Ticker

6/recent/ticker-posts

Prasasti Telaga Batu, salah satu catatan bahasa Melayu terawal.


Oleh : Tri Hartati Ramadhani

Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau Universitas Andalas






Bahasa Melayu termasuk dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Menurut statistik penggunaan bahasa dunia, penutur bahasa Melayu diperkirakan melebihi 290 juta orang, menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa terbesar keempat dalam hal jumlah penutur di dunia.

Sejarah bahasa Melayu dapat dibagi menjadi beberapa periode: Melayu Kuno, Melayu Kuno, Masa Peralihan, Masa Malaka (Melayu Klasik), Melayu Modern Akhir, dan Melayu Modern. Sejarah penggunaan yang begitu panjang tentu saja mengakibatkan adanya perbedaan versi bahasa yang digunakan. Melayu Kuno dianggap sebagai nenek moyang sebenarnya dari Melayu Klasik. Meskipun tidak ada bukti bahwa bentuk-bentuk ini berkesinambungan satu sama lain dalam bahasa Melayu. Selain itu, meluasnya penggunaan bahasa Melayu di berbagai tempat memunculkan berbagai dialek akibat persebaran penduduk serta isolasi dan kreolisasi wilayah.

Bahasa Melayu Kuno dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta, bahasa sastra klasik India, dan bahasa ibadah agama Hindu dan Budha. Prasasti Melayu kuno yang paling awal diketahui ditemukan di Pulau Sumatera, diperkirakan berasal dari sekitar abad ketujuh Masehi. Prasasti tersebut tercantum dalam beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera bagian selatan dan Dinasti Shailendra di berbagai tempat di Jawa Tengah. Prasasti yang ditulis dalam bahasa Pallawa, berasal dari aksara Grantha, bertanggal 1 Mei 683. Prasasti tersebut dikenal dengan nama Prasasti Kedukan Bukit dan ditemukan pada tanggal 29 November 1920 oleh orang Belanda M. Batenburg di tepian Sungai Kedukan Bukit di Sumatera Selatan. Tatang, anak sungai Musi. Ini adalah batu kecil berukuran 25 x 80 cm (18 x 31 inci).

Bukti lainnya adalah UU Tanjung dalam surat-surat Pallawa berikutnya. Teks hukum Islam disusun 4 abad yang lalu pada masa pemerintahan Adityawarman (1345-1377) di Dharmasraya, yang muncul setelah berakhirnya kekuasaan Sriwijaya di Sumatera Sebuah kerajaan Hindu-Budha. Hukum tersebut berlaku bagi masyarakat Minangkabau yang masih tinggal di dataran tinggi Sumatera, Indonesia. Bukti tertulis muncul di berbagai tempat, meskipun sebagian besar dokumentasi terkaya dimulai pada abad ke-18.

Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis tentang, dan dalam bahasa melayu baru muncul semenjak masa kesultanan Malaka (abad ke 15). Batu prasasti terengganu (Melayu: batu bersurat باتو برسورت ترڠݢانو) adalah lempengan atau tiang batu tegak yang membawa prasasti dalam tulisan jawi yang ditemukan di terengganu, Malaysia merupakan bukti terawal prasasti bahasa Melayu klasik. Prasasti itu bertarikh mungkin pada 702 H (berpadanan dengan 1303 M), merupakan salah satu bukti tertua tentang kedatangan Islam sebagai agama negara di wilayah ini. Berisi permakluman yang dikeluarkan oleh penguasa Terengganu yang dikenal sebagai Seri Paduka Tuan, yang mendesak rakyatnya untuk memperluas dan meneggakan Islam menyediakan 10 hukum dasar syariat sebagai pedoman mereka.

  Bahasa Melayu mulai digunakan secara meluas sebagai bahasa perantara kesultanan malaka (1402-1511). Selama zaman ini, bahasa Melayu berkembang pesat di bawah pengaruh kesustraan Islam. Perkembangan itu mengubah sifat bahasa dengan penyerapan besar-besaran perbendaharaan kata Arab, Tamil, dan Sanskerta, yang disebut bahasa Melayu Klasik. Di bawah kesultanan malaka, bahasa itu berkembang menjadi suatu bentuk yang dapat dikenali oleh penutur  bahasa Melayu Modern. Ketika istana berpindah untuk mendirikan kesultanan Johor, istana terus menggunakan bahasa klasik. Bahasa itu menjadi begitu dikaitkan dengan Riau Belanda dan Johor Britania sehingga sering diandaikan bahwa bahasa Melayu Riau dekat dengan bahasa klasik digunakan di Riau dengan bahasa sehari-hari Riau.

Laporan portugis dari abad ke 16 menyebut mengenaai perlunya penguasaan bahasa melayu untuk berurus niaga. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan portugis di malaka, dan munculnya berbagai ke sultanan di pesisir semenanjung malaya, sumatra, kalimantan, serta selatan filiphina, dokumen-dpkumen tertulis di kertas dalam bahasa melayu mulai ditemukan surat-menyurat antar pemimpin kerajaan pada abad ke 16 juga diketahui telah menggunakan bahasa melayu, karena bukan penutur asli bahasa melayu, mereka menggunakan bahasa melayu yang disederhanakan dan mengalami percampuran dengan bahasa setempat yang leboh populer sebagai bahasa melayu pasar (Bazaar Malay).

Surat-surat tertua yang ditulis dalam bahasa melayu antara lain dari sultan abu hayat dari ternate. Kepulauan maluku di Indonesia masa kini, bertarikh sekitar tahun 1521-1522. Teks itu ditujukan kepada raja portugis, setelah hubungan dengan penjelajah portugis francisco serro. Surat-surat itu menunjukkan tanda penggunaan bukan penutur jati. Orang ternate menggunakan ( dan masih menggunakan ) bahasa ternate, suatu rumpun bahasa Papua Barat sebagai bahasa pertama untuk komunikasi antaretnik.

Rintisan ke arah bahasa melayu modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari kesultanan riau lingga, secara sistematis menyusun kamus ekabahasa bahasa melayu. ( Kitab pertama ) pada pertengahan abad ke 19. Perkembangan berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana eropa ( khususnya Belanda dan Inggris ) di mulai mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakan dalam urusan administrasi.

Di Indonesia, pendirian Balai Poestaka ( 1901) sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan sastra mengantarkan kepopuleran bahasa melayu dan bahkan membentuk suatu varian bahasa tersendiri yang mulai berada dari induknya, bahasa melayu riau. Kalangan peneliti sejarah bahasa Indonesia masa kini menjulukina “bahasa melayu balai pustaka” atau “bahasa melayu van Ophuijsen”. Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun ejaan bahasa melayu dengan huruf latin untuk penggunaan di Hindia Belanda. Ia juga menjadi penyunting berbagai buku sastra terbitan Balai Pustaka. Dalam masa 20 tahun berikutnya, “bahasa melayu van Ophuijisen” ini kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia.

Pengenalan varian kebangsaan ini mendesak bentuk-bentuk bahasa melayu lain, termasuk bahasa melayu Tionghoa, sebagai bentuk cabang dari bahasa melayu pasar, yang telah populer dipakai sebagai surat kabar dan berbagai karya fiksi pada dasawarsa-dasawarsa akhir abad ke 19.  Bentuk-bentuk bahasa melayu selain varian kebangsaan dianggap bentuk yang kurang mulia dan penggunaanya berangsur-angsur melemah.

Pemeliharaan bahasa melayu baku ( bahasa melayu Riau) terjaga akibat meluasnya penggunaan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda yang pada waktu itu tidak suka apabila orang pribumo menggunakan bahasa Belanda juga menyebabkan bahasa Melayu menjadi semakin populer.

Asal Usul


Catatan tertulis pertama dalam bahasa melayu ditemukan di pesisir tenggara pulau sumatra, di wilayah yang sekarang dianggap sebagai pusat kerajaan sriwijaya. Istilah “Melayu” sendiri berasal dari kerajaan melayu awal yang bertempat di kabupaten Dharmasraa, Sumatera Barat. Akibat penggunaannya yang luas, berbagai varian bahasa dan dialek Melayu berkembang di Nusantara.

Ada tiga teori yang dikemukakan tentang asal-usul penutur bahasa Melayu (bentuk awalnya sebagai anggota bahasa-bahasa Dayak Malayik). Hudson (1970) melontarkan teori asal dari kalimantan, berdasarkan kemiripan bahasa Dayak Malayik (dituturkan orang-orang Dayak berbahasa Melayu) dengan bahasa Melayu Kuno, penuturnya yang hidup di pedalaman, dan sifat kosakata yang konservatif. Kern (1888) beranggapan bahwa tanah asal penutur adalah dari semenanjung Malaya dan menolak kalimantan sebagai tanah asal. Teori ini sempat diterima cukup lama (karena sejalan dengan teori migrasi dari Asia Tenggara daratan) hingga akhirnya pada akhir abad ke 20 bukti-bukti linguistik dan sejarah menyangkal hal ini (Adelaar, 1988; Belwood, 1993) dan teori asal dari Sumatra yang menguat, berdasarkan bukti-bukti tulisan.

Ahli sejarah bahasa Melayu umumnya setuju tentang tanah air bahasa Melayu mungkin berada di barat laut Kalimantan. Suatu bentuk yang dikenal sebagai bahasa proto melayik dituturkan di kalimantan setidaknya pada 1000 M dan telah dikatakan bahasa leluhur bagi semua rumpun bahasa Melayik. Leluhurnya, bahasa Melayu-Polinesia Purba yang berasal dari bahasa Austronesia Purba, mulai terpecah setidaknya pada tahun 2000 SM akibat orang-orang Austronesia menyebar dari pulau Taiwan ke selatan menuju Asia Tenggara Maritim.


Sistem Penulisan


Bahasa Melayu kini ditulis menggunakan alfabet Latin yang dikenal sebagai "Rumi" di Brunei, Malaysia, dan Singapura atau "Latin" dan "Romawi" di Indonesia, walaupun abjad Arab yang disebut "abjad Arab Melayu" atau abjad Jawi juga ada. Alfabet Latin resmi di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Bahasa Melayu menggunakan angka India-Arab. Rumi (Latin) dan Jawi merupakan abjad resmi bersama hanya di Brunei. Nama-nama lembaga dan organisasi harus menggunakan abjad Jawi dan Rumi (Latin). Abjad Jawi digunakan sepenuhnya di sekolah, terutama sekolah keagamaan yang diwajibkan pada petang hari untuk para pelajar Muslim berumur sekitar 6–7 hingga 12–14 tahun.

Upaya sedang dijalankan untuk memelihara tulisan Jawi di Malaysia, dan para pelajar yang mengikuti ujian bahasa Melayu di Malaysia mempunyai pilihan untuk menjawab pertanyaan menggunakan tulisan Jawi. Walau bagaimanapun, alfabet Latin yang paling umum digunakan di Brunei dan Malaysia, baik untuk tujuan resmi maupun tidak resmi. Dari segi sejarah, bahasa Melayu telah ditulis dalam berbagai aksara. Sebelum abjad Arab diperkenalkan di wilayah Melayu, bahasa Melayu telah ditulis menggunakan aksara Pallawa, Kawi, dan Rencong. Ini masih digunakan sampai saat ini seperti aksara Cam digunakan oleh orang Cam Vietnam dan Kamboja. Bahasa Melayu Kuno ditulis menggunakan aksara Pallawa dan Kawi, terbukti dari beberapa prasasti di wilayah Melayu. Mulai dari zaman kerajaan Pasai dan sepanjang zaman keemasan Kesultanan Melaka, "abjad Jawi" secara berangsur-angsur menggantikan aksara ini sebagai aksara yang paling umum digunakan di wilayah Melayu. Mulai dari abad ke-17, di bawah pengaruh Belanda dan Britania, abjad Jawi secara berangsur-angsur digantikan dengan abjad Rumi.


Penggunaan

Penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa perantara di seluruh kepulauan nusantara yang bertautan dengan kebangkitan kerajaan-kerajaan islam dan penyebaran Islam, yang merupakan akibat dari pertumbuhan perdagangan sekawasan, Bahasa kesusastraan telah dibentuk Melaka. Setelah kejatuhan melaka oleh portugis pada tahun 1511, pusat kesusastraan beralih ke sultanan johor-riau. Oleh sebab itu, bahasa itu sering dipanggil bahasa melayu johor-riau walaupun ia adalah kesinambungan bahasa melayu. Ketika kesultanan itu diagi antara malaya Britania (johor) dan Hindia Timur Belanda (kepulauan Riau), bahasa itu telah diberikan status resmi kedua wilayah.

Penggunaan bahasa melayu di negara-negara ini bergantung kepada sejarah dan budaya Indonesia menyebut “bahasa Melayu Riau” (Melaka-Johor_Riau) sebagai akar bahasa Indonesia dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ketika memperoleh kemerdekaan. Sejak tahun 1928, kaum nasionalis, dan muda di seluruh kepulauan Indonesia telah menyatakan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa resmi, sebagaimana dipermaklumkan dalam sebuab sumpah pemuda. Dengan demikian, Indonesia menetapkan bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa melayu itu sebagai bahasa resmi. Di Indonesia bahasa ini berkembang dan dibakukan menjadi bahasa Indonesia. pada tahun 1953, setidaknya terdapat 23 ribu jumlah perbendaharaana kata dalam kamus bahasa Indonesia yang sebagian besar diadopsi dari bahasa melayu. Hingga sekarang jumlah kosakata dalam kamus bahasa indonesia terus bertambah.

Di Malaysia, pasal 152 perserikatan Malaysia menerima pakai bahasa melayu Malaka-Johor- Riau sebagai bahasa resmi (bahasa Malaysia) pada tahun 1957. Kata “Malaysia”, baik dalam bahasa maupun negara, menekankan bahwa negara terdiri dari lebih sekedar Suku Melayu. Pemerintah Malaysia bermaksud untuk menanamkan bahasa kebangsaan sebagai “bahasa Malaysia” sebagai bahasa yang diusulkan, yang berlawanan dengan bahasa Indonesia yang sebenarnya dianggap Malaysia sebagai bahasa baku Melayu yang dibakukan dan digunakan secara resmi sebagai bahasa kebangsaan di Indonesia, tetapi konsep itu bertentangan dengan dengan keterangan bahasa kebangsaan yang termaksud dalam pasal 152 UUD perserikatan Malaysia. Jadi di Malaysia, bahasa Melayu mengalami perubahan nama beberapa kali. Pada awal 1970-an, bahasa melayu di malaysia dinamakan “bahasa Malaysia” atas sebab politik, yang berlawanan dengan bahasa Indonesia. kemudian pada tahun 1986, nama resmi bahasa telah diubah menjadi bahasa melayu. Mulai tahun 2007, bahasa kebangsaan malaysia dinamakan kembali menjadi “bahasa Malaysia” sebagai simbol bahwa bahasa ini adalah bahasa untuk semua dan tidak memandang kaum (tanpa membedakan ras). Namun begitu, hal tersebut tidaklah dapat dibenarkan sebab menurut pasal 153 UUD perserikatan malaysia, menyebut bahwa : “bahasa kebangsaan adalah”bahasa Melayu” pada tahun 2007, diubah menjadi bahasa malaysia, kemudian diubah menjadi bahasa melayu. Nama “bahasa Melayu” digunakan kembali dalam masyarakat. Sampai saat ini, tidak ada perubahan nama bahasa melayu ke bahasa malaysia terjadi. Bahasa melayu menjadi bahasa resmi di malaysia pada 1968, tetapi bahasa inggris masih digunakan dengan luas terutama sekali dalam kalangan masyarakat Tionghoa dan India, sama seperti di Brunei Tahun 1959. Bahasa ini juga berdasarkan baku Melaka-johor-Riau, sedangkan bahasa melayu Brunei digunkan sebagai sehari-hari. Berdeda di Indonesa, bahasa Indonesia berhasil menjadi bahasa perantaraan utama atau lingua franca untuk rakat yang berbilang kaum (multiras) karena usaha gigih pemerintah Indonesia dalam menggalakkan penggunaan bahasa Indonesia. di Timur Leste, meski telah terlepas dari Indonesia, bahasa Indonesia masih tetap dipertahankan sebagai bahasa resmi utamanya sebagai “bahasa Kerja”.

  Menurut sejarah, di Singapura, bahasa melayu adalah bahasa perantara dalam kalangan orang yang berlainan bangsa. Walaupun bahasa ini sebagian besar telah digantikan oleh bahasa Inggris, status bahasa melayu masih dipertahankan sebagai bahasa kebangsaan, dan lagu kebangsaan, majulah singapura, sepenuhnya dalam bahasa melayu. Selain itu, perintah perbarisan dalam tentara, polisi, dan pertahanan sipil hanya diberikan dalam bahasa Melayu. Bahasa melayu masih menjadi bahasa kebangsaan walaupun singapura mempunyai empat bahasa resmi (yaitu bahasa inggris, cina, india, dan melayu). Di selatan Thailand, sebagian besar penduduk di lima provinsi paling selatan Thailand-wilayah yang sebagian besarnya pernah menajdi bagian dari kerajaan melayu kuno bernama Patanai- bertutur dalam dialek melayu yang dipanggil bahasa Yawi 9ajangan dikelirukan dengan Jawi), yang serupa dengan bahasa Melayu kelantan, tetapi bahasa itu tidak mempunyai status atau pengakuan resmi.

Bahasa melayu Piawai (disebut juga sebagai bahasa Melayu baku, bahasa baku Melayu , atau bahasa Piawai Melayu) adalah bahasa Melayu Johor-Riau yang berasal dari johor (malaysia) dan kepulauan riau (Indonesia), seperti yang disepakati dan diakui oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Bahasa Melayu johor-riau selanjutnya dikenal sebagai induk kelahiran bahasa Melayu yang dipakai sebagai bahasa resmi kebangsaan pada zaman modern. Istirlah bahasa Melayu biasanya dikelirukan dengan bahasa Malaysia yang merupakan nama umum yang digunakan untuk bahasa melayu yang dituturkan di Malaysia, yang berlawanan dengan bahasa Indonesia. bahasa sebenarnya adalah bahasa makro yang mencakupi kedua bahasa itu (bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia). tidak ada kata sepakat yang lengkap mengenai perbedaan ini karena badan bahasa di Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka Malayasia, telah menyatakan bahwa kedua istilah tersebut dapat digunakan untuk bahasa Melayu yang dituturkan di Malaysiaa bergantung kepada konteks yang menjadikan penutur di Malasysia dapay memilih untuk menggunakan istilah yang mereka sukai, baik menggunakan istilah “bahasa Melayu” maupun “bahasa Malaysia”.




Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS