Ticker

6/recent/ticker-posts

WALIMATUL URUSY DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Prof.Dr.H.Asasriwarni MH/Guru Besar UIN IB Padang/Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar/Anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat


Walimatul urus adalah acara makan-makan yang diadakan karena adanya pernikahan. Apakah orang yang menyekenggarakan pernikahan  wajib mengadakan walimatul ‘urus ? Dalam masalah ini, Para Ulama berbeda pendapat . Adapun pendapat tersebut dapat dipilah sbb :


*_A. Pendapat Pertama,  Mewajibkan :_*


Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik Radhiallahu ’Anhu, menyatakan sbb : 


أنَّ رسولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رأى على عبدِ الرَّحمنِ بنِ عوفٍ أثرَ صفرةٍ فقالَ: ما هذا ؟. فقالَ: إنِّي تزوَّجتُ امرأةً على وزنِ نواةٍ من ذَهبٍ . فقالَ: بارَكَ اللَّهُ لَكَ أولم ولو بشاةٍ


*Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melihat pada pakaian Abdurrahman bin Auf ada bekas minyak wangi. Nabi bertanya: ada apa ini Abdurrahman? Abdurrahman menjawab: saya baru menikahi seorang wanita dengan mahar berupa emas seberat biji kurma. Nabi bersabda: baarakallahu laka (semoga Allah memberkahimu), kalau begitu adakanlah walimah walaupun dengan seekor kambing*  (HR. Tirmidzi No. 1094, An Nasa-i No. 3372, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).


Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menggunakan kalimat perintah “adakanlah walimah…”, dan hukum asal perintah menunjukkan wajib. (Ini pendapat Zhahiriyyah, salah satu pendapat *_Malikiyyah_* dan   pendapat *_Syafi’iyyah_*, disampaikan oleh   Imam Ahmad)


*_B  Pendapat Kedua,  Mustahab :_*


Berdasarkan hadits dari Shafiyyah binti Syaibah Radhiallahu ’Anha, menyatajan sbb : 


أولَمَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على بَعضِ نسائِه بمُدَّينِ مِن شَعيرٍ


*Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengadakan walimah pada pernikahan dengan sebagian istrinya dengan dua mud gandum*  (HR. Bukhari No. 5172).


Senentara hadits yang disampaikan oleh  Abdurrahman bin Auf, menyatakan bahwa :  Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan walimah dengan seekor kambing, dan  pada hadits Shafiyyah disebutkan beliau walimah dengan 2 mud gandum. Itu menunjukkan tidak ada kadar baku mengenai makanan walimah. Oleh karena itu,  Ibnu Abdil Barr dalam kitab at Tamhid mengatakan sbb :


ولو كانت واجبة لكانت مقدرة معلوم مبلغها كسائر ما أوجب الله ورسوله من الطعام في الكفارات وغيرها. قالوا فلما لم يكن مقدار خرج من حد الوجوب إلى حد الندب


*Andaikan walimah itu wajib, tentu sudah ditetapkan kadar yang diketahui takarannya. Sebagaimana seluruh kewajiban yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dalam masalah makanan kafarah, dan yang lainnya. Maka para ulama mengatakan: ketika tidak ditentukan kadar bakunya, maka hukumnya keluar dari kewajiban menjadi penganjuran*.


Sedangkan kalimat perintah dalam *_hadits Abdurrahman bin Auf dimaknai sebagai amrun lil istihbab (perintah dalam rangka penganjuran)_*


*_C. Pendapat Jumhur Ulama Tentang Walimatul Urus :_*


Wallahu a’lam, pendapat pertama lebih rajih dalam masalah ini. Bahwa walimatul urus itu *_WAJIB_*. Karena hukum asal perintah adalah wajib, dan tidak ada dalil yang sharih yang menyimpangkan hukum wajib kepada yang lain.


Demikian juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkan walimah dalam pernikahan-pernikahanya, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Bahkan ketika menikah Shafiyyah ketika kondisi safar, beliau tetap mengadakan walimah. Oleh karena itu,  Anas bin Malik Radhiallahu ’Anhu mengatajan sbb : 


أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ : أَوْلَمَ على صفيَّةَ بسَويقٍ وتمرٍ


*Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengadakan walimah pada pernikahannya dengan Shafiyyah dengan sekeranjang kurma*  (HR. Abu Daud No.3744, Ibnu Majah No. 1563, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).


Hal ini memperkuat indikasi akan wajibnya walimah.


Demikian juga walimatul urus adalah upaya untuk mengumumkan pernikahan, padahal dalam hadits Abdullah bin Zubair rmRadhiallahu ’Anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan sbb :


أَعلِنوا النِّكاحَ


*Umumkanlah pernikahan!*  (HR. Ahmad No. 16175, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ No.1072).


Sampai-sampai ketika Walimatul ‘urus dihalalkan nyanyian dan rebana yang dinyanyikan anak-anak perempuan. Hak tersebut disampaikan dalam hadits dari Muhammad bin Hathib Radhiallahu ’Anhu, Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda sbb :


فَصلُ ما بين الحلالِ والحرامِ الصَّوتُ، وضَربُ الدُّفِّ


*Pembeda antara halal dan haramnya (farji) adalah suara (nyanyian) dan tabuhan rebana* (HR. Ahmad No. 18279, An Nasa-i No. 3369, dihasankan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad).


Padahal kita ketahui hukum asalnya bermain musik (termasuk rebana) itu terlarang. Namun dikecualikan permainan rebana yang dilakukan anak-anak di hari walimatul ‘urus. *_Ini menunjukkan bahwa sangat ditekankan untuk mengadakannya_*.  Inilah yang dijelaskan dan dikuatkan oleh Ash Shan’ani, Asy Syaukani dan Al Albani Rahimahumullah.


Wallahu a’lam. Semoga Allah SWT senantiasa memberi bimbingan, perlindungan dan hidayah kepada kita semua, aamiin YRA

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS