus dokumen penting untuk
anaknya. Dia telah mempersiapkan semua persyaratan dengan cermat dan memasuki
ruang tunggu dengan harapan untuk menyelesaikan urusannya dengan cepat. Namun,
saat dia sampai di meja pelayanan, dia disambut dengan permintaan 'uang kopi'
dari petugas yang seharusnya membantu. Gejala lain, juga bisa disebabkan karena
pelayanan publik masih dirasakan oleh sebagian besar masyarakat sulit,
prosedural, berbelit-belit, dan lamban dalam penyelesainnya, sehingga mendorong
masyarakat untuk mencari jalan pintas melalui upaya membangun konektifitas
dengan penjabat birokrasi yang dimungkinkan dapat membantu kemudahan dalam
proses pengurusannya. Inilah awal terjadinya korupsi birokrasi, karena
akan terjadi praktek suap yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk ucapan
terima kasih kepada pejabat birokrasi yang telah membantu dalam proses
pengurusan pelayanan publik. Kasus korupsi birokrasi lain yaitu seperti korupsi
dana infrastruktur desa, korupsi bansos dan lain sebagainya.
Untuk itu,
korupsi birokrasi tidak dapat dilepaskan dari unsur manusianya, moralitas dan
integritas dibutuhkan dalam rangka menangkal merebaknya korupsi dalam
lingkungan birokrasi. Kejadian
tersebut merupakan contoh kecil dari kompleksitas yang melingkupi masalah
korupsi dalam birokrasi. Meskipun terlihat seperti hal kecil, tetapi jika
dibiarkan dan biasakan maka hal ini akan merusak integritas dalam administrasi
publik.
Institusi
Birokrasi adalah ruang mesin negara yang berisi orang-orang (pejabat) yang
digaji dan dipekerjakan negara dalam rangka memberikan nasehat dan juga
melaksanakan kebijakan politik negara (Muhammad, 2018). Secara sederhana
birokrasi dapat disebut sebagai aparatur negara namun secara praktis birokrasi
juga merupakan badan atau sector pemerintah yang mencakup baik itu institusi
maupun perserorangan yang penghasilannya dari APBN/APBD. Sedangkan defenisi
korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi adalah tindakan kerugian keuangan pada negara, suap-menyuap,
penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, pembentukan kepentingan dalam
hal pengadaan dan gratifikasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa korupsi birokrasi
adalah praktik penyalahgunaan kekuasaan, posisi, atau sumber daya yang dimiliki
oleh penjabat atau pegawai dalam lingkungan administrasi pemerintahan atau
instiruli publik.
Korupsi birokrasi adalah hasil dari
berbagai faktor yang saling terkait dan kompleks. Terlihat bahwa tindak pidana
korupsi masih mudah terjadi di Indonesia karena beberapa alasan yang mencakup
lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum, kurangnya transparansi dalam
proses pengambilan keputusan, serta rendahnya kesadaran akan konsekuensi hukum
dan moral dari praktik korupsi. Meskipun upaya telah dilakukan untuk memperkuat
penegakan hukum dan meningkatkan transparansi, masih banyak celah dan tantangan
yang perlu diatasi dalam upaya memberantas korupsi secara menyeluruh.
Diperlukan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah, lembaga penegak hukum,
dan masyarakat sipil untuk meningkatkan pengawasan, memberikan sanksi yang
tegas terhadap pelaku korupsi, serta memperkuat budaya integritas dan
akuntabilitas dalam semua lapisan masyarakat. Hanya dengan upaya bersama yang
berkelanjutan, Indonesia dapat mengatasi masalah korupsi dan membangun sistem
pemerintahan yang lebih bersih dan transparan demi kesejahteraan bersama.
Kekurangan transparansi dapat memungkinkan penjabat publik untuk beroperasi di
balik layar dan menjalankan kegiatan korupsi tanpa diketahui oleh publik atau
pihak berwenang.
Kasus korupsi birokrasi tidak hanya merupakan kasus
kriminal biasa, tetapi juga mencerminkan krisis moral dan pelanggaran serius
terhadap prinsip-prinsip etika politik. Ketika seorang petugas kantor pelayanan
masyarakat, yang seharusnya menjadi teladan dalam kejujuran, integritas, dan
tanggung jawab moral, malah memilih untuk memanfaatkan kepercayaan masyarakat
dan kekuasaannya untuk tujuan yang tidak bermoral, hal itu mengguncang pondasi
demokrasi lokal. Pada dasarnya adalah cerminan dari kegagalan moral dan etika
politik dalam tata kelola pemerintahan lokal. Pelanggaran etika politik terjadi
ketika pejabat menggunakan posisi atau kekuasaan mereka untuk tujuan pribadi
atau kelompok tertentu, tanpa memperhatikan kepentingan publik yang lebih luas.
Pelanggaran ini termanifestasi dalam penyalahgunaan dana publik untuk
kepentingan pribadi, sementara masyarakat setempat masih berjuang untuk
mendapatkan akses yang layak terhadap layanan dasar seperti pendidikan,
kesehatan, atau infrastruktur.
Jadi penting bagi kita untuk mengakui bahwa korupsi
birokrasi bukanlah masalah yang bisa diselesaikan secara instan. Ini adalah
tantangan yang kompleks yang memerlukan komitmen jangka panjang dan upaya
kolaboratif dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga penegak
hukum, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Sementara langkah-langkah
pencegahan dan penegakan hukum memainkan peran penting dalam memerangi korupsi,
kita juga harus menyadari bahwa perubahan budaya dan nilai dalam birokrasi juga
diperlukan. Kita perlu membangun sistem yang mendorong transparansi,
akuntabilitas, dan integritas dalam setiap langkah pengambilan keputusan. Hanya
dengan menciptakan lingkungan di mana praktik korupsi tidak dapat berkembang,
kita dapat memastikan bahwa birokrasi bertindak dengan efektif dan
berintegritas serta melayani kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Sebagai masyarakat, kita juga memiliki peran dalam mendukung upaya ini dengan
menjadi agen perubahan, menolak tindakan korupsi, dan menuntut akuntabilitas
dari para pemimpin kita. Dengan kerjasama yang kuat dan tekad yang bulat, kita
dapat membangun masa depan di mana birokrasi yang bersih dan transparan menjadi
pondasi bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
0 Comments