“Fast
Fashion is like fast food. After the sugar rush, it just leaves a bad taste in
your mouth.”
-
Livia Firth
Fast
fashion adalah model bisnis yang menawarkan pakaian yang murah dan trendi,
hasil kolaborasi produsen, pemasok, dan konsumen, yang perputarannya sangat
cepat berganti untuk memenuhi dan menguasai pasar mode.
Masyarakat
saat ini hidup dengan gaya konsumsi trend terbaru, tidak ingin
ketinggalan akan hal-hal yang sedang booming dan cenderung melakukan
sesuatu demi kesenangan semata. Perkembangan tren ini terutama pada dunia
fashion didukung dengan adanya media sosial yang digunakan oleh berbagai
perusahaan untuk menawarkan produknya.
Fast
fashion juga dikenal dengan harganya yang murah sehingga dapat dijangkau oleh
berbagai kalangan masyarakat dan siklus pergantian modenya juga berlangsung
dengan cepat yaitu berkisar beberapa minggu atau per bulannya. Fenomena inilah
yang dapat menyebabkan konsumsi berlebihan akan fashion bagi masyarakat. Harga
yang murah dan rasa tidak ingin tertinggal membuat konsumen tidak berpikir
panjang dalam membeli produk fashion ini.
Dibalik
hal tersebut, banyak hal negatif yang ditimbulkan dari fenomena fast fashion
ini. Banyak brand fast fashion yang dikritisi karena mengeksploitasi buruhnya
karena tidak membayar upah para pekerjanya. Belum lagi dengan dampak besar yang
ditanggung oleh lingkungan atas fenomena ini yang akan berakibat pemanasan
global, penipisan ozon, hilangnya spesies, dan erosi lahan pertanian. Industri fast
fashion telah berkontribusi sebagai penyumbang polusi terbesar kedua di dunia.
Sebanyak 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh industri tekstil
dunia.
Industri fast fashion
merupakan pengguna air terbesar kedua di dunia. Sekitar 2.700-liter air digunakan
untuk memproduksi satu kemeja katun. Manufaktur tekstil bertanggung jawab atas
sekitar 20% emisi air bersih global, dengan proses pencelupan dan finishing
yang bertanggung jawab atas 35% mikroplastik primer yang dilepaskan ke
lingkungan dari proses pencucian kain sintetis seperti poliester, nilon, dan
akrilik.
Pakaian polyester
melepaskan 700.000 serat mikroplastik per potong yang dapat berakhir di rantai
makanan. Selain itu, industri fashion bertanggung jawab atas 10% emisi karbon
global, lebih banyak daripada gabungan dari penerbangan luar negeri dan
pelayaran laut. Sebagian besar garmen dibuat dari serat sintetis yang berasal
dari bahan bakar fosil, sehingga produksinya lebih boros energi daripada serat
alami. Studi oleh Pusar Riset Oseanografi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
bulan Februari menemukan bahwa sebesar 70% bagian tengah Sungai Citarum telah
tercemar sampah mikro plastik berupa serat benang polyester. Kandungan
mikroplastik di Sungai tersebut menyebabkan kecacatan hingga kematian ikan dan
kerang.
Setiap tahunnya telah
diproduksi sekitar 100 miliar pakaian dan 92 juta ton berakhir di tempat
pembuangan sampah. Jika hal ini masih terus berlanjut maka diperkirakan bahwa
akan terjadi lonjakan hingga 134 juta ton per tahun pada 2030. Mengingat sikap
konsumen yang cenderung tidak akan menggunakan pakaian dalam jangka waktu yang
lama dikarenakan telah tergantikan oleh produk-produk baru.
Kain sintesis diketahui
membutuhkan waktu hingga 200 tahun untuk terurai di tempat pembuangan sampah
dan mengeluarkan gas metana juga melepaskan bahan kimia dan pewarna berbahaya
ke alam air tanah selama proses penguraian.
Industri fast fashion ini
juga menjadi penyebab penurunan jumlah populasi hewan dikarenakan banyaknya
kulit hewan yang diambil sebagai bahan baku pembuatan pakaian.
Berdasarkan uraian di
atas sudah seharusnya kita bijak dalam bersikap dan mulai mengubah sikap
konsumtif. Kita dapat beralih dengan menggunakan produk dengan eco label,
mendaur ulang, melakukan donasi, zero waste, dan hal yang positif
lainnya demi menjaga lingkungan yang kita tinggali ini.
Daftar Pustaka:
Basiroen, V. J.,
Wahidiyat, M. P., & Kalinemas, A. (2023). DAMPAK LINGKUNGAN DARI FAST
FASHION: MENINGKATKAN KESADARAN DI KALANGAN MILENIAL MELALUI MEDIA
SOSIAL. Jurnal Dimensi DKV Seni Rupa dan Desain, 8(1),
113-128.
Nidia, C., &
Suhartini, R. (2020). Dampak Fast Fashion dan Peran Desainer Dalam Menciptakan
Sustainable Fashion. Edisi Yudisium Periode Agustus, 9(2),
157-166.
Sari, P., Nisyak, H.,
& Aisyah, S. (2021). Peran Greenpeace Dalam Pengurangan Dampak Fast Fashion
Terhadap Lingkungan di China. Sriwijaya University.
0 Comments