Ticker

6/recent/ticker-posts

PENDIDIKAN POLITIK : PENTINGNYA PENDIDIKAN LITERASI DIGITAL DALAM MENANGKAL BERITA HOAX MENJELANG PEMILU 2024

 



 

 

Oleh Rahmatul Anggia Mahasiswa Departemen Ilmu POLITIK Universitas Andalas

 

Partai politik merupakan sebuah organisasi atau institusi yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus (merebut kekuasaan). Partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Partai politik mempunyai tanggung jawab secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat. Tangggung jawab yang diberikan konstitusi kepada partai politik sebagai sarana partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Pendidikan politik berperan penting sebagai media penyampaian konsep politik yang memiliki tujuan akhir membuat masyarakat menjadi melek politik.

Pendidikan politik diperlukan bukan saja pada pemilih yang kurang ataupun belum memiliki pemahaman tentang persoalan politik tetapi juga bagi para pemilih yang sudah memiliki pengetahuan tentang persoalan politik. Hal itu dikarenakan sikap apatis pada aktivitas politik dimungkinkan dapat muncul dari kalangan masyarakat yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan luas terhadap persoalan politik. Presiden Joko Widodo juga telah menekankan pentingnya pendidikan politik bagi Kader Parpol dan masyarakat luas dalam rapat konsolidasi yang diadakan oleh KPU dan Bawaslu. Pendidikan politik harus digencarkan baik untuk menyukseskan Pemilu 2024 hingga untuk mendewasakan demokrasi di indonesia. Rendahnya pendidikan politik di masyarakat akan berdampak pada partisipasi masyarakat yang rendah dalan kontribusinya terhadap kebijakan pemerintah.

Hal ini dapat disebabkan karena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap realitas politik yang jauh dari idealitas. Fungsi dari pendidikan politik adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar dapat berpartisipasi secara maksimal dalam berpolitik, termasuk pendidikan mengenai literasi digital. Tersebarnya informasi melaui media sosial, dapat mengubah pandangan seseorang terutama masyarakat yang menjadikan media sosial sebagai media yang terpercaya untuk memperoleh informasi. Ini juga berlaku pada pemberitaan yang sifat informasinya masih belum jelas kebenarannya.

 Perkembangan informasi dan teknologi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Setiap orang bisa dan mampu mempublikasikan serta mengiring opini publik untuk menjadi positif maupun negatif. Hoaks atau berita bohong memang bukan masalah baru di dunia digital. Digitalisasi internet tanpa disadari terus memberikan ruang bagi ketikan masyarakat penggunanya untuk terus memanipulasi berita tanpa verifikasi valid yang seharusnya dibuka ke publik. Jika dikomparasikan dengan momen sepanjang pemilihan presiden 2014 hoaks seakan ditunggangi sebagai tameng politikus dalam berkampanye sekaligus medium pertarungan para kandidat dalam mencuri legalitas tahta pesta demokrasi.

Salah satu contohnya adalah saat pemilu 2019, tersebarnya informasi hoaks yang menjatuhkan salah satu calon presiden di media sosial, yang dapat memengaruhi para pemilih untuk tetap atau mengubah pilihannya. Tentunya berita ini dapat membuat masyarakat resah, terutama pagi pemilih di tahun 2024 mendatang dengan ombak arus informasi. Agar masyarakat tidak hanya menjadi penikmat informasi dan menerima serta merta berita hoaks terkait pemilu 2024, perlu diadakan pemberian pemahaman literasi digital terkait berota hoaks menjelang pemilu.

Belajar dari banyak kasus sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgasus) sebagai upaya preventif dalam mencegah manipulasi hoaks di ruang digital menjelang pemilu 2024. Kurasi konten internet secara besar-besaran olen pengembang aplikasi maupun Kementerian Komunikasi dan Informasi bahkan diasumsikan tidak akan bisa membantu banyak dalam menantang berita palsu yang telah mengakar kuat dalam persepsi jutaan pengguna. Hoaks mungkin akan sulit hilang, oleh karenanya perlu diadakan edukasi kepada masyarakat agar lebih cerdas dalam mengelola suatu berita.

Pendidikan literasi digital yang ramah kepada masyarakat juga pantas menjadi solusi yang perlu ditanamkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi karena faktanya tidak semua orang dapat dengan mudah memahami bagaimana etika digitalisasi informasi. Dengan pencerdasan literasi digital, maka hoaks tidak semata-mata mampu memanipulasi kemampuan seseorang dalam memperoses informasi yang mereka dapatkan. Literasi digital dapat menjadi kunci masyarakat terhinfar dari hoaks di tahun politik menjelang pemilihan umun serentak 2024.

Dalam sebuah forum literasi Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong meminta masyarakat waspada terhadap disinformasi yang beredar di platform digital menjelang pemilu serentak 2024. Usman mengatakan Kemenkominfo memiliki teknologi kecerdasan buatan (AI) BERNAMA Automatic Identification System (AIS) yang bekerja menjaring disinformasi yang beredar di ruang digital, termasuk disinformasi politik. Berdasarkan data yang dihimpun dari AIS tersebut, diketahui bahwa terjadi peningkatan disinformasi yang cukup signifikan pada penyelenggaraan pemilu 2019. Pemerintah perlu bertindak secara cepat atas informsi yang berkembang. Dengan demikian, data atau informasi yang berpotensi merusak iklim pemilu 2024 bisa diatasi dengan sogap dan ditindaklanjuti secara terukur.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS