Ticker

6/recent/ticker-posts

Fenomena Fast Fashion: Salah Satu “Tersangka” Utama dalam Pencemaran Lingkungan

 




“Fast Fashion is like fast food. After the sugar rush, it just leaves a bad taste in your mouth.”

- Livia Firth

Fast fashion adalah model bisnis yang menawarkan pakaian yang murah dan trendi, hasil kolaborasi produsen, pemasok, dan konsumen, yang perputarannya sangat cepat berganti untuk memenuhi dan menguasai pasar mode.

Masyarakat saat ini hidup dengan gaya konsumsi trend terbaru, tidak ingin ketinggalan akan hal-hal yang sedang booming dan cenderung melakukan sesuatu demi kesenangan semata. Perkembangan tren ini terutama pada dunia fashion didukung dengan adanya media sosial yang digunakan oleh berbagai perusahaan untuk menawarkan produknya.

Fast fashion juga dikenal dengan harganya yang murah sehingga dapat dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat dan siklus pergantian modenya juga berlangsung dengan cepat yaitu berkisar beberapa minggu atau per bulannya. Fenomena inilah yang dapat menyebabkan konsumsi berlebihan akan fashion bagi masyarakat. Harga yang murah dan rasa tidak ingin tertinggal membuat konsumen tidak berpikir panjang dalam membeli produk fashion ini.

Dibalik hal tersebut, banyak hal negatif yang ditimbulkan dari fenomena fast fashion ini. Banyak brand fast fashion yang dikritisi karena mengeksploitasi buruhnya karena tidak membayar upah para pekerjanya. Belum lagi dengan dampak besar yang ditanggung oleh lingkungan atas fenomena ini yang akan berakibat pemanasan global, penipisan ozon, hilangnya spesies, dan erosi lahan pertanian. Industri fast fashion telah berkontribusi sebagai penyumbang polusi terbesar kedua di dunia. Sebanyak 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh industri tekstil dunia.

Industri fast fashion merupakan pengguna air terbesar kedua di dunia. Sekitar 2.700-liter air digunakan untuk memproduksi satu kemeja katun. Manufaktur tekstil bertanggung jawab atas sekitar 20% emisi air bersih global, dengan proses pencelupan dan finishing yang bertanggung jawab atas 35% mikroplastik primer yang dilepaskan ke lingkungan dari proses pencucian kain sintetis seperti poliester, nilon, dan akrilik.

Pakaian polyester melepaskan 700.000 serat mikroplastik per potong yang dapat berakhir di rantai makanan. Selain itu, industri fashion bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global, lebih banyak daripada gabungan dari penerbangan luar negeri dan pelayaran laut. Sebagian besar garmen dibuat dari serat sintetis yang berasal dari bahan bakar fosil, sehingga produksinya lebih boros energi daripada serat alami. Studi oleh Pusar Riset Oseanografi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Februari menemukan bahwa sebesar 70% bagian tengah Sungai Citarum telah tercemar sampah mikro plastik berupa serat benang polyester. Kandungan mikroplastik di Sungai tersebut menyebabkan kecacatan hingga kematian ikan dan kerang.

Setiap tahunnya telah diproduksi sekitar 100 miliar pakaian dan 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah. Jika hal ini masih terus berlanjut maka diperkirakan bahwa akan terjadi lonjakan hingga 134 juta ton per tahun pada 2030. Mengingat sikap konsumen yang cenderung tidak akan menggunakan pakaian dalam jangka waktu yang lama dikarenakan telah tergantikan oleh produk-produk baru.

Kain sintesis diketahui membutuhkan waktu hingga 200 tahun untuk terurai di tempat pembuangan sampah dan mengeluarkan gas metana juga melepaskan bahan kimia dan pewarna berbahaya ke alam air tanah selama proses penguraian.

Industri fast fashion ini juga menjadi penyebab penurunan jumlah populasi hewan dikarenakan banyaknya kulit hewan yang diambil sebagai bahan baku pembuatan pakaian.

Berdasarkan uraian di atas sudah seharusnya kita bijak dalam bersikap dan mulai mengubah sikap konsumtif. Kita dapat beralih dengan menggunakan produk dengan eco label, mendaur ulang, melakukan donasi, zero waste, dan hal yang positif lainnya demi menjaga lingkungan yang kita tinggali ini.

Daftar Pustaka:

Basiroen, V. J., Wahidiyat, M. P., & Kalinemas, A. (2023). DAMPAK LINGKUNGAN DARI FAST FASHION: MENINGKATKAN KESADARAN DI KALANGAN MILENIAL MELALUI MEDIA SOSIAL. Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain8(1), 113-128.

Nidia, C., & Suhartini, R. (2020). Dampak Fast Fashion dan Peran Desainer Dalam Menciptakan Sustainable Fashion. Edisi Yudisium Periode Agustus9(2), 157-166.

Sari, P., Nisyak, H., & Aisyah, S. (2021). Peran Greenpeace Dalam Pengurangan Dampak Fast Fashion Terhadap Lingkungan di China. Sriwijaya University.

 

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS