Ticker

6/recent/ticker-posts

Tren Belanja Online dan Dampaknya Terhadap Lingkungan


 Oleh : Nurhasna mahasiswa universitas Andalas 


Tidak dapat dipungkiri bahwa belanja online telah menjadi kebiasaan masyarakat terutama masyarakat Indonesia. Apalagi setelah pandemi covid 19 yang membatasi aktivitas di luar rumah sehingga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kemajuan teknologi untuk berbelanja. Belanja online merupakan kegiatan pembelian barang atau jasa yang dilakukan melalui media elektronik. Belanja online biasanya dilakukan masyarakat melalui marketplace yang terdapat di internet.


Kita sering mengira bahwa dengan berbelanja secara online maka kita bisa menikmati segala kemudahan. Cukup dengan mencari barang yang diinginkan di marektplace lalu lakukan pemesanan maka kita tinggal menunggu barang yang dipesan diantar ke rumah kita. Simple bukan? Namun tahukah Anda bahwa berbelanja secara online juga berdampak terhadap lingkungan?


Berdasarkan data Statistika Market Insights, jumlah pengguna lokapasar daring atau e-commerce di Indonesia mencapai 178,94 juta orang pada tahun 2022. Jumlah tersebut meningkat 12,79% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang jumlahnya 158,65 juta pengguna. Melihat trennya, pengguna e-commerce di Indonesia terpantau terus meningkat. Diperkirakan jumlahnya mencapai 196,47 juta pengguna hingga akhir tahun 2023. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah baru bagi lingkungan ke depannya.


Dampak pertama yang ditimbulkan dari kegiatan belanja online yaitu sampah yang dihasilkan dari kegiatan perdagangan online. Dalam pengiriman barang ke alamat pembeli dibutuhkan kemasan yang mencegah barang dari kerusakan. Dalam hal ini biasanya memerlukan kemasan plastik sekali pakai yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap. Bubble wrap merupakan jenis plastik yang biasanya berwarna transparan yang memiliki gelembung-gelembung berisi udara di dalamnya yang berfungsi untuk melindungi barang selama proses pengiriman. Sifat sampah plastik yang sulit terurai, proses pengolahannya yang menimbulkan toksik dan sifatnya yang karsinogenik menyebabkan pencemaran dan tumpukan sampah yang berbahaya bagi lingkungan.


Indonesia sudah dalam kategori darurat sampah plastik. Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun. Dikutip dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia masuk urutan kedua dunia penyumbang sampah plastik pada tahun 2019. Selain sampah kemasan plastik, kegiatan berbelanja online juga dapat menyebabkan sampah elektronik. Semakin banyak orang yang membeli barang elektronik secara online menyebabkan pembuangan perangkat elektronik lama sehingga menjadi masalah bagi lingkungan. Diprediksi jumlah sampah elektronik mencapai 3.200 kiloton pada tahun 2040.


Di Indonesia, sampah elektronik digolongkan dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengolahan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya karena kandungan yang ada di dalamnya. Bagi manusia, logam berat yang terkandung pada sampah elektronik dapat menyebabkan cacat bawaan, kanker dan penyakit lainnya. Hal ini dikarenakan adanya kandungan berbahaya dan beracun seperti merkuri, logam berat, timbal dan bahan lainnya. Logam berat dari sampah elektronik yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan kerusakan pada tanah, air dan udara.


Dampak kedua yang ditimbulkan dari kegiatan belanja online yaitu jejak karbon atau carboon footprint yang dihasilkan dari pengiriman barang pesanan menggunakan alat transportasi seperti pesawat, mobil dan motor. Jejak karbon merupakan jumlah total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kegiatan sehari-hari manusia termasuk karbon dioksida, metana, dan gas fluorocarbon yang menyebabkan pemanasan global. Proses pengiriman juga memerlukan energi dan sumber daya seperti bahan bakar dan bahan pengemas yang selanjutnya berkontribusi terhadap polusi dan kerusakan lingkungan. Peningkatan jejak karbon juga meningkat karena pengembalian barang yang dibeli konsumen dari belanja online. Misalnya karena salah ukuran, kualitas barang yang kurang bagus dan berbagai alasan lainnya. Berdasarkan studi yang dilakukan di Jerman, satu dari tiga barang yang dipesan secara daring dikembalikan kepada penjual/toko online. Pakaian merupakan salah satu produk dengan tingkat pengembalian barang yang tinggi.


Pengangkutan barang di seluruh dunia bertanggung jawab atas sebagian besar emisi gas karbon dioksida yang dihasilkan oleh e-commerce. Pada tahun 2020, pengiriman dan pengembalian produk menyumbang 37% dari total emisi gas rumah kaca. Hal ini dikaitkan lagi dengan selera konsumen. Diperkirakan pada tahun 2030, Jumlah kendaraan pengantar barang akan meningkat sebesar 36% hingga mencapai 7,2 juta kendaraan Hal ini juga akan meningkatkan jumlah perjalanan sebesar 21% karena kendaraan akan membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan perjalanan karena kemacetan lalu lintas yang semakin tinggi.


Dengan demikian, salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi jejak karbon yaitu dengan tidak menggunakan layanan pengiriman kilat. Jejak karbon dari kegiatan berbelanja online dapat lebih rendah bila kita selaku konsumen bersabar dan tidak terburu-buru menunggu barang pesanan sampai di rumah. Pengiriman kilat membutuhkan banyak kendaraan angkut barang yang beroperasi di jalan raya sehingga memperparah jejak karbon. Kita sebagai konsumen baiknya memilih berbelanja pada marketplace yang mengutamakan metode pengemasan dan pengiriman yang ramah lingkungan. Selain itu, kita juga bisa menggunakan kembali atau mendaur ulang sampah yang ditimbulkan. Kita juga dapat mengurangi jejak karbon dengan menggabungkan pesanan untuk mengurangi jumlah pengiriman dan memilih opsi pengiriman yang ramah lingkungan


Kita masih belum terlambat untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas sehari-hari yang kita lakukan. Kita sekarang telah tahu bahwa berbelanja secara online menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Mari kita jaga bumi dengan meminimalkan dampak dari kegiatan berbelanja secara online. Kita dapat berupaya menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan bagi planet kita. Kenyamanan berbelanja secara online jangan sampai mengorbankan lingkungan tempat tinggal kita.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS