Ticker

6/recent/ticker-posts

Purifikasi Teologi Islam Pada Gerakan Padri di Minangkabau Pada Paham Reinkarnasi

oleh : Zaulbaidah
Mahasiswa universitas Andalas Padang fakultas sastra Minangkabau 


Purifikasi merupakan upaya untuk memurnikan kepercayaan dan ibadah masyarakat dari luar, seperti kepercayaan adat dan tradisi masyarakat lokal yang terdahulu. Sebelum islam datang dan lalu berkembang, masyarakat bnyak mempercayai animisme dan dinamisme yaitu kepercayaan kepada benda-benda dan roh-roh leluhur. 


a. Keadaan Minangkabau Sebelum Islam Datang 

Menurut sejarahnya, masyarakat sangat menaati aturan-aturan adat. Masyarakat Minang tidak begitu meyakini atau terpengaruh dengan kepercayaan agama Hindu- Budha. Sebagai contohnya mereka membuat dan menyusun adat pemerintahannya menjadi dua suku yang berlembaga yaitu suku Bodi Caniago dan suku Piliang. Sebelum Islam datang dan berkembang di Minangkabau, Adat banyak dipahami oleh pemahaman animisme dan dinamisme. Karenanya alam menjadi acuan yang penting dan menyebabkan ketergantungan kepadanya. Dengan demikian terciptalah budaya/kultur masyarakat yang memuja alam karena takut akan kemurkaan sekaligus meminta perlindungannya. Alam mempunyai kekuatan gaib dan roh dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itu, budaya sesajian ke tempat-tempat yang dianggap keramat (sakti) serta pemujaan kepada benda-benda merupakan kultur masyarakat yang meningkat menjadi keyakinan. Sehubungan dengan masuknya agama Hindu dan Budha ke Minangkabau, maka adat dan budaya masyarakat bercampur dengan kepercayaan agama tersebut. Hal ini terlihat dalam aplikasinya seperti kepercayaan reinkarnasi, keharusan membakar kemenyan sebelum berdo’a untuk memanggil arwah-arwah dan bertapa ke tempat-tempat kiramat.  Alam takambang manjadi guru yang berarti dari alam mereka mengambil pelajaran adalah bentuk cerminan bahwa masyarakat minangkabau menjadikan alam sebagai acuan. Landasan pembentukan sistem adat termasuk etika adalah alue jo patuik (alur dan patut) serta raso jo pareso (rasa dan periksa) sangat dominan, sehingga adat dan etika menyatu dalam individu atau anggota masyarakat.(Zulfis, Kajian Islam, Vol. XI. No.2, 2001)


b. Keadaan Minangkabau ketika Islam datang

Pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi Minangkabau di Islamkan oleh para pedangang-pedagang Muslim yang datang dari Malaka menelusuri Sungai Kampar(Mulyana, 1963:261). Disini para pedagang datang sebagai juru dakwah, menyiarkan ajaran agama Allah. Islam membawa pembaharuan kepada adat dan agama. Disini agama islam  tidak menghapuskan adat malahan tambah memperkokoh dan menyempurnakan adat itu sendiri.

Hamka (1982:15) Walaupun terjadi konflik bahkan berlanjut dalam bentuk peperangan (Perang Paderi) antara radikalisme dari kelompok Paderi yang dikenal dengan kelompok “Harimau Nan Salapan” (Harimau yang delapan)2 dengan kalangan kaum adat, namun integrasi antara adat dan agama Islam tetap berjalan. Sebagai contoh, dahulu sebelum Islam masuk ke Minangkabau. Dalam adat telah dibuat peraturan tentang “kematian”. Kalau seseorang anggota masyarakat meninggal dunia perlu dikuburkan dengan segera pada tempat yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok. Dalam aturan adat dinyatakan “hidup mempunyai tempat, mati berpusara dan berkubur, kuburan hidup di rumah tangga, kuburan mati di tengah padang, sakik ditengok, mati dijenguk”. Tetapi adat Minangkabau belum mengenal aturan penyelenggaraan jenazah menurut Islam, seperti si mayat wajib dimandikan, dikafani, disembahyangkan. Barulah setelah agama Islam dianut, aturan kematian ini disempurnakan oleh agama Islam sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. (Hakimi, 1978:23)


c. Dampak perang padri pada agama

Perang padri  terjadi karena adanya perselisihan paham antara ajaran agama (kaum padri) dengan kaum adat. Konflik bermula ketika kelompok agama ingin mengubah kepercayaan dan kebiasaan buruk  yang dinilai menyimpang pada masyarakat adat. Karena diketahui kebiasaan kaum adat yang suka menyambung ayam, judi, pemabuk, serta menggunakan hukum tarekat dalam membagi warisan. Maka meletuslah perang padri pada dari tahun  1803 dan puncaknya pada tahun 1815. Kaum adat di pimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah sedangkan  kaum padri dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh, tuanku Pasaman, Tuanku Rao, Tuankku Tambusai, Tuanku Lintau, Tuanku Mansiangan, Tuanku Pandai Sikek,dan Tuanku Barumun atau yang paling sering kita dengar dengan sebutan Harimau nan Salapan.

Perang padri berlangsung selama 20 tahun (1803-1821) dengan korban yang tidak sedikit. Baik dari kaum adat maupun dari kaum padri sama-sama menyisihkan nyawa.

Di tanggal 15 november 1825 terdapat perjanjian Masang yaitu periode gencatan senjata yang  disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pihak Adat dan puhak padre dimana perjanjian masang ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Sehingga tuanku Imam Bonjol mempunyai kesempatan untuk mencoba memulihkan kekuatan dan merangkul kembali kaum adat. Sehingga lahirlah sebuah kesepakatan yang dikenal dengan nama ”Plakat Puncak Pato” di Bukit Marapalam, kabupaten Tanah Datar. Kesepakatan ini membuahkan hasil “Adat Basandi syarak, Syarak Basandi Kitabullah” dimana adat Minangkabau berlandaskan Kitabullah (Al-Quran) dan menjadi puncak revolusi islam dalam adat Minangkabau.

Dampak Perang Padri sangatlah besar dan Hikmat, bagi pendudduk setempat. Akhirnya lahirlah persatuan para pemimpin Tradisional dan Agama. Sehingga terciptanya purifikasi gerakan Islam pada perang Padri. Budaya jelek seperti hukum tarekat,perjudian, mabuk-mabukan  yang di anut oleh kaum adat tadi sudah mulai di hilangkan dan kepercayaan- kepercayaan tentang animisme dan dinamisme tentang Kepercayaan Reinkarnasi tidak di percaya lagi. Maka terciptalah panji-panji penegak Islam yang kokoh sehingga banyak kita lihat banyaknya ulama-ulama berdarah Minang yang terlahir.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS