By : Diana Anjellia, Universitas
Andalas
Pernahkah kamu mencoba restoran yang juga menjual makanan non-halal? Bagaimana sebaiknya kita sebagai orang Muslim bersikap?
عن ابى محمد الحسن بن على بن ابى طالب
سبط رسول الله صلى الله عليه وسلم وريحانته رضى الله عنهما قال حفظت من رسول الله صلى
الله عليه وسلم دع مايريبك الى مالا يريبك (رواه الترمذى والنسائ وقال الترمذى حديث
حسن صحيح)
Artinya: Dari Muhammad yaitu Hasan bin Ali bin Abu Thalib cucu kesayangan Rasulullah
SAW, beliau berkata: Aku telah hafal (suatu hadits) dari Rasulullah SAW:
Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu dan (beralihlah) kepada sesuatu yang
tidak meragukan kamu. (HR. Tirmizi dan Nasa’i).
Makanan dan minuman tercatat
sebagai salah satu bisnis dengan potensi yang akan terus meningkat, dikarenakan
makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok umat manusia. Salah satu usaha
yang sedang berkembang saat ini adalah restoran. Restoran merupakan tempat
menyajikan hidangan kepada tamu dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan
tersebut dan menetapkan harga terhadap hidangan tersebut. Terdapat beberapa
tipe restoran yaitu, restoran yang menghidangkan makanan dengan bahan halal dan
restoran yang menghidangkan makanan dengan bahan non-halal. Makanan halal
merupakan makanan dengan bahan yang digunakan halal.
Saat ini, persoalan halal haram
tidaklah sederhana seperti masa lalu ketika manusia memenuhi kebutuhan makan
dan minumnya langsung mengambil dari alam. Yang halal jelas, demikian pula yang
haram. Saat ini berbagai produk olahan jadi maupun setengah jadi, yang mengolah
belum tentu berkomitmen mengolah yang sudah jelas halalnya. Muncullah peluang
tercampur antara yang halal dengan yang haram atau najis. Fenomena masakan
campur menjadi persoalan tersendiri saat makan di restoran. Masakan campur ada
dua kemungkinan. Pertama, memang benar-benar dimasak secara bersama-sama antara
bahan halal dengan bahan yang diharamkan. Kedua, bisa jadi dimasak tidak
bersama-sama, namun diproses dengan menggunakan peralatan yang sama antara yang
halal dan yang haram serta yang suci dengan yang najis. Khususnya yang
mengandung bahan dari babi tanpa proses pencucian yang memenuhi syarat.
Pengetahuan restoran yang memiliki
hidangan halal dan non-halal saat ini masih kurang, karena menganggap makanan
halal itu hanya dari bahannya saja. Terdapat beberapa faktor yang membuat
makanan halal menjadi non-halal seperti, dicampurkannya bahan red wine vinegar, red wine dan white wine. Perlu
diketahui, bahan non halal tidak hanya babi dan turunannya saja. Tapi bisa juga
hewan yang dihalalkan tapi cara penyembelihannya tidak memenuhi kaidah halal.
Misal, restoran tersebut menyajikan ayam teriyaki, daging ayam yang digunakan
ternyata tidak memiliki sertifikat halal. Di sini letak titik kritisnya. Daging
ayam tersebut harus didapatkan dari ayam yang disembelih dengan kaidah halal.
Atau bisa jadi proses memasaknya menggunakan wine, angciu, atau produk khamr
lainnya. Ini jelas tidak boleh dikonsumsi jika mensyaratkan makanan halal.
Dan juga apabila restoran tersebut
menyajikan babi serta makanan non-halal lainnya maka perlu kita pikirkan juga
ke-sterilan alat masak ataupun alat makannya, sebab apabila dimasak dalam satu
alat masakan yang sama tentulah makanan halal tersebut menjadi tidak halal
lagi. Status hukum dari makan di restoran yang menjual babi harus
diperinci. Apabila proses penyimpanan dan pengolahan makanan bercampur
dengan daging babi maka hukumnya haram karena sudah bercampur dengan daging
babi yang dihukumi najis. Hal ini penting untuk diketahui seorang Muslim yang
hanya berfikir haram hanya sebatas bahan makananannya saja.
Jadi, apabila terdapat restoran
yang menjual makanan halal tetapi juga menjual makanan non-halal maka kita
haruslah mawas diri untuk tidak makan
disitu, sebab titik kritis yang perlu diperhatikan bukan hanya bahan
makanannya, tetapi juga alat masak sampai alat makan yang diperkirakan juga
terkena makanan non-halal tersebut.
0 Comments