Ticker

6/recent/ticker-posts

”Naskah Yama Purwana Tattwa dan Naskah Usadha Sawah: Sumber Upacara Ngaben Tikus di Tabanam, Bali”

 


Oleh : Putri Marselina

Mahasiswi Jurusan Sastra Minangkabau, Universitas Andalas.


Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Negara Indonesia, yang lebih tepatnya terletak di bagian utara Indonesia, dengam memiliki luas wilayah sebesar 5.780, 06 km2. Wisata yang ada di daerah Bali sangat amat terkenal bahkan sudah terkenal hingga ke mancanegara, tidak jarang berbagai wisatawan dari mancanegara ketika berkunjung ke Indonesia sudah dipastikan bali menjadi salah satu list daerah yang wajib untuk dikunjungi, terutama karena keindahan pantainya yang eksotis dan kebudayaan yang unik. Ibu kota provinsi Bali adalah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau Bali. Masyarakat Bali mayoritas beragama Hindu tetapi walaupun mayoritas masyarakat bali yang beragama hindu, toleransi yang ada di masyarakat Bali sangatlah tinggi, mereka sangat meghormati agama lain yang ada di daerahnya seperti agama Islam, Budha, Kristen dll. Budaya Bali memiliki kepercayaan dan tradisi yang kuat, seperti upacara keagamaan, tari-tarian, dan seni ukir. Kepercayaan terhadap berbagai upacara di Bali sangatlah kental dan kuat, mereka sangat menjunjung tinggi berbagai upacara adat yang sudah lama ada di daerahnya, bahkan setiap upacara adat yang dilaksanakan di daerah Bali ini pasti sangat ramai dan sangat banyk orang yang mengikuti rangkaian kegiatan yang tersusun dalam upacara/kepercayaan adat yang ada di daerahnya. Dalam upacara-upacara yang ada di Bali salah satu upacaranya yang sangat terkenal adalah upacara Ngaben, Upacara Ngaben adalah salah satu upacara keagamaan penting di Bali yang dilakukan untuk menghormati orang yang telah meninggal dunia. Upacara adat ini dianggap dan dipercayai sebagai upacara keberangkatan roh ke alam baka atau kehidupan setelah kematian. Upacara ini dilakukan oleh masyarakat Bali yang beragama Hindu. Mereka mempercayai bahwa setiap sebagai momen penting bagi keluarga mereka serta dianggap sebagai perpisahan terakhir untuk sang keluarga yang telah meninggal tersebut dan masyarakat Bali untuk menghormati orang yang telah meninggal dunia serta untuk mempersiapkan keberangkatan roh ke alam baka. Pada setiap proses pelaksanaan upacara ini masyarakat Bali meyakini bahwa roh yang telah mati itu akan kembali ke alam yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan upacara ini juga dianggap sebagai wujud penghormatan terakhir bagi orang yang telah meninggal dunia. Dalam hal lain upacara ini juga dapat dipergunakan juga untuk menjadi momen/suasana yang dapat mempererat hubungan antara keluarga dan masyarakat Bali serta sebagai ajang untuk melestarikan budaya dan tradisi Bali yang sudah ada sejak dahulu dan selalu diwariskan secara turun-temurun karena kaya akan nilai-nilai keagamaan. 


Jika dilihat lebih dalam hal yang terdapat dalam Naskah Yama Purwana Tattwa dan Naskah Usadha Sawah bukan lagi membahas mengenai perihal upacara Ngaben yang dilakukan kepada seseorang yang telah mati dalam artian upacara yang dilakukan kepada manusia, tetapi dalam naskah ini membahas mengenai upacara ngaben yang dilakukan kepada hewan berupa tikus yang lazim disebut sebagai Upacara Ngaben Tikus. Ngaben Tikus adalah salah satu tradisi unik atau dapat dibilang sebagai upacara adat yang akan sering dan menjadi sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Bali untuk memberikan penghormatan kepada para nenek moyang mereka. Upacara ini terjadi setiap tahun dan dianggap sebagai salah satu upacara penting dalam kebudayaan Bali. Upacara ini akan dilakukan ketika tikus yang dianggap sudah sangat merusak hama dan merugikan banyak petani maka dari itu ketika itu sudah merasa mengganggu dan merugikan banyak masyarakat Bali barulah Upacara Ngaben Tikus ini akan segera dilakukan. Ngaben Tikus, seperti namanya, melibatkan pemakaman seekor tikus yang telah dibuat dari anyaman daun kelapa. Dalam proses pelaksanaan Ngaben Tikus ini, tikus akan diarak dalam sebuah prosesi menuju tempat pemakaman. Para pengiring upacara akan membawa sebuah lambang yang berupa bendera serta berbagai macam alat musik tradisional untuk pengiringan upacaranya, sementara para anggota keluarga yang ladang atau sawahnya menjadi sasaran rusak akibat tikus yang menjadi hamanya akan mengenakan sebuah pakaian yang dikhususkan untuk proses mengikuti upacara tersebut. Ketika proses ini dilakukan maka akan dilakukan mirip dengan proses upacara ngaben yang dilaksanakan untuk seseorang yang telah mati tetapi perbedaannya upacara ini dilakukan di pinggir laut untuk dibakar. Dan ketika ini maka tikus tersebut akan dibungkus dengan duri-duri belatung yang dibuang ke tengah lautan. Upacara Ngaben Tikus dapat dianggap sebagai sebuah simbolisasi dari pentingnya menghormati leluhur dalam kebudayaan Bali. Selain itu, upacara ini juga menjadi salah satu bentuk penghormatan terhadap makhluk hidup, karena dalam tradisi Bali, tikus dianggap sebagai makhluk yang memiliki hubungan khusus dengan manusia karena sering ditemukan disekitar rumah atau ladang-ladang. 

Dalam Naskah Lontar Yama Purwana Tattwa membahas sesuatu yang berfungsi untuk memberikan suatu petunjuk bagaimana cara melakukan upacara kematian yang dalam proses pelaksanaannya tidak lepas dari etika (ritual), taqwa, dan upacara. Sukada (2001:1, 2) mengatakan bahwa Ngaben Tikus berdasarkan naskah ini membahas tentang upacara tikus, bahwa ketika tikus merajalelas jika tidak diupacarai akan menjadi hama yang dapat memakan tumbuh-tumbuhan dan segalanya termasuk pad gaganya orang.  Sedangkan perbedaannya terdapat dalam naskah yang lainnya yaitu Naskah Lontar Usadha Sawah  dimana naskah ini berisi tentang penjelasan pengobatan terhadap gangguan hama baik yang disebabkan/ditimbulkan oleh tikus, walang sangit atau semacam binatang pengganggu lainnya yang terjadi di persawahan milik warga sekitar dan hama tersebut disebabkan oleh tikus yang dapat merusak sawah atau ladang milik petani, serta naskah ini juga akan berfungsi terhadap bagaimana pengobatan tikus. Setelah itu akan diadakan suatu proses bernama Mreta Merana yaitu pesiapan untuk menguliti tikus dengan memiliki 5 warna yang berbeda dan campuran 4 warna lainnya pada 1 tikus diisi duri belatung gada pada sekujur kulitnya dan isinya dibuang pada persawahan. Selanjutnya di aben/dibakar di pinggir pantai, setelah ngaben dilakukan abunya dibuangke pantai dan di panggil rohnya untuk upacara ngroras, dengan pertimbangan bahwa segala hama datangnya dari laut dan dikembalikan ke laut. Temuan pada artikel ini yaitu setelah dilakukan penelitian, analisis pada upacara tersebut maka banyak ditemukan cirri-ciri tikus yang sering ditemukan di lingkungan persawahan seperti : 


1. Tikus sawah, tikusyang menyukai hidup di tempat yang berair dan bersarang untuk membuat liang di pematang sawah.


2. Tikus ladang, tikus penghuni bangun-bangunan, kebun, padang rumput, tanaman kelapa, hingga sawah


3. Tikus pohon, tikus yang terdapat di lahan kebun, hutan dan semak-semak. 


4. Tikus rumah, penghuni seitar rumah dan memakan sisa makanan hingga dapat menyerang hasil tanaman dan tikus ini dapat menyerang area persawahan ketika sisa-sisa makanan disekitar perumahan tersebut telah habis.


5. Tikus wirok, tikus yang memakan padi, biji-bijian, akar, siput, dan kadal, dan berukuran yang biasanya memiliki bobot tubuh lebih dari 500 gram. 


Selain itu ditemukan juga cara-cara untuk mengusir hama tikus dengan berlandaskan naskah yang berfungsi memberi tau cara pengusiran hama serta pengobatan hama pada persawahan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa upacara Ngaben Tikus yang bersumberkan pada kedua naskah itu dengan harapan agar terwujudnya kseimbangan kehidupan di dunia maupun akhirat bagi semua makhluk hidup.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS