Oleh : Yuda satria amanda, mahasiswa universitas Andalas Padang
Singapura merupakan salah satu
negara ASEAN yang termasuk ke dalam kategori negara maju di dunia. Beberapa
indikator yang membuktikan pernyataan tersebut adalah Singapura yang hampir
selalu menempati urutan peringkat teratas dalam berbagai pengukuran dalam skala
global, seperti Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Daya Saing Global, dan
Indeks Persepsi Korupsi. Birokrasi Singapura dideskripsikan oleh Painter
sebagai “...Public administration and
bureaucracy in Singapore is organized along Westminster lines as a career civil
service subordinate and loyal to the government of the day and has been
somewhat similarly rewarded for its loyalty”.
Singapura selalu menekankan prinsip
meritokrasi dan pentingnya efisiensi serta daya saing dalam hal perekrutan dan
promosi public service di setiap
instansi kementerian, badan hukum, dan administrasi publik. Meritokrasi yang
disinggung sebelumnya merupakan sebuah konsep dimana mengutamakan pembagian
jabatan berdasarkan kemampuan dan bakat, bukan berdasarkan kekayaan, kelas
sosial, relasi, ataupun ras. Dalam tata kelola governance yang secara langsung
mengatur jalannya birokrasi di Singapura. Negara ini mengadopsi suatu framework yang disebut dengan “dynamic governance”. Framework ini memiliki tiga konsep
utama, yaitu berpikir ke depan (thinking
ahead), berpikir kembali (thinking
again), dan berpikir lintas batas (thinking
across).
Konsep thinking ahead pada dasarnya meminta pemerintah untuk berpikir ke
depan dalam memahami skenario masa depan sehingga dapat mempersiapkan diri
terhadap ancaman ataupun tantangan yang dapat mengganggu berjalannya
pemerintahan dan birokrasi di suatu negara. Kebijakan melalui framework ini dituntut untuk dapat
mengantisipasi skenario terburuk sehingga dapat melindungi rakyat dari ancaman
dan tantangan dari situasi yang baru ada. Selanjutnya, pada konsep thinking again menjelaskan bahwa
pemerintah harus memiliki kemampuan untuk berpikir ulang sebagai sebuah
antisipasi terhadap perubahan yang terjadi pada realitas lingkungan kebijakan
melalui proses pengujian terhadap langkah-langkah yang pernah dilakukan
sebelumnya.
Terakhir konsep thinking across yang mengutamakan pada pola berpikir untuk melihat
dan belajar tidak terbatas pada suatu area tapi juga dapat melihat pengalaman
lintas negara untuk mendapat sebuah pengetahuan baru yang berguna. Dalam
melaksanakan ketiga konsep tersebut, harus ditopang oleh sdm yang berkualitas
dan proses yang cekatan sehingga menghasilkan output berupa adaptive
policies (kebijakan yang adaptif sesuai dengan keadaan) dan terciptanya
tata kelolah yang bersifat dinamis (dynamic
governance). Melalui implementasi dari framework
ini Singapura berhasil menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang maju
dan terbebas dari permasalahan birokrasi yang umum terjadi di negara-negara
berkembang seperti negara Indonesia.
Permasalahan birokrasi di Indonesia
menjadi sebuah rahasia umum, dimana selalu menjadi buah bibir dalam kehidupan
kita. Permasalahan tersebut seperti gaya hedonisme para birokrat, proses
administrasi yang rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama, hingga korupsi
yang terjadi dalam institusi pemerintahan. Meskipun permasalah tersebut tidak
terjadi pada setiap individu yang terlibat dalam birokrasi di Indonesia. Namun,
permasalahan tersebut sudah terlalu sering marak terjadi. Sehingga terdapat
stigma negatif masyarakat umum terhadap proses birokrasi dan orang yang
terlibat dalamnya.
Melihat pada pelaksanaan birokrasi
di Singapura, penulis berasumsi dan meyakini bahwa seharusnya Indonesia dapat
belajar dari negara tetangga kita tersebut. Pelaksanaan framework dynamic governance mungkin dapat menjadi salah satu
solusi utama yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengatasi
patologi birokrasi yang ada. Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah
Indonesia adalah pertama, melaksanakan konsep meritokrasi dalam rekrutmen
birokrat. Konsep meritokrasi sangat dibutuhkan, dikarenakan dalam pelaksanaan
birokrasi kita membutuhkan orang yang berkompeten sesuai dengan pekerjaannya.
Bukan orang yang direkrut karena adanya hubungan kekeluargaan, ras, ataupun
karena penampilan semata.
Kedua, menerapkan ketiga konsep
utama dalam dynamic governance, yaitu
thinking ahead, thinking again, dan thinking across. Birokrasi Indonesia
harus bisa menerapkan ketiga konsep tersebut, karena kondisi geopolitik di
dunia yang tidak menentu. Maka, harus ada langkah-langkah pencegahan yang
dimiliki dalam mengantisipasi the worst
case scenario. Selain itu, sudah sepatutnya juga kepentingan birokrasi
bukan terbatas pada jangka pendek namun kepentingan jangka panjang yang akan
berdampak pada keberlangsungan kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan dua langkah
tersebut, sangat diharapkan bahwa negara Indonesia bisa secara perlahan tapi
pasti dalam mengatasi permasalah internal dan eksternal yang melekat pada tubuh
birokrasi. Juga diharapkan, Indonesia dapat menyusul bahkan melampaui jejak
Singapura sebagai negara maju di Asia Tenggara dengan kemampuan birokrasi yang
mumpuni.
0 Comments