Oleh
Rahmatul Anggia Mahasiswa Departemen Ilmu POLITIK Universitas Andalas
Partai politik merupakan sebuah organisasi atau institusi yang
menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus (merebut
kekuasaan). Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Partai politik mempunyai tanggung jawab secara konstitusional sebagai sarana
partisipasi politik masyarakat. Tangggung jawab yang diberikan konstitusi
kepada partai politik sebagai sarana partisipasi politik merupakan aspek
penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas
adanya modernisasi politik. Pendidikan politik berperan penting sebagai media
penyampaian konsep politik yang memiliki tujuan akhir membuat masyarakat
menjadi melek politik.
Pendidikan politik diperlukan bukan saja pada pemilih yang kurang
ataupun belum memiliki pemahaman tentang persoalan politik tetapi juga bagi
para pemilih yang sudah memiliki pengetahuan tentang persoalan politik. Hal itu
dikarenakan sikap apatis pada aktivitas politik dimungkinkan dapat muncul dari
kalangan masyarakat yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan luas terhadap
persoalan politik. Presiden Joko Widodo juga telah menekankan pentingnya
pendidikan politik bagi Kader Parpol dan masyarakat luas dalam rapat
konsolidasi yang diadakan oleh KPU dan Bawaslu. Pendidikan politik harus
digencarkan baik untuk menyukseskan Pemilu 2024 hingga untuk mendewasakan
demokrasi di indonesia. Rendahnya pendidikan politik di masyarakat akan
berdampak pada partisipasi masyarakat yang rendah dalan kontribusinya terhadap
kebijakan pemerintah.
Hal ini dapat disebabkan karena hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap realitas politik yang jauh dari idealitas. Fungsi dari pendidikan
politik adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam berpolitik, termasuk pendidikan mengenai
literasi digital. Tersebarnya informasi melaui media sosial, dapat mengubah
pandangan seseorang terutama masyarakat yang menjadikan media sosial sebagai
media yang terpercaya untuk memperoleh informasi. Ini juga berlaku pada
pemberitaan yang sifat informasinya masih belum jelas kebenarannya.
Perkembangan informasi dan
teknologi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Setiap orang bisa dan
mampu mempublikasikan serta mengiring opini publik untuk menjadi positif maupun
negatif. Hoaks atau berita bohong memang bukan masalah baru di dunia digital.
Digitalisasi internet tanpa disadari terus memberikan ruang bagi ketikan
masyarakat penggunanya untuk terus memanipulasi berita tanpa verifikasi valid
yang seharusnya dibuka ke publik. Jika dikomparasikan dengan momen sepanjang
pemilihan presiden 2014 hoaks seakan ditunggangi sebagai tameng politikus dalam
berkampanye sekaligus medium pertarungan para kandidat dalam mencuri legalitas
tahta pesta demokrasi.
Salah satu contohnya adalah saat pemilu 2019, tersebarnya informasi
hoaks yang menjatuhkan salah satu calon presiden di media sosial, yang dapat
memengaruhi para pemilih untuk tetap atau mengubah pilihannya. Tentunya berita
ini dapat membuat masyarakat resah, terutama pagi pemilih di tahun 2024
mendatang dengan ombak arus informasi. Agar masyarakat tidak hanya menjadi
penikmat informasi dan menerima serta merta berita hoaks terkait pemilu 2024,
perlu diadakan pemberian pemahaman literasi digital terkait berota hoaks
menjelang pemilu.
Belajar dari banyak kasus sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian
Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah membentuk Satuan Tugas Khusus
(Satgasus) sebagai upaya preventif dalam mencegah manipulasi hoaks di ruang
digital menjelang pemilu 2024. Kurasi konten internet secara besar-besaran olen
pengembang aplikasi maupun Kementerian Komunikasi dan Informasi bahkan
diasumsikan tidak akan bisa membantu banyak dalam menantang berita palsu yang
telah mengakar kuat dalam persepsi jutaan pengguna. Hoaks mungkin akan sulit
hilang, oleh karenanya perlu diadakan edukasi kepada masyarakat agar lebih
cerdas dalam mengelola suatu berita.
Pendidikan literasi digital yang ramah kepada masyarakat juga pantas
menjadi solusi yang perlu ditanamkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi
karena faktanya tidak semua orang dapat dengan mudah memahami bagaimana etika
digitalisasi informasi. Dengan pencerdasan literasi digital, maka hoaks tidak
semata-mata mampu memanipulasi kemampuan seseorang dalam memperoses informasi
yang mereka dapatkan. Literasi digital dapat menjadi kunci masyarakat terhinfar
dari hoaks di tahun politik menjelang pemilihan umun serentak 2024.
Dalam sebuah forum literasi Direktur Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong meminta masyarakat waspada
terhadap disinformasi yang beredar di platform digital menjelang pemilu
serentak 2024. Usman mengatakan Kemenkominfo memiliki teknologi kecerdasan
buatan (AI) BERNAMA Automatic Identification System (AIS) yang bekerja
menjaring disinformasi yang beredar di ruang digital, termasuk disinformasi
politik. Berdasarkan data yang dihimpun dari AIS tersebut, diketahui bahwa
terjadi peningkatan disinformasi yang cukup signifikan pada penyelenggaraan
pemilu 2019. Pemerintah perlu bertindak secara cepat atas informsi yang
berkembang. Dengan demikian, data atau informasi yang berpotensi merusak iklim
pemilu 2024 bisa diatasi dengan sogap dan ditindaklanjuti secara terukur.
0 Comments