Ticker

6/recent/ticker-posts

Sastri Bakry: Tujuh Rekomendasi Dihasilkan IMLF

 



Baso, International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang digelar hampir seminggu di Baso Kabupaten Agam mengeluarkan Tujuh Resolusi IMLF. Resolusi tersebut merupakan Rekomendasi Seminar Internasional

International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang menuangkannya pada  tujuh point yang berkaitan dengan literasi Minangkabau.

Demikian diungkapkan Ketua Panitia IMLF Sastri Bakry, Senin (27/2/2023) malam di Baso, usai pelepasan delegasi dari berbagai Negara yang mengikuti kegiatan IMLF yang digelar di PPSDM Kemendagri Regional Bukittinggi, Baso Kabupaten Agam, Sumatera Barat-Indonesia, 22-27 Februari 2023. Dikatakan, Sastri, rekomendasi tersebut dibacakan Wakil Ketua IMLF Hasanuddin pada malam penutupan IMLF, Minggu (26/2) dihadapan delegasi dan pengunjung yang hadir. 

Berikut ini resolusi yang disampaikan Hasanuddin.

Bissmillahi ar Rahmani ar Rahiim

Assalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Dengan senantiasa mengharap ridho dan barokah dari Allah Subhanahu wa taala, Panitia Penyelenggara beserta Pembicara dan Peserta International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) dengan tema “Membangun Sinergi dalam Mengembangkan Kompetensi Sosio-Kultural Berbasis Literasi di Era Globalisasi, dengan ini mendeklarasikan RESOLUSI sebagai berikut. 

1. LITERASI adalah proses kecendikiaan atau kecerdasan melalui aktifitas reseptif (menyimak; membaca; memirsa) dan produktif (berbicara; mempresentasikan; dan menulis). Literasi mengarahkan kepada enam kecakapan memahami (Wiggins and Tighe, 2005), yakni: menjelaskan, menginterpretasi, mengembangkan perspektif, mengenali diri, berempati, dan mengaplikasi. Lebih jauh, literasi adalah kompetensi dengan tiga dimensi minimal, yakni: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude), yang menuntun seseorang untuk hidup harmoni dengan alam, harmoni dengan sesam manusia (harmoni sosio kultural), dan harmoni dengan Allah Subhanahu wa Taala (harmoni spiritual). Kompetensi tersebut mengantarkan seseorang menjadi sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat. Adalah tepat bila dinyatakan bahwa literasi adalah kecerdasan dan kesejahteraan. Oleh sebab itu, LITERASI mesti dijadikan sebuah GERAKAN BERSAMA, yang melibatkan komunitas pegiat literasi, pemerintah, swasta, dan masyarakat. 


2. Filosofi budaya LITERASI Minangkabau adalah alam takambang jadi guru, yang menjadi pondasi esensial kecakapan literasi untuk mampu memahami teks-teks nan tasurek (kecakapan semantik/ pareso/ rasional/ intellectual quotient), nan tasirek (kecakapan simbolik atau semiotic/ raso/ emotional quotient), dan nan tasuruak atau nan tasyarak (kecakapan spiritual/ spiritual quotient), namun telah semakin surut. Padahal, literasi budaya Minangkabau yang dilandasi oleh filosofi di atas relatif universal dan relevan secara historis-kontekstual, baik dalam dimensi sastra dan seni, maupun diplomasi, politik, birokrasi, demokrasi, adaptasi dan relasi multikultural. Oleh sebab itu, perlu sinergitas kolaboratif semua pemangku kepentingan untuk melakukan gerakan revitalisasi melalui penguatan literasi budaya luhur tersebut.


3. Sejarah LITERASI Minangkabau sebagaimana jejaknya ditemukan pada naskah-naskah kuno dan karya-karya literal lainnya, baik lisan maupun tulisan, dalam bentuk fiksi (sastra, seni, film) dan non fiksi (jurnalistik, akademik, dan diplomatik) telah ditandai sebagai jejak kecemerlangan yang mencerdaskan dalam penggalangan kebangkitan nasional demi pembentukan bangsa dan negara yang multikultural atau bhineka tunggal ika. Namun, lima puluh tahun terakhir kecendikiaan itu menunjukkan fenomena surut dan makin surut. Untuk itu, gerakan literasi Bahasa, Sastra, dan Budaya Minangkabau patut dibangkitkan kembali melalui program pemajuan (perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan) demi menumbuhkan kecerdasan dan kesejahteraan generasi masa datang dalam kehidupan glonal yang makin kompetitif dan menantang.


4. Bahasa Minangkabau adalah salah satu Bahasa Daerah yang banyak menyumbang bagi terbentuknya lingua franca yang mengkristal menjadi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Indonesia. Namun, saat ini Bahasa Minangkabau sangat terancam (seriously endangered languages), bahasa dengan jumlah penutur yang masih banyak tetapi anak-anak mereka sudah tidak menggunakan bahasa itu. Eksistensi Bahasa Minangkabau mungkin ada di antara 154 bahasa yang harus mendapatkan perhatian, atau malah di antara 139 bahasa yang terancam punah dari 640 Bahasa Daerah di Indonesia. Jika dibiarkan, Bahasa Minangkabau bisa mengalami nasib seperti 15 bahasa daerah yang benar-benar telah mati sebagaimana diidentifikasi oleh UNESCO (2001). Salah satu penyebab adalah karena Bahasa Minangkabau sebagai bahasa daerah belum pernah diajarkan di sekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi (kecuali satu-satunya di Program Studi Bahasa dan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas sejak 1985). Maka, Bahasa Minangkabau perlu direvitalisasi dengan langkah-langkah re-konstruksi, re-fungsionalisasi, dan re-edukasi dalam segala bidang, dimensi, dan sektor kehidupan masyarakat sebagai media utama LITERASI lokal Minangkabau.


5. Produksi sastra (dalam seluruh genre, berwujud lisan, tulisan, visual, audio visual), seni (suara, musik, lukis, grafis, pertunjukan, arsitektur, orasi, dan kulineri), dan representasi kecendikiaan budaya lainnya adalah kompleks produk LITERASI yang unik dan eksotik. Fenomena produk literasi budaya itu di Minangkabau juga sebagian surut dan makin surut, yang ditandai oleh makin berkurangnya pelaku bersama karya-karyanya. Penyebabnya adalah lemahnya dukungan, perhatian, kecintaan, kesadaran identitas, dan finansial bagi pelakunya untuk berproduksi. Oleh sebab itu, diperlukan gerakan kreatif, inovatif, dan produktif, sekaligus peningkatan apresiasi demi pemajuan finansial LITERASI sastra, seni, dan representasi budaya lainnya itu.


6. LITERASI adalah kunci keunggulan Sumber Daya Manusia. Sebab, kecakapan literasi adalah bagian integral dari pendidikan, pendidikan adalah proses pembetukan karakter, yang mengasah kapasitas diri peserta didik dengan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) agar memiliki daya kompetitif yang tinggi untuk kemandirian bangsa. Oleh sebab itu, tiga pilar pendidikan, yakni sekolah/ pemerintah, keluarga, dan masyarakat perlu bersinergi dalam melahirkan SDM yang unggul tersebut. Berbagai potensi sumber daya literasi, seperti: cerita tradisional anak, aneka permainan, ajaran moral, berbagai praktik baik politik, kepemimpinan, diplomasi, perdagangan, perjuangan, perantauan, dan lainnya perlu diproduksi dengan konten yang selektif, melalui alih media dengan teknologi mutakhir, yang diarahkan kepada penguatan nilai-nilai positif (seperti religiousitas, penguatan identitas, peneguhan harga diri, kemandirian, demokrasi, toleransi, ketinggian budi, gotong royong, dan lainnya) dan menangkal nilai-nilai negatif (seperti keserakahan, korup, radikal, narkoba, LGBT, hoax, dan lainnya).  


7. Mengingat realitas faktual bahwa Indonesia dan Minangkabau ada dalam indeks literasi rendah (peringkat 62 dari 70 negara) yang paradox dengan fakta sebagai pengguna media sosial yang tinggi (191 juta pada 2022) yang rentan terhadap hoax dan kemunduran budaya, maka Gerakan LITERASI tidak boleh hanya bersifat seruan dan himbauan, tetapi dengan gerakan aksi konkrit yang terencana, terarah, dan terukur. Beberapa gerakan bersama antara komunitas literasi dengan pemerintah sebagai pemegang kuasa kebijakan dan seluruh pemangku kepentingan lainnya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.


a. Pendidikan literasi berbahasa Minangkabau sebagai mata pelajaran muatan lokal perlu diberikan sejak usia dini, mulai dari keluarga, jenjang PAUD, sekolah dasar dan menengah, serta perguruan tinggi. Oleh sebab itu, Gubernur/ Bupati/ Walikota cq. Dinas Pendidikan, UPT/ OPD terkait dan para Rektor/ Direktur perguruan tinggi, perlu mengeluarkan instrumen kebijakan, perangkat pembelajaran (kurikulum, CP, TP-ATP, modul), alat dan sumber belajar (buku teks, perangkat edukasi digital, lab, lapangan, dan lainya), serta struktur pembelajaran dan asesmen yang dapat mengukur tingkat capaian literasi peserta didik sesuai fase secara akurat.


b. Gubernur/ Bupati/ Walikota cq. Dinas Kebudayaan, UPT/ OPD terkait dan para Rektor/ Direktur perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya perlu menciptakan ekosistem pelestarian dan penyelamatan naskah kuno, seni sastra tradisional, tradisi lisan, dan bentuk representasi budaya local lainnya bersama industri kreatif yang relevan yang dapat menupang eksistensi finansial literasinya.


c. Gubernur/ Bupati/ Walikota cq. Dinas Perpustakaan dan Perbukuan, UPT/ OPD terkait dan para Rektor/ Direktur perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya, perlu menggiatkan produksi buku berbahasa Minangkabau dan distribusinya dengan mempertimbangkan konten dan sasaran pembaca secara arif dan bijaksana.


d. Gubernur/ Bupati/ Walikota menginstruksikan UPT/ OPD dan Instansi Swasta melakukan gerakan bersama 1 (satu) hari berbahasa Minangkabau dan penggunaan Bahasa Minangkabau dalam  komunikasi informal di kantor, di rumah, dan di tempat umum. 


e. Gubernur/ Bupati/ Walikota melalui OPD terkait mengembalikan nama-nama daerah, nagari, tempat, dan lainnya) ke bentuk asli dan asali sehingga makna historis, filosofis, dan kultural sosiologisnya tidak rancu dan kemudian punah.


f. Ketua/ Pengurus Ikatan Keluarga Minangkabau dan paguyuban sejenisnya di perantauan melakukan himbauan dan menerapkan penggunaan Bahasa Minangkabau dalam komunikasi internal (formal dan informal) kecuali dalam komunikasi formal dan lintas budaya. 


g. Konten-konten lokal, seperti cerita tradisional, petatah-petitih, syair, hikayat, pidato adat, sastra/ tradisi lisan lainnya perlu dialihmediakan dari lisan ke tulisan, dan atau dari lisan/ tulisan ke media digital (audio visual) agar lebih diminati dan mudah diakses oleh anak didik sebagai pembaca sasaran.


h. Perlu adanya lembaga editor/ reviewer/ atau sejenisnya yang kompeten dan kredibel untuk memastikan konten, kaidah kebahasaan, dan kompetensi tujuan terpastikan sesuai dan tepat, yang bekerja secara professional dan konstruktif. 


i. Gerakan LITERASI Minangkabau perlu secara aktif dan kreatif mengadopsi teknologi digital dalam input, proses, dan output agar produk atau karya yang dihasilkan relevan dengan mudah diakses oleh kalangan milenial yang sangat dekat dengan media digital.


j. Perlu gerakan massif pendidikan literasi dan produksi literasi pendidikan (literasi edukasi) melalui program membaca untuk memahami (menjelaskan, menginterpretasi, mengembangkan perspektif, mengenali diri, berempati, dan mengaplikasi), berproduksi (berbicara, menulis, mencipta), serta berekspresi dalam komunikasi, bersosialisasi, berkolaborasi, dan melahirkan solusi-solusi.


k. Dalam rangka memotivasi kemampuan literasi perlu diperbanyak penilaian atau lomba-lomba seperti penghargaan literasi (literasi award), lomba membaca cepat, lomba menulis, dan lainnya.


l. Untuk mendukung semua rekomendasi di atas, pada domain kelembagaan, perlu ada kebijakan pendirian program studi baru di perguruan tinggi yang mengombinasikan keilmuan literasi budaya Minangkabau, dengan kompetensi lulusan mampu memahami, memproduksi, mendidik, dan memajukan kehidupan dan k

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS