Ticker

6/recent/ticker-posts

Sistem kekerabatan di Minangkabau

 


Sistem kekerabatan di Minangkabau

Oleh : Aisah 

Mahasiswa fakultas sastra universitas Andalas 


Sistem kekerabatan merupakan salah stau sistem yang berpengaruh dalam struktur sosial suatu masyarakat. Kekerabatan sebagai salah satu prinsip yang paling dasar untuk mengatur individu ke dalam hidup berkelompok sosial, peran, dan kategori. Hubungan sosial membentuk bagian rumit dari apa yang Murdock (1949:41) identifikasi sebagai perilaku timbal balik. Hubungan antar kerabat dan kegunaan sistem ini adalah untuk menjaga hubungan atau kerja sama dalam kehidupan sosial, ekonomi dan keluarga. Sistem keturunan dapat dibagi atas tiga macam hubungan yaitu, patrillineal, yang menghitung keturunan dari garis bapak, matrilineal yang menghitung dari garis ibu, dan bilateral yang menghitung keduanya. Dan juga sistem kekerabatan di daerah lainnya bisa berbeda-beda.

Minangkabau merupakan suku yang terdapat di Nusantara yang berpegang teguh pada adatnya. Adat istiadat Minangkabau memiliki ciri khas yang dapat dilihat dari garis keturunan yaitu sistem kekeluargaannya kepada ibu atau matrilineal. Matrilineal mempunyai asal kata dari matri berarti Ibu, sedangkan lineal berarti garis, jadi pengertian matrilineal adalah sistem kekerabatan yang mengikuti garis keturunan ditarik kepada garis ibu. Sistem kekerabatan yang sudah melekat sejak dahulu dan sudah hidup, tumbuh serta berkembang di Minangkabau. Nenek moyang orang Minangkabau sudah berketetapan hati untuk menghitung garis keturunan berdasarkan kepada ibu. Masyarakat di Sumatera Barat mayoritas penduduknya telah memeluk agama Islam dan termasuk suku Minangkabau yang menjadikan Islam sebagai agama yang wajib dipercayai. Selain itu, masyarakat pada suku Minangkabau juga menempatkan kedudukan seorang wanita menjadi istimewa. Hal demikian didukung dengan syariat Islam yang memposisikan kedudukan wanita atau ibu menjadi mulia dan dihormati.

Dalam Minangkabau yang menguasai harta pusaka adalah ibu dan yang mengikat tali kekeluargaan rumah gadang adalah hubungan dengan harta pusaka dan sako atau gelar. Wanita tertua di kaum dijuluki dengan limpapeh atau amban puruak yang mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum serta pembagian harta diatur olehnya, sedangkan laki-laki tertua di kaum dijuluki tunggani yang bertugas sebagai mamak kapalo warih atau yang bertugas untuk mengolah, memelihara dan menjaga harta milik kaum.

Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sistem kekerabatan ini sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di dalam masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal, yang berarti keturunan dihitung dari garis ibu. Dalam sistem kekerabatan Minangkabau, hubungan antara keluarga sangat erat dan penting, dan keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat. Keluarga di Minangkabau terdiri dari beberapa kelompok, antara lain keluarga inti atau keluarga suami istri, keluarga besar atau keluarga suami istri beserta orang tua dan saudara-saudaranya, dan keluarga adat atau keluarga yang memiliki tanggung jawab dalam adat dan budaya masyarakat. Dalam keluarga inti, suami tidak tinggal bersama istri di rumah mertua, melainkan harus membangun rumah sendiri untuk tinggal bersama istri dan anak-anaknya.

Kepemilikan rumah juga diwariskan dari ibu kepada anak perempuannya, sehingga suami tidak memiliki hak atas rumah tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran ibu dalam sistem kekerabatan Minangkabau. Selain itu, dalam sistem kekerabatan Minangkabau, terdapat istilah Mariyam yang berarti tumpangan hidup atau bantuan hidup. Konsep mariyam ini sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau. Misalnya, jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan, anggota keluarga yang lain akan membantu dengan memberikan mariyam. Mariyam ini bisa berupa uang, makanan, atau bantuan lainnya. Hubungan kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau juga sangat erat dengan sistem adat dan budaya. Ada beberapa adat dan budaya dalam masyarakat Minangkabau yang sangat erat kaitannya dengan hubungan kekerabatan, seperti adat “mambang adat” dan “surau”. Mambang adat adalah orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan adat dan tradisi dalam masyarakat. Mambang adat biasanya diwariskan dari ibu kepada anak perempuannya, dan peran mambang adat sangat penting dalam menjaga keharmonisan dan kesatuan masyarakat Minangkabau.

Sedangkan surau adalah tempat ibadah dan pusat kegiatan keagamaan di masyarakat Minangkabau. Surau juga menjadi tempat untuk belajar mengenai adat dan budaya Minangkabau. Dalam surau, terdapat peran “imam nan gadang” yang bertanggung jawab dalam mengajar dan memimpin kegiatan keagamaan di surau. Imamat nan gadang biasanya diwariskan dari ibu kepada anak perempuannya, sehingga peran perempuan sangat penting dalam menjaga adat istiadat. Dalam surat al-Nisa’ ayat 22 dan 23 dijelaskan secara terperinci tentang wanita-wanita yang dilarang untuk dinikahi. Adapun larangan tersebut dikarenakan adanya hubungan nasab, karena hubungan persusuan dan adanya hubungan perkawinan. Oleh karena itu, bentuk larangan perkawinan paralel counsins menurut hukum adat Minangkabau yang matrilineal maupun bentuk larangan cross counsins dalam hukum adat Batak yang patrilineal ternyata bertolak belakang dengan konsep sistem kekeluargaan Islam yang terdapat dalam al-Qur'an surat al-Nisa’ ayat 23 dan 24. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa sistem kekeluargaan dalam Islam yang telah digariskan al-Qur’an adalah parental.

Penegasan yang lebih jelas dikemukakan oleh Nabi Muhammad yang menikahkan puteri beliau Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Di mana ayah Rasulullah adalah saudara kandung dengan ayah Ali bin Abi Thalib. Jika dipergunakan sistem menarik garis keturunan yang patrilineal maupun matrilineal, maka antara Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah dilarang menikah. Dengan demikian, Buya Hamka sendiri dalam tafsirnya tidak menyebutkan perkawinan sesuku dilarang atau diharamkan dalam Islam. Akan tetapi, hanya membahas terkait orang-orang yang mahram untuk dinikahi. Sedangkan Minangkabau sendiri menganut sistem matrilineal yang pola perkawinannya yaitu menikah tidak boleh dengan satu suku. Sehingga terlihat apakah antara adat Minangkabau dengan hukum islam bertentangan. Sedangkan adat Minangkabau sendiri sesuai dengan falsafahnya yaitu adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Menurut pendapat penulis sistem kekerabatan matrilineal yang dipakai di Minangkabau sangatlah unik. Jadi sistem kekerabatan matrilineal mengajarkan nilai-nilai kesetaraan dan menghormati perempuan sebagai pilar penting dalam kehidupan sosial dan budaya, sehingga menjadikan masyarakat Minangkabau sebagai masyarakat yang maju dan beradab.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS