Opini
; Fikri Nabilah Mahasiswa Antropologi Sosial
Pengelolaan
komunal oleh 2 sub-suku Minangkabau.
Area camping ground cemara letaknya berada ditepian danau atas,
danau kembar, lembah gumanti, kabupaten
solok. Tanahnya berasal dari peninggalan datuak bijo yang merupakan niniak dari
suku Bendang dan Malayu Taluak Dalam. Sekarang tanah peninggalan ini telah dikembangkan
oleh kedua suku menjadi area camping ground. Pengelolaannya diketuai oleh bapak
Rusdi, ketua dari kelompok Pokdarwis camping ground cemara. Telah berdiri dan
dibangun sejak satu tahun yang lalu, yakni pada bulan Januari tahun 2023.
Area camping ground cemara ini memiliki luas total hingga 4 hektare
dengan pengelolaan optimal baru 1 hektare saja. Dan dalam posisi sangketa
dengan luas 30x15 meter disebelah selatan. Batas utara dari area camping ground
ini dikelola oleh pemuda caniago. Sebelah timur berbatasan dengan danau, dan
sebelah baratnya merupakan tanah yang belum terkelola.
Motivasi dan latar belakang pengelolaan
Dengan adanya area camping ground ini diharapkan dapat membantu
ekonomi keluarga dari kedua suku. Dalam pemanfaatan pendapatannya, keuntungan
disimpan sebagai kas, juga bisa dipinjamkan kepada keluarga kedua suku, baik
itu untuk ka pambali racun, untuak
ladang, atau ka untuak pambali baju baru, kok ado anak nan baru masuak sakola. ujar
zikra koordinator camping ketika saya bertemu dengannya.
Pengelolaan oleh kedua suku bisa terjadi karna hubungan yang telah
terbangun sebelumnya melalui pernikahan baliak
kabako, Pernikahan idealnya orang Minangkabau. Struktur pengelolaannya
yakni diketuai oleh bapak Rusdi, generasi ketiga dari Datuak Bijo, kemudian dengan 4 orang pengurus inti. 2 penasehat dari
niniak mamak, dan dibantu 7 orang koordinator tetap. Total ada 13 pengurus tetap
yang tertulis namanya pada sk yang sedang diajukan.
Alternatif model pengelolaan tanah komunal
Meskipun dalam satu tahun terdapat beberapa tantangan yang dihadapi
oleh kedua suku ini dalam pembangunannya, pihak pengelola mampu melewatinya.
Tantangan yang dihadapi seperti konflik horizontal yang terjadi dengan pihak
luar terkait kepemilikan tanah, konflik internal dalam kepengurusan yang terjadi
beberapa bulan lalu namun semua itu bisa terselesaikan melalui musyawarah dan
mufakat. Diawal pengembangannya yang menjadi tantangan adalah modal yang minim
untuk memulai, namun perlahan hal tersebut mampu dilewati, dan hingga sekarang
pengelolaan camping ground berbasis pada pengelolaan komunal, kedua suku ini
lambat laun telah memiliki kas yang bisa digunakan untuk kemaslahatan bersama
kedua suku.
Dimana masih terdapat banyaknya kasus tentang persengketaan
pengelolaan tanah di Minangkabau yang dikelola secara komunal, baik itu untuk
perladangan atau usaha. Kedua suku ini berhasil memanfaatkan tanah peninggalan
dari Datuak Bijo menjadi usaha yang memberi manfaat bagi kedua suku.
Pengembangan usaha ini juga sesuai dengan potensi tanah yang ditinggalkan,
dikarnakan lokasinya yang berada ditepi danau, hal itu strategis untuk
dijadikan area camping ground. Model pengembangan yang cukup jarang ditemukan, dengan
sekelumit pengelolaannya. Barangkali sistem pengelolaan secara komunal ini bisa
ditiru dan diterapkan pada kondisi yang serupa. mengingat permasalahan
pengelolaan tanah komunal menjadi salah satu permalasalahan utama hingga kini
terkhusus di Sumatra Barat.
0 Comments