Ticker

6/recent/ticker-posts

Tanah Ulayat Komunal Minangkabau Sumber Kekayaan Etnik dan Kultur

 

 


Obral Chaniago


Menurut Hukum Adat Budaya Alam Minangkabau (BAM) Tanah Ulayat Komunal sumber kekayaan etnik dan kultur. 


Kenapa demikian ? 


Karena Tanah Ulayat Komunal adalah tanah yang diwarisi oleh generasi berikutnya dari peninggalan ninik mamak dan bundo kanduang sebagai tanah leluhur etnik dan kultur BAM dari semua kesukuan anak dan keponakan Minangkabau yang tersebar di negeri bundo kanduang dengan falsafah budaya Adat Basandi Syarak-Basandi Kitabullah (ABS-SBK). 


Mau Tau Berapa Luas Tanah Ulayat Komunal Minangkabau ? 


Jika dihitung secara jujur baik Tanah Ulayat Komunal Minangkabau yang telah terpakai oleh usaha komersial yang diperuntukkan buat usaha perkebunan besar, menengah, sedang, dan kecil melalui Hak Guna Usaha (HGU) serta yang masih belum terpakai untuk usaha komersial yang tersebar di daerah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat (Sumbar) mendekati jutaan hektar luasnya. 


Nah, inilah yang dikatakan dalam Hukum Adat BAM Tanah Ulayat Komunal sebagai sumber kekayaan bagi etnik dan kultur anak dan keponakan dengan garis keturunan menganut sistim garis ibu atau matrilinial. 


Terkait dalam penegasan Hukum Adat BAM tentang sumber kekayaan etnik dan kultur dari kebudayaan ini yang bersipat dari kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dan non SDA adalah, rimbo (hutan) berbunga (berpenghasilan/penerimaan/berpatigan-minang-red) kayu, sungai berpatigan pasir dan ikan larangan. Inilah dua jenis objek contohnya sumber kekayaan yang bisa menjadi sumber kekayaan etnik dan kultur dalam Hukum Adat BAM. 


Nah, sedangkan tanah harus pula berpatigan tanah atau boleh saja Patigan tanah ditukar dengan Tanah berpatigan hibah dari lokasi penggunaan HGU. 

Artinya, adalah usaha komersial yang telah menggunakan Tanah Ulayat Komunal dalam bentuk HGU bisa diganti dengan Patigan Tanah dengan Uang Hibah jika persetujuan dari pimpinan Adat di negeri etnik dan kultur terkait menurut Hukum Adat BAM tentang Hukum Tanah Adat ini. 


Setahu kita baru hanya satu buah perusahaan komersial yang telah memberikan/menghibahkan Patigan Tanah Ulayat Komunal dari PT. Rajawali beberapa tahun yang lalu, dan sampai sekarang total jumlah uang hibah dari PT. Rajawali ini yang sedang tersimpan di Bank Nagari/Bank BPD Sumbar modal awal plus bunga telah mencapai sebanyak Rp 80 miliar lebih sampai sekarang. 

Hasil uang hibah dari PT. Rajawali ini adalah berkat kiprah atau perjuangan dari Kepala Daerah/Gubernur Sumbar terdahulu bersama ninik mamak dan bundo kandung dari sebelumnya. 


Nah, ini baru satu perusahaan komersial yang telah mau memberikan/yang membayarkan uang hibah sebagai pengganti Tanah berpatigan Tanah dalam sistim Hukum Adat BAM. 


Apalagi, jika puluhan perusahaan komersial lainya yang telah menggunakan Tanah Ulayat Komunal melalui HGU maka kayalah etnik dan kultur Minangkabau yang bisa uang hibah tersebut untuk biaya pendidikan putra-putri anak dan keponakan di Sumbar. 

Artinya apa ? Ya, takkan ada putra-putri generasi muda di Sumbar yang berhenti/putus sekolah/kuliah karena tidak sanggup membayar uang biaya pendidikan yang sedang menimba ilmu pendidikan dari jenjang sekolah sampai pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. 


Nah, itu dia. 

Baru baru ini kita membaca kabar dari media publik ada ratusan anak dan keponakan kita yang bakal terancam putus/berhenti kuliah karena di duga tak sanggup membayar uang kuliah di satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Sumbar. 


Ini info sangat memeriskan. Sedangkan uang hibah dari PT. Rajawali itu dengan konsep hibah nya adalah buat penggunaan biaya pendidikan putra-putri di Sumbar dengan sasaran untuk beasiswa bagi yang mampu secara akademik tapi tak mampu secara ekonomi. 


Terkait ini ketika diperbincangkan dengan Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Barlius mensupport semua pihak guna membawa info ini di forum resmi buat menelurkan wacana dengan solusi tepat sasaran. 


Terkait ini juga menurut Barlius, walau pun uang hibah dari PT. Rajawali itu hanya digunakan adalah hasil/bunga simpanan dari perbankan dengan konsep penggunaan nilai kemanfaatan nya yang dapat digunakan untuk biaya pendidikan setara dengan Rp 5 miliar per tahunnya. 

Tapi, coba saja hitung apabila hampir mendekati puluhan perusahaan komersial yang telah menggunakan Tanah Ulayat Komunal mau membayarkan uang hibah sebagai pengganti Patigan Tanah Hukum Adat BAM-maka puluhan miliar dari bunga uang hibah yang tersimpan pada perbankan uangnya bisa digunakan untuk biaya pendidikan putra-putri berprestasi takkan ada yang putus atau berhenti kuliah, kata Barlius. 


Tonggak sejarah perusahaan komersial yang telah mau memberikan uang hibah perlu jadi perbandingan bagi Kepala Daerah atau Gubernur Sumbar yang sedang menjabat sekarang. 


Apalagi uang hibah dari PT. Rajawali tak lepas dari hasil perjuangan dari Gubernur Sumbar terdahulu. 


Kenapa tidak ? 


Sekaranglah saatnya ketika ratusan putra-putri di Sumbar yang menduduki bangku perkuliahan bakal terancam putus kuliah, maka inilah info yang sangat memiriskan. 

Ibaratnya, keberadaan putra dan putri atau anak dan keponakan dalam Hukum Adat BAM sedang terancam bakal berhenti kuliah akibat dari tak ada energi uang dari orangtuanya buat membayar uang semester semakin meningkat biaya kuliah di perguruan tinggi. 


Bak pepatah lama mengatakan, ayam bertelur diatas lumbung mati kelaparan dan itik berenang di talao mati kehausan. 

Negeri bundo kanduang kaya dengan sistim dan tatanan Hukum Adat BAM apabila Hukum Adat BAM profesional dalam menindaklanjutinya. 

Maka tersebutlah, Hukum Adat Kebudayaan sebagai sumber pengayaan bagi etnik dan kultur itu sendiri. 

Demikian sedikit penulisan ini tak sempurna karena ini milik dari penulis masih kekurangan ilmu dari penulisnya. 

Semoga bermanfaat, dan tak terabaikan. 

Demikian, salam.(Obral Chaniago/penulis adalah jurnalis.(*).

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS