Ticker

6/recent/ticker-posts

EKSISTENSI SILEK LINTAU TRADISI (LINTAR) DI MINANGKABAU


 EKSISTENSI SILEK LINTAU TRADISI (LINTAR) DI MINANGKABAU



Oleh : Saskia Putri Nabilla

Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas


 

Silek merupakan suatu bentuk seni tradisi di Minangkabau yang termasuk ke dalam kelompok seni bela diri. Dalam hal ini, silek dinyatakan sebagai cara seseorang untuk membentengi diri dari segala hal yang dapat membahayakan dirinya (sebagai wujud pertahanan diri). Silek atau silat dalam bahasa Indonesia berarti merujuk kepada bentuk pergerakan yang mana terdiri dari berbagai pola yang melibatkan gerak baik tubuh, tangan, kaki dan sebagainya. Namun demikian, silek di Minangkabau tidak hanya mencangkup persoalan mengenai pergerakan secara fisik saja, melainkan juga melibatkan unsur batiniah di dalamnya. Adapun seperti yang tertuah di dalam filosofi silek yaitu lahienyo mancari kawan, batinnyo mancari tuhan. Artinya yakni ketika seseorang tersebut menggunakan silek atau basilek, maka hal yang perlu ditanamkan adalah bahwasanya silek itu bukanlah untuk mencari musuh yang menyebabkan perkelahian atau peperangan, melainkan silek sebagai bentuk pencarian teman. Dengan adanya silek, diharapkan yang terjadi adalah silaturrahmi, bukan permusuhan. Sementara, batin mencari tuhan dapat diartikan bahwa silek itu ternyata juga mengajarkan ilmu yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang Maha Esa. Seseorang yang apabila belajar silek, maka dalam perjalanan menimba ilmunya pasti akan menemukan nilai-nilai tersebut.


Berbicara mengenai eksistensi, saat ini kepopuleran seni tradisi silek mulai tampak mengalami perubahan dari nilai-nilai yang terkandung. Dari hasil penelitian, peneliti memperoleh data bahwa eksistensi dari silek telah mengalami perubahan dan pergeseran nilai-nilai dari bentuk silek pada dasarnya. Dalam hal ini, peneliti menemukan bahwa letak perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya ada yang disebabkan oleh perubahan zaman atau waktu, kemudian juga disebabkan oleh perubahan sudut pandang masyarakat, dan juga kurangnya minat masyarakat terhadap seni tradisi tersebut. Akan tetapi, keberadaan silek bukan berarti lenyap di tengah masyarakat dan tidak dikenal sama sekali. Bertahannya bentuk serta kedudukan silek berarti juga menunjukkan bahwa masyarakat ternyata masih memegang kuat seni tradisi yang dimiliki. Hal ini patut untuk dipertahankan, mengingat sulitnya untuk tetap menjaga eksistensi dari suatu budaya yang sudah turun-temurun adanya. 


Dalam artikel ini, peneliti memfokuskan terhadap salah satu perguruan silek yang masih ada hingga saat ini. Perguruan silek ini adalah Perguruan Silek Lintar (Lintau Tradisi). Perguruan silek ini terletak di Dusun Rangguang, Desa Bukit Gadang, Kec. Talawi, Kota Sawahlunto. Adapun bentuk aliran yang digunakan dalam silek ini ialah termasuk ke dalam silek tuo. Beberapa data yang didapat dengan melakukan wawancara terhadap guru silek, menjadikan peneliti dapat mengetahui wawasan baru mengenai seni tradisi silek itu sendiri. Adapun yang disampaikan oleh Burhannudin (53) dalam topik seputar silek ialah sebagai berikut, “Silek Lintar ko adolah silek nan bisa dikatokan padiah, dek karano sileknyo nan mamatikan. Adopun kaunggulannyo iolah digerakan kunci-kunci. Apobilo kanai, mako posisi musuah iyo dalam bahayo. Garak saketek, bisa fatal akibatnyo.”


Dari jawaban di atas, dapat diartikan bahwa Silek Lintar merupakan sebuah seni bela diri yang dimainkan dengan gerakan dominan yang disebut sebagai gerakan kunci. Gerakan kunci tersebut merupakan sebuah bentuk gerakan dimana seorang pesilat atau pasilek akan mematikan langkah lawan dengan gerakan yang tidak terduga. Apabila lawan bergerak, maka kondisi tubuh yang dikunci oleh pasilek dapat berakibat fatal terhadapnya. Silek Lintar ini terdiri dari 16 gerakan dasar, yang mana gerakan-gerakannya terdiri atas 4 gerakan mengelak samping, 4 gerakan mengelak atas, 4 untuk gerakan tusuk depan, dan 4 gerakan tusuk samping depan. Akan tetapi, guru silek dalam hal melatih, bisa menambah gerakan tersebut melebihi jumlah gerakan dasar. Sehingga disanalah akan tercipta seni tradisi yang penuh dengan nilai estetis dari silek tersebut. 


Silek Lintar pada perguruan silat ini merupakan bentuk dari pelestarian nilai-nilai budaya Minangkabau. Hal ini dapat dinyatakan sebab perguruan silat telah membuka wadah bagi generasi-generasi yang hendak membekali diri dengan ilmu, nilai dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Jika kita berkaca pada zaman dahulu, mungkin seseorang akan sulit untuk menemukan perguruan silek karena keberadaannya yang sarat dan sulit untuk terbuka secara langsung. Hal-hal seperti itu sangat banyak ditemukan sebab silek juga mempelajari ilmu-ilmu secara batin. Namun, terlepas dari itu, perguruan silek saat ini dapat dikategorikan sebagai upaya untuk mempertahankan seni tradisi yang sudah ada dan turun-temurun.


Pengaruh lingkungan sosial yang semakin hari terus berjalan, keberadaan dari seni bela diri ini juga semakin sulit ditemukan. Dahulu, orang-orang sangat memerlukan ilmu bela diri sebab situasi peperangan ada dimana-mana. Akan tetapi, setelah merdeka, masyarakat sangat jarang untuk menggunakan seni bela diri tersebut. Hal ini dapat berdampak terhadap fungsi dan nilai silek yang telah mengalami penurunan. Maka dari itu, pembekalan bela diri terhadap generasi muda sangat diperlukan agar mereka memiliki pegangan yang dapat ditanam di dalam dirinya sendiri. 


Silek Lintar juga mengajarkan beberapa gerakan yang menggunakan benda tajam seperti pisau. Gerakan tersebut juga mencontohkan bahwa betapa lihai dan pandainya seorang pasilek dalam bermain silek. Hal seperti ini, mengajarkan kepada kita, bahwasanya apabila di medan perang seorang musuh datang dengan benda tajamnya, maka posisi kita sebagai orang yang berhadapan dengan situasi tersebut adalah kita harus tangkas, cerdas, dan lihai dalam melihat pergeraknnya. Pasilek kemudian akan dilatih bagaimana supaya dapat mengimbangi pergerakan lawan tanpa harus menggunakan banyak tenaga yaitu dengan diajarkan gerakan-gerakan “mengunci”. Dari sinilah, Silek Lintar memiliki ciri khas dibandingkan dengan silek-silek lainnya di Minangkabau. 


Kondisi alam dalam konteks ini sangat memberikan pengaruh terhadap eksistensi seni tradisi ini. Terlebih sejak tahun 2020, Dunia sama-sama digemparkan oleh wabah covid-19 yang begitu memberikan dampak besar terhadap tatanan kehidupan yang ada. Semua aktivitas sosial dialihkan ke rumah masing-masing. Sehingga, perguruan silek dalam hal ini juga mengalami perubahan. Kegiatan perkumpulan yang dilarang dan dibatasi menjadikan kondisi dari eksistensi silek itu sendiri mengalami penurunan. Hal ini tentu memberikan pengaruh terhadap berbagai pihak, baik itu perguruannya, maupun anak didiknya. 


Saat ini, perguruan Silek Lintar masih berada dalam wujud yang belum sepenuhnya terbuka secara bebas, hal ini mengingat karena kondisi wabah yang masih saja berdampak terhadap masyarakat. Meskipun kondisi tersebut mulai pulih perlahan, akan tetapi dampak yang diberikan kepada perguruan silek masih tetap berlanjut. Sehingga, eksistensi dari Silek Lintar belum mencapai kedudukan yang semestinya, sebab masih berada dalam kondisi yang dipengaruhi dari dampak kondisi alam tersebut.


Peran Pemerintah, Masyarakat dan juga generasi muda dalam upaya pelestarian silek sangat diperlukan untuk mempertahankan eksistensinya. Dalam hal ini, perguruan-perguruan silek yang ada adalah langkah awal bagi kita untuk tetap melestarikan seni bela diri yang kita miliki. Sehingga, hal yang sebaiknya terus dikembangkan adalah bagaimana supaya generasi muda saat ini, kembali tertarik dan mempelajari nilai-nilai tradisi yang sudah ada ini dan kemudian mengembangkannya menjadi bentuk kesenian yang kaya dengan nilai estetisnya. Dengan demikian, eksistensi dari seni tradisi terutama silek ini, akan tetap bertahan dan berkembang dari waktu ke waktu. Bentuk pertahanan ini juga sebaiknya tetap kita jaga agar budaya yang kita miliki tidak punah dan masih tetap ada.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS