Ticker

6/recent/ticker-posts

Tradisi Basapa di Minangkabau



OLEH:  Maisya Kartika, Mahasiswa Universitas Andalas jurusan Sastra Minangkabau

Basapa adalah suatu upacara yang dilakukan oleh masyarakat Muslim di sekitar Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat khususnya di kecamatan Ulakan. Kegiatan utama yang dilakukan dalam tradisi ini adalah berziarah ke makam Syekh Burhanuddin, salah satu tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Sumatra Barat pada masa pemerintahan Kerajaan Pagaruyung. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenang jasa sang ulama dalam upayanya menyebarkan agama Islam. Basapa dilakukan setiap bulan Safar dalam penanggalan kalender Islam atau Hijriah. Sejarah kegiatan basapa ini tentunya tidak lepas dari Syekh Burhanuddin di nagari/ kecamatan Ulakan yang menyebarkan agama Islam ke seluruh Minangkabau dalam kurun waktu 1056-1104 H / 1646-1692 M. Syekh Burhanuddin sendiri mempelajari agama Islam di Aceh, yaitu di Singkel selama 2 tahun dan di Banda Aceh selama 28 tahun dengan Syekh Abdurrauf. Selama kurang lebih 30 tahun belajar, Syekh Burhanuddin kembali ke Pariaman, tepatnya di Ulakan untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Di sana Syekh Burhanuddin juga membangun pusat agama Islam, dengan dibantu dengan empat orang muridnya yang juga ahli di bidang masing-masing. Keempat muridnya tersebut antara lain Tuanku Bayang, seorang ahli ilmu sharaf; Tuanku Kubung Tigobaleh, seorang ahli ilmu nahwu; Tuanku Padang Ganting, seorang ahli fiqih; dan Tuanku Batu Hampa yang merupakan seorang ahli ilmu tafsir dan Al-Qur'an. Syekh Burhanuddin rutin mengumpulkan keempat muridnya tersebut untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi. Pertemuan tersebut sengaja dilakukan pada tanggal 11 Syafar, di mana saat itu merupakan saat bulan naik sehingga malam harinya mendapatkan sinar terang dari bulan. Dan secara kebetulan, Syeih Burhanuddin wafat pada tanggal 10 Syafar di hari Arba'a atau Rabu, di mana menurut sebagian orang ada yang menyebutkan tahun wafatnya adalah 1104 H, ada juga yang menyebutkan tahun 1111 H. Setelah Syekh Burhanuddin wafat, para murid dan pengikut setia sang ulama lainnya rutin datang ke makamnya yang berada di Ulakan untuk berziarah. Waktu untuk berziarah tidak tetap, kapan saja ziarah bisa dilaksanakan. Baik di bulan Safar, Rabiul akhir, Rajab, Syawal, Zulhijah, maupun bulan lainnya. Karena jadwal yang tidak beraturan tersebut, pada tahun 1315 H beberapa tokoh agama dan adat di wilayah sekitar Pariaman mengadakan pertemuan untuk membahas mengenai jadwal ziarah, beberapa diantaranya adalah Tuanku Syeikh Kapalo Koto dari Pauhkamba dan Tuanku Syekh Katapiang dari Kalampaian Ampalutinggi Kecamatan VII Koto Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini dimaksudkan agar waktu berziarah lebih terkoordinir, terlihat syi’arnya paham yang dibawah Syekh Burhanuddin, yakni paham Ahlussunnah waljamah di ranah Minang. Tuanku Syeikh Katapiang juga menyetujui pemikiran tersebut sehingga Tuanku Syekh Kapalo Koto menyebarkan undangan untuk pertemuan yang bakal digelar. Undangan disebarkan kepada para ulama, kadhi, khatib, labai, mufti, dan bilal yang mayoritas adalah pengikut paham Syekh Burhanuddin.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS