Ticker

6/recent/ticker-posts

Usaha Komersial Di Tanah Ulayat Komunal BAM Bisa Ditagih Patigan ?

 


Usaha Komersial Di Tanah Ulayat Komunal BAM Bisa Ditagih Patigan ? 


oleh: Obral Chaniago (bag-1)


Tatanan Hukum Adat Budaya Alam Minangkabau (BAM) yang diwarisi turun temurun bagi generasinya merupakan pengayaan bagi etnik dan kultur dari budaya BAM. 


Kerja keras para ninikmamak atau sejenisnya telah menjadi warisan budaya dari para pendahulu. 


Sebelum kemerdekaan RI, kolonial/penjajah tetap mengikuti tatanan Hukum Adat BAM. 

Namun, setelah kemerdekaan Tatanan Hukum Adat BAM menjadi alat bagi pemerintah. 

Sehingga di dalam Tatanan Hukum Adat BAM yang terpelihara adalah Hukum Adat yang tersirat lebih banyak diwarisi. Seperti aturan Hukum Adat BAM tentang Hukum adat-Tanah pusako tinggi yang dibuktikan dengan ranji kaum/yang diwarisi oleh keponakan, dan Tanah pusako Randah yang dibuktikan dengan surat-menyurat/yang diwarisi oleh anak. 

Dan, tanah ulayat komunal yang diwarisi oleh semua kesukuan anak dan keponakan dari seluruh kesukuan etnik dan kultur BAM yang ada di satu kenagarian serta beberapa kenagarian yang ada dengan masing masing pucuk pimpinan adatnya adalah Ketua Kerapatan Nagari (KAN). 


Nah, Tanah ulayat komunal inilah yang masih 'kabur' aturannya, tetapi pemerintah menyebutkan bahwa yang diduga sebagai Tanah ulayat komunal menurut Hukum adat BAM, pemerintah menyebutnya sebagai Tanah negara ? 


Jika diamati, sebenarnya pemerintah/investor perkebunan yang memakai Tanah ulayat komunal ini telah mengakuinya sebagai Tanah ulayat komunal/sebagai buktinya, "seluruh/pengurus KAN yang bersentuhan dengan lokasi Tanah ulayat komunal telah dibayarkan Patigannya oleh perusahaan komersial. Melalui para pemangku kebijakan pemerintah Adat BAM yakni KAN pada setiap kenagarian terkait. 

Tetapi para pucuk pimpinan Adat inilah yang di duga mengaburkan fakta sejarah Tatanan Hukum Adat tentang Tanah Ulayat Komunal/karena hasil uang yang diperoleh dari Tanah Ulayat Komunal tidak disetorkan kepada Lumbung Pitih Nagari (LPN) inilah/sebagai wadah administrasi keuangan Tatanan Hukum Adat BAM dari sumber seluruh penerimaan Patigan, baik sumber Patigan yang berasal atas permukaan tanah, permukaan air laut, sungai, danau, payau, talao/dengan pesan adat-ka rimbo ba bungo kayu, ka sungai ba bungo pasie jo ikan larangan atau sejenisnya. 

Serta naik batang ba buah bungo cindawan/maksudnya/dari sumber Patigan-pengambilan kayu aritan, rotan/manau, damar, menyan, getah pohon bukan tanaman perkebunan atau perladangan. 

Dan, sumber penerimaan Patigan dari Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung didalam Tanah/perut bumi segala jenis logam, batuan dan non batuan, serta Tanah yang ber pengangkutan/galian c. 

Sumber bahan mentah minyak bumi, gas, arang/batu bara, logam mulia/turunan sejenisnya emas, tembaga, boutsit, timah, belereng, barus, andesit, serta bahan usaha komersial lainnya berdampak positif kepada penerimaan Patigan. 


Tanah yang bernilai Patigan yang dapat diambilkan secara langsung melalui sistim Hukum adat BAM yang sah-adat diisi Limbago dituang/berdasarkan falsafah BAM (dimano bumi di pijak di situ langik di jujuang), masuk ka kandang kambiang mambebek-masuak ka kandang harimau mangaum. Termasuk penerimaan Patigan gelar Adat Sang sako, gelar sako, gelar pusako (sebagai gelar untuk duduk samo Randah-tagak samo tinggi, nan saciok bak ayam nan sadanciang nan bak basi)-konotasinya/apa bila salah satu gelar diberikan/dimintakan/dipinjamkan/digunakan/oleh satu tujuan yang sama dengan ciri etnik dan kultur yang sama. 

Inilah juga termasuk dari penerimaan sumber Patigan yang 'wajib' ditegaskan secara hukum Adat BAM yang diwarisi, "Adat diisi Limbago dituang/maka penyetoran hasil Patigannya kepada LPN-KAN. (bersambung).

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS