Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah dan Perkembangan Entomologi

 


Nama    : Revalina Zahra

NIM     : 2010423019

Dosen   : Dr. Resti Rahayu

Mahasiswa Biologi Universitas Andalas Tugas Mata Kuliah Bioforensik

 

Sejarah dan Perkembangan Entomologi

Entomologi merupakan suatu cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang kehidupan serangga (Insecta). Kajian mata kuliah entomologi adalah pengenalan yang berhubungan dengan kehidupan serangga (Insecta). Melalui mata kuliah entomologi, mahasiswa akan mengetahui tentang kekayaan yang dimiliki oleh serangga seperti mempelajari morfologi, anatomi maupun fisiologi serangga, perilaku serangga, ekologi serangga, patologi serangga dan taksonomi serangga yang dibahas dalam mata kuliah entomologi. Serangga juga termasuk kelompok hewan yang terbanyak jumlah spesiesnya dibandingkan dengan hewan lainnya sehingga kepentingan pengetahuan mengenai entomologi dapat dilihat dari peranan serangga tersebut secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan manusia di bumi. Mata kuliah entomologi salah satu mata kuliah yang dapat dikategorikan sulit karena cakupan materi yang sangat luas. Salah satu materi yang memiliki cakupan sangat luas yang dibahas pada mata kuliah entomologi yakni pengendalian hayati.

Perkembangan ilmu dan pengetahuan yang semakin maju, entomologi (ilmu yang mempelajari seluk-beluk serangga) turut berkembang pula. Saat ini entomologi terbagi menurut beberapa subbidang seperti entomologi lingkungan, entomologi ekonomi, entomologi kedokteran, dan entomologi forensik. Perkembangan dalam bidang entomologi modern telah membuka banyak rahasia tentang peran serta serangga dan anggota-anggota arthropoda lainnya dalam hubungannya dengan manusia dan hewan. Serangga merupakan hewan yang paling sukses menempati berbagai habitat kehidupan dan menjadi hewan yang terbesar dalam jumlah dan jenis spesies, serta mempunyai peran yang sangat penting dalam ekosistem dunia. Serangga berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan manusia dan hewan dalam suatu rantai makanan.

Hubungan antara manusia dan hewan dengan serangga kedokteran sering sangat rumit dipahami. Oleh karena itu, pengetahuan tentang biologi dan ekologi serangga maupun patologi, histologi, dan toksikologi, bahkan ekosistem lingkungan secara umum menjadi sangat penting. Di era yang sangat modern ini, kelestarian lingkungan menjadi suatu isu yang sangat penting. Perombakan atau penebangan di hutan, perluasan areal pertanian, perluasan pemukiman, pengembangan industri, dan program-program pembangunan lainnya sering menimbulkan kontradiksi yang sulit untuk diselesaikan. Ilmu Kedokteran Forensik (IKF) adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakkan hukum dan masalah-masalah di bidang hukum. Ilmu ini sering untuk kepentingan peradilan. Dilihat dari fungsinya, IKF dapat dikelompokkan ke dalam ilmu-ilmu forensik (Forensic Sciences) seperti Ilmu Kimia Forensik, Ilmu Fisika Forensik, Kedokteran Gigi Forensik, Psikiatri Forensik, Balistik, Entomologi Forensik, dan lain sebagainya.

Dibutuhkan ketelitian dalam mengungkap berbagai penyebab di balik kasuskasus forensik. Berbagai metode akan amat dibutuhkan dalam menjawab berbagaipertanyaan terkait kasus-kasus tersebut, dan sudah menjadi keharusan bahwa bukti atau kesaksian ahli ini dapat dipertanggung jawabkan. Pada peristiwa yang melibatkan korban meninggal, dokter sering menemui kesulitan dalam menentukan waktu kematian korban, terutama pada jenazah yang sudah ditemukan dalam keadaan membusuk. Selain itu, dengan berjalannya waktu, beberapa barang bukti, terutama jaringan tubuh manusia akan mengalami proses degradasi dan akhirnya hilang.

 

Oleh karena itu, dikembangkanlah Entomologi Forensik, yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang serangga yang dihubungkan dengan mayat dalam usaha untuk menentukan waktu yang sudah berlalu sejak orang tersebut meninggal. Bagi seorang ahli entomologi forensik, kerusakan dan hilangnya jaringan tubuh tadi dapat membawa bukti-bukti baru. Bukti yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di pengadilan.

                                                  

Pemanfaatan Serangga dalam Kasus Kriminal

Peran serangga di alam di antaranya sebagai penghasil sumber makanan, pengurai, predator dan menjaga keseimbangan ekologi. Serangga yang tertarik jasad hewan juga bermanfaat dalam membantu pengungkapan kasus kematian karena dapat menjadi indikator dalam menentukan waktu kematian. Forensik entomologi merupakan penggunaan serangga dalam upaya membantu dalam mengungkap suatu peristiwa kriminal (Byrd dan Castner, 2010). Pemanfaatan serangga sebagai indikator forensik dalam upaya menentukan saat kematian pernah dilakukan oleh Fremdt dan Amendth (2014) di Jerman, Moemanbellah-fard (2015) di Iran dan Mariani et al., (2017) di Argentina. Baenhorst dan Villet (2018) juga melaporkan bahwa larva lalat famili Calliphoridae dapat digunakan sebagai bahan dalam mempelajari entomologi forensik.

Lalat adalah serangga yang paling umum diasosiasikan dengan pembusukan. Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orifisium tubuh atau pada luka terbuka. Kecenderungan ini kemudian akan mengakibatkan berubahnya bentuk luka atau bahkan hancurnya daerah sekitar luka. Telur lalat umumnya terdeposit pada mayat segera setelah kematian pada siang hari. Bila mayat tidak dipindahkan dan hanya telur yang ditemukan pada mayat, maka dapat diasumsikan bahwa waktu kematian berkisar antara satu sampai dua hari. Angka ini sedikit bervariasi, tergantung pada suhu, kelembaban dan spesies lalat. Setelah menetas, larva berkembang lebih besar hingga akhirnya mencapai tahap pulpa. Tahap ini dapat memakan waktu 6 sampai 10 hari pada kondisi tropis biasa. Lalat dewasa keluar dari pupa setelah 12 sampai 18 hari. Perlu diperhatikan bahwa banyak variabel yang mempengaruhi perkembangan serangga, oleh karenanya opini para penulis adalah suatu usaha memperkirakan saat kematian dengan menggunakan metode dari entomologi, harus dibantu oleh seorang ahli entomologi medik (DiMaio VJ, DiMaio D, 2001).

Keberadaan jasad hewan sangat mendukung terbentuknya sebuah ekosistem baru. Selama proses dekomposisi terjadi perubahan fisik, biologi dan kimia yang sangat cepat (Amendt et al., 2010; Brundage dan Byrd, 2016). Tahap dekomposisi jasad hewan akan menarik berbagai spesies serangga untuk datang. Beberapa jenis serangga menyukai jasad hewan baru, tetapi ada juga serangga yang menyukai jasad hewan yang sudah membusuk. Gelombang kedatangan serangga ke jasad hewan sangat berguna untuk menentukan waktu kematian atau postmortem interval (PMI). Beberapa faktor dapat memengaruhi estimasi PMI seperti halnya fisik, kimiawi, iklim atau cuaca, dan serangga pengurai (Pastula dan Merritt, 2013).

Dalam ilmu kedokteran, memperkirakan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan satu metode saja, gabungan dari dua atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Beberapa metode yang lazim digunakan dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh, interpretasi lebam dan kaku mayat, interpretasi proses dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan pengosongan lambung serta interpretasi aktivitas serangga (entomologi forensik) (Idries AM et al,. 2008).

 

 

 

 

 

Contoh Serangga Yang Digunakan dalam Entomologi Forensik

    

        Chrysomya megacephala                    Sarcophaga bercaea                    Calliphora vomitaria

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amendt J, Campobasso CP, Goff ML, Grassberger M. 2010. Current Concept in Forensic Entomology. London. Springer Dordrecth Heidelberg. Hlm. 11-15.

Badenhorst R, Villet MH. 2018. The uses of Chrysomya megacephala (Fabricius, 1794) (Diptera: Calliphoridae) in forensic entomology. Forensic Sci Res 3(1): 2–15.

Byrd JH, Castner JL. 2010. Forensic Entomology: The Utility of Arthropods in Legal Investigation.New York. Taylor dan Francis Group. Hlm. 21-23.

DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Patho-logy. 2nd Edition. Philadelphia : CRC Press; 2001 : page 11 – 51.

Fremdt H, Amendt J. 2014. Species composition of forensically important blow flies (Diptera: Calliphoridae) and flesh flies (Diptera: Sarcophagidae) through space and time. Forensic Sci Int 236: 1–9.

Idries AM, et all. Peran Ilmu Kedokteran Forensik dalam proses penyidikan. Jakarta : Sagung Seto, 2008. Page : 190 – 210.

Mariani R, García-Mancuso R, Varela GL, Kierbel I. 2017. New records of forensic entomofauna in legally buried and exhumed human infants remains in Buenos Aires, Argentina. J Forensic Leg Med 52: 215–220.

Moemenbellah-Fard MD, Keshavarzi D, Fereidooni M, Soltani A. 2018. First survey of forensically important insects from human corpses in Shiraz, Iran. J Forensic Leg Med 54: 62–68.

Pastula EC, Merritt RW. 2013. Insect Arrival Pattern and Succession on Buried Carrion in Michigan. J Med Entomol 50(2): 432– 9.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS