Ticker

6/recent/ticker-posts

Demokrasi dalam Alua Pasambahan Minangkabau




Penulis adalah Aulia Hidayat, lahir di Kota Batusangkar. Sedang menyelesaikan studi di Prodi Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.



Perdebatan pada dasarnya adalah suatu hal yang lumrah dalam konteks kehidupan sosial. Perbedaan pendapat  dalam memadang suatu objek dapat diartikan suatu ekspresi yang dihasilkan dari nalar kritis manusia dalam berfikir. Seyogianya perbedaan pendapat adalah sesuatu hal yang membangun apabila dipandang dengan kepala dingin dan mengambil nilai positifnya. Dilihat dari disisi positifnya berbedaan pendapat ini dapat dijadikan intropeksi dari kritikan dan saran yang diberikan oleh lawan bicara, dengan adanya perbedaan pendapat dan terjadinya perdebatan dapat mengasah kita untuk sadar bahwa dalam hidup ini tidak hanya dihiasi dengan pujian dan apresiasi, namun juga pertarungan untuk mempertahankan nalar berfikir kritis. Idealnya dalam kehidupan harus ada penyeimbang dalam segala sisi dengan syarat mengedapankan nilai egaliter, persamaan hak tidak merasa lebih dari yang lainnya., tidak menempatkan diri pada ketidakseimbangan. Hanya saja, berbedaan pendapat dalam kehidupan sering kali menjadi permasalahan sehingga terjadi debat kusir yang tidak berkesudahan, tidak ada ujung dan akhirnya. Perdebatan dipandang sebagai arena yang harus diperjuangkan mati-matian tanda menyadari efek yang ditimbulkan, tidak dapat dipungkiri pula perbedaan pendapat ini menjadi suatu hal pemicu munculnya ketidakharmonisan dalam masyarakat.

Kita sering melihat dan mendengar perdebatan terjadi yang tidak ada ujungnya, dan mungkin barangkali ditutup dengan saling lempar benda-berda yang tidak bersalah yang ada disekitar. Sangat disayangkan lagi apabila fenomena ini dilakukan oleh tokoh publik yang seharusnya tidak bersikap seperti itu. Contohnya dalah suatu musyawarah yang dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk mencari keputusan untuk kepentingan bersama, karena ada berbedaan pendapat dan saling tidak menghargai, merasa paling hebat, sehingga terjadinya persaingan yang tidak sehat yang mengakibatkan musyawarah tidak mengerucut pada titik temu menuju kesimpulan yang bermanfaat untuk kepentingan bersama. Tidak dapat dipungkiri manusia memang memiliki hasrat universal untuk dapat dan bisa lepas dari ketidakberdayaan yang dimilikinya, dalam artian upaya untuk meraih superioritas dalam kehidupan. Suatu kondisi yang dapat dianggap sebagai harapan untuk meningkatkan taraf kehidupan dalam segala sisi untuk memburu suatu kondisi ideal yang diinginkannya. Padanan dari superioritas ini adalah ketidakpercayaan diri yang dimiliki manusia. Sehingga untuk dapat meraih apa yang diingikan seringkali dilakukan dengan persaingan yang tidak sehat dan saling tidak menghargai. 

Indonesia adalah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi, yang dapat diartikan semua warga neraga memiliki hak yang sama baik dalam mengambil keputusan dan menyuarakan pendapat yang ingin diungkapkannya. Secara etimologi kata demokrasi berasal dari dua kata  dalam bahasa Yunani yaitu Demos dan Kratos. Demos bermakna rakyat dan Kratos bermakna pemerintahan atau kekusasaan. Sehingga dapat disimpulkan demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat. Rakyat atau warga negara yang menganut pemerintahan demokrasi memiliki kebebasan dan persamaan hak untuk mengungkapkan pendapat. Seperti konsep yang utarakan Abraham Lincoln, yaitu sistem pemerintahan yang diproses dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Nilai-nilai yang harus diamalkan dalam kehidupan untuk terciptanya demokrasi yang ideal diantaranya adalah nilai toleransi, nilai kebebasan mengemukan pendapat, nilai percaya diri, nilai tanggungjawab, nilai kerjasama dan nilai-nilai lainnya. Apabila nilai-nilai ini dapat diimplementasikan dengan baik, demokrasi akan berjalan dengan seimbang. 

Minangkabau merupakan suatu etnis yang kaya akan budaya yang dimilikinya. Setiap budaya tentunya memiliki nilai-nilai yang dipercayai dan harus selalu dikembangkan kedepannya sebagai salah satu pedoman hidup masyarakat yang memilikinya. Budaya Minang dapat dikatakan sebagai salah satu kebudayaan besar yang menonjol di Nusantara yang menjunjung sifat Egaliter dan demokratis. Salah satu nilai demokrasi tertuang dalam falsafah hidup orang Minangkabau yang berbunyi “Nan buto paambuih lasuang, nan lumpuah maunyia rumah, nan pakak palapeh badia, nan cadiak lawan baraja” artinya orang buta peniup tungku memasak, orang lumpuh menghuni rumah, orang tuli melepas meriam, orang pintar teman diskusi. tidak ada yang tidak berguna dan tidak dihargai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Nilai demokrasi lainnya juga terdapat dalam tradisi masyarakat Minangkabau, yaitu dalam tradisi Alua Pasambahan. 

Alua pasambahan adalah cara yang ditempuh oleh masyarakat Minangkabau dalam membicarakan setiap acara yang akan dilakukan dalam masyarakat. Hal ini yang menjadi salah satu pembentuk karakter demokrasi dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Alua pasambahan berasal dari dua kata yakni alua yang artinya alur dan pasambahan yang berarti sanjungan kepada orang yang akan melakukan pasambahan. Alua pasambahan ini sering dilakukan pada acara pernikahan, kematian, pengangkatan penghulu, dan acara-acara formal adat lainnya. Tidak dapat dipungkiri pula, jika dilihat dari nilai positif yang dihadirkannya alua pasambahan ini dapat juga digunakan dimana saja dan oleh siapa saja. Adapun nilai-nilai demokrasi yang terdapat dalam alua pasambahan yang dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut.

Saling Menghargai Lawan Bicara.

Sering kita temukan dalam forum-forum terhormat, ruang-ruang rapat, ketika sedang bermusyawarah semua orang berbicara sekaligus, orang saling berebut dalam berbicara, saling potong memotong kata. Sehingga tidak jelas siapa yang sedang berbicara dan tidak tahu siapa yang akan didengarkan. Tidak jarang juga terjadi perdebatan panas terbawa emosi, saling lempar kursi, naik ke atas meja dan susah melerainya. Lebih memalukan lagi, fenomena ini sering terjadi pada orang-orang yang memiliki title yang disegani, yang seharusnya menjadi panutan bagi orang banyak. Alua pasambahan ini melatih orang untuk mendengarkan paparan apa yang disampaikan oleh lawan bicara dengan sabar dan penuh hormat. Hal ini terjadi karena petuah dari orang-orang tua di Minangkabau, kalau berbicara berganti-ganti, kalau makan bersama-sama. Pada alua pasambahan, sebelum lawan bicara selesai mengungkapkan perkataannya, tidak ada yang boleh potong-memotong kata, sekalipun lawan bicara telah selesai menyampaikan perundingan, sebelum menjawab akan dipastikan kembali apakah dia sudah selesai berbicara atau tidak. Sikap toleransi yang dihadirkan patut ditiru dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi ketika sedang bermusyawarah untuk mencegah terjadinya perselisihan karena tidak saling menghargai atau salah tangkap makna dari apa yang disampaikan lawan bicara.

Kerja Sama dan Mengasah Budi Memperhalus Perasaan

Tonggak keharmonisan untuk menjaga kerukunan dalam masyarakat dapat dilakukan dengan salah satunya menyenangkan hati orang, supaya kita dapat dihargai. Dalam perdebatan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari banyak kata-kata yang terlontar tidak pada tempatnya, sehingga memancing emosi lawan bicara lainnya. Pada dasarnya dalam alua pasambahan orang mempermainkan kata-kata dari sastra tinggi yang digubah menjadi sastra seni yang indah enak untuk didengar dalam berkomunikasi, sehingga bertemu kata mufakat antara kedua belah pihak. Alua pasambahan dalam prosesnya tidak pernah disampaikan dengan kata yang frontal atau menyampaikan maksud dengan langsung, untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan, orang yang melakukan pasambahan akan membuka dengan kiasan dan pepatah-petitih, tanya bertanya dengan sindiran, menimbang kata sebelum diungkapkan secara halus supaya orang tidak tersinggung dengan apa yang akan disampaikan. Sehingga terlihat kehalusan budi dari sesorang dalam berkomunikasi. Selain itu, nilai Kerjasama juga tercermin dalam alua pasambahan ini, kata atau maksud yang disampaikan oleh lawan bicara akan dirundingkan terlebih dahulu kepada orang yang datang sebelum diambil keputusan. Setelah semua sepakat, barulah kata dapat diputuskan.

Masih banyak nilai-nilai lainnya yang dapat kita pelajari dalam tradisi alua pasambahan dalam berdemokrasi di Indonesia supaya tercapai kata mufakat dalam mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Terutama pada nilai toleransi yang sangat vital keberadaanya di negara kita ini. seperti yang kita ketahui, Negara Indonesia adalah negara multikultur, beragam ras, agama, dan budaya yang menjadi kekayaan yang perlu kita jaga demi keutuhan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.



Penulis adalah Aulia Hidayat, lahir di Kota Batusangkar. Sedang menyelesaikan studi di Prodi Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS