Ticker

6/recent/ticker-posts

Pengenalan Nilai- nilai Tradisi Makan bajamba kepada Anak- anak


Oleh : Fadila Deliankar

Sastra Daerah Minangkabau

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Andalas

 

 

 

 


 

Budaya sering kali dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang sudah dilaksanakan secara terus menerus yang terdapat nilai-nilai di dalamnya. Nilai- nilai budaya itu harus tetap dilestarikan agar tidak hilang sampai kapanpun dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah perkembangan teknologi budaya semakin dilupakan oleh masyarakat yang mengacu pada beberapa media yang sangat familiar seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, dan beberapa lainnya (McQuail 2000). Hal tersebut didukung oleh pendapat Teguh (2015) yang mengatakan bahwa tayangan yang ditayangkan di televisi tercemin budaya luar yang sudah ditiru sehingga menyebabkan masuknya budaya yang baru dari hasil bias budaya asing dalam mempengaruhi gaya kehidupan luar terhadap lingkungan masyarakat. Diperkuat oleh Efendi dan Setiadi dalam Fransyaigu (2014) yang mengungkapkan bahwa kemajuan IPTEK memiliki beberapa dampak yang baik dan dampak tidak baik.

 

Globalisasi memberikan dampak positif terhadap kemajuan perkembangan IPTEK dan sebaliknya globalisasi memberikan dampak negatif yang salah satunya pada bidang kebudayaan. Globalisasi sebagai sebuah fenomena yang menghasilkan keadaan budaya secara transnasional, gerak arus orang, perdangan, komunikasi, gagasan, teknologi, keuangan, gerakan sosial, gerakan lintas batas dan banyak lagi (Shome &Hegde, 2002). Hal ini menunjukkan globalisasi memberikan pengaruh pada segala bidang termasuk kepada perkembangan budaya suatu bangsa. Ketika dilihat di lapangan tercermin bahwa dengan adanya fenomen sosial seperti hilangnya rasa kecintaan terhadap budaya asli suatu daerah yang mengakibatkan merosotnya eros kultur budaya, menurunnya rasa nasionalisme, semakin rendahnya rasa kekeluargaan, rasa kebersamaan dan bekerjasama, hilangnya rasa kepercayaan diri dan kebiasaan pola hidup yang tidak mengikuti adat istiadat yang berlaku. Bahkan tak jarang dengan adanya arus globalisasi ini memberikan penggaruh terhadap pembentukan karakter masyarakat.

 

Perkembagan arus globalisasi membuat individu dan kelompok masyarakat mulai melupakan dan tak peduli akan budaya sendiri, hal ini menyebabkan kebudayaan yang ada pada daerah-daerah di Indonesia sudah banyak ditiru dan diakui oleh negara-negara lain. Sejalan dengan itu, Suryandari (2017) juga mengungkapkan bahwa secara implusif masyarakat lebih menyukai mengenal nilai budaya global dibandingkan dengan nilai budaya lokal yang akibatnya sulit berucap “kenalilah budaya sendiri sebelum mengenal budaya asing” sehingga tak jarang hal ini menimbulkan polemik fenomena di lapangan, masyarakat semakin menggemari budaya asing dan melupakan kebudayaan bangsa sendiri. Untuk itu perlu menumbuhkan kembali rasa cinta dan mengemari budaya yang terdapat pada daerah- daerah Indonesia.

 

Nilai-nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat turut menambah wawasan dan pembentukan karakter generasi yang berbudi pekerti yang baik di era teknologi saat ini. Namun, cukup banyak generasi yang dinilai mulai lupa terhadap adat istiadat seperti nilai budaya Minang yang mulai luntur. Hal tersebut didukung oleh temuan Muspardi (2014) mengungkapkan bahwa degradasi nilai-nilai sosial budaya Minangkabau diduga disebabkan oleh arus globalisasi. Itu terjadi karena pergeseran budaya yang disebabkan oleh pengambilan budaya. Jika meniru budaya luar tanpa mengikuti adat budaya Minangkabau maka akan muncul budaya yang menyeberang. Lebih lanjut Anwar, Aziz, & Susanti, (2020) mengungkapkan bahwa terdapat fondasi yang kuat dan aspek positif tentang kemampuan Minangkabau dengan budaya tradisionalnya. Namun akibat globalisasi fondasi mulai menggoroti budaya yang sudah lama dibangun. Bisa dikatakan masyarakat Minangkabau saat ini berada dipusaran ideologi modern karena globalisasi. Dengan adanya pengaruh dari modernisasi dan globalisasi, nilai-nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat tidak dapat berkembangan sesuai dengan yang diharapkan. Itu disebabkan oleh sedikitnya pengetahuan masyarakat Minangkabau mengenai peran adat istiadat Minangkabau seta nilai agama islam yang mendasari jiwa masyarakat Minangkabau.

 

Makan bajamba merupakan salah satu tradisi di Sumatra Barat yang perlu dikenalkan kearifannya kepada anak. Di mana makan bajamba adalah sebuah tradisi makan dalam lingkup besar yang melibatkan kerabat adat keluaga yang sedarah. Tetapi makan bajamba ini juga dilakukan secara lebih luas yang melibatkan masyarakat dengan berbagai suka dan tidak sedarah (suku tersebut seperti marga bagi orang Medan. Di dalam tradisi makan bajamba terdapat nilai-nilai budaya seperti aturan dan tata cara dalam makan. Salah satunya aturan duduk saat makan bajamba, dimana laki-laki harus duduk dengan posisi bersila dan perempuan duduk dengan posisi bersimpuh. Oleh masyarakat Minangkabau cara duduk dan berdiri diatur oleh adat sehingga tidak jarang orang Minangkabau mengatakan segala tingkah laku disebut beradat baik dari cara berkomunikasi, berjalan, aturan makan dan minum, menjalin silaturahmi dalam beradat. Hal seperti itu dikatakan sebagai etika sopan satun terhadap kehidupan sehari-hari. Namun Saat sekarang tradisi makan bajamba ini sudah jarang ditemui di keseharian masyarakat Minangkabau. Sebagai masyarakat Minangkabau kita haruslah menjaga tradisi nenek moyang kita ini agar tidak tergerus oleh perubahan zaman serta masuknya budaya barat agar nilai-nilai yang disebutkan di atas dapat kita wariskan kepada anak cucu kita nanti. Adat istiadat tidak bukan sekedar mengatur etika pergaulan akan tetapi juga menguruhi hal-hal yang mendasar. Seperti cara berfikir, nilai pada kehidupan, mengatur norma-norma yang berlaku, serta mengatur filsafah dan hukum yang harus diterapkan dan dilaksankan (Amir, 2011:1)

 

Melalui tradisi makan bajamba yang menjadi esensi pada orang Minangkabau untuk dilestarikan serta diterapkan pada anak-anak, sebagai salah satu bentuk pengenalan tradisi dan karakter. Salah satunya anak sejak usia dini mengetahuai aturan makan yang benar serta dapat diterima di tengah masyarakat. Selain itu, makan bajamba tidak bisa dilakukan oleh satu orang tapi harus empat atau enam orang dalam satu jamba. Di sini terdapat nilai-nilai kebersamaan yang diajarkan kepada anak. Nilai-nilai tersebut memberikan kontribusi untuk anak dapat mempersiapan diri dalam hidup bermasyarakat.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS