Ticker

6/recent/ticker-posts

MENURUNNYA MINAT TERHADAP KESENIAN RANDAI DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG



Oleh: Sintia Hermayulita

Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Kesenian tradisi yang merupakan warisan dari para pendahulu, sampai sekarang masih banyak ditemukan di berbagai daerah. Dari sekian jumlah kesenian tradisi, ada yang masih utuh dipentaskan, tetapi ada pula yang hampir punah dan sulit ditemukan, bahkan ada pula yang tidak sempat didokumentasikan dan disaksikan sampai sekarang. Begitu pula daerah Minangkabau memiliki berbagai macam jenis kesenian, tiap-tiap jenis mempunyai bentuk, fungsi, dan tema yang berbeda. Di antara sekian jenis kesenian yang ada, Randai merupakan bentuk kesenian yang menggunakan medium seni multi ganda, karena didukung oleh beberapa cabang seni, di antaranya seni tari, seni musik, seni teater, seni sastra, dan seni rupa. Randai didukung oleh sejumlah pemain antara 15 sampai 25 orang (Rustiyanti, 2013: 42-43).

Umar Kayam (1981: 60) menjelaskan bahwa: “Keseniaan tradisional pada umumnya tidak dapat diketahui dengan pasti kapan lahir dan siapa penciptanya.Karena keseniaan tradisional bukan hasil kreatif individu, tetapi terciptanya secara anonim bersama dengan kolektifitas masyarakat pendukungnya”.

Di Minangkabau terdapat banyaknya kesenian-kesenian yang tersebar diberbagai daerah salah satunya di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan Bungus Teluk kabung merupakan sebuah kecamatan di Kota Padang, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari dua wilayah nagari yaitu Bungus di bagian utara dan Teluk Kabung di bagian selatan. Dari banyaknya kesenian-kesenian yang ada di Minangkabau, salah satunya adalah kesenian randai.

Randai, sebagai bagian dari khasanah budaya masyarakat Minangkabau Sumatera Barat terklasifikasi ke dalam sastra lisan yang pada mulanya lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat tradisional. Pada konteks itu pula, keberadaan setiap grup randai di tengah masyarakat, dengan segala fenomena sosial budaya yang menaunginya, secara sekaligus merupakan wujud dari kearifan lokal (local genious) masyarakat pemiliknya. Pertunjukan randai merupakan manifestasi sistem pengetahuan dan sistem perilaku kolektif masyarakat pendukung kesenian tradisional ini pada ranah sosial yang lebih luas. Sebagai sebuah pertunjukan pula randai dikenal sebagai satu bentuk teater tradisional Minangkabau untuk menyampaikan kaba. Anggota satu grup randai berkisar antara 15-30 orang. Sebagai teater, randai merupakan pertunjukan sastra lisan yang kompleks: gabungan berbagai seni, seperti seni musik, seni tari, seni suara, dan seni drama; teksnya dihapalkan oleh para anak randai yang terlibat. Teks tersebut diperoleh anak randai dalam bentuk tertulis. Teks randai terdiri dari prosa liris dan pantun; dialognya berbentuk prosa liris, sedangkan narasinya berbentuk pantun dan pantun tersebut didendangkan. Kadang-kadang pantun juga terdapat di dalam dialog. Pada aspek pertunjukan, selain untuk hiburan, kerap juga dilakukan untuk menghimpun dana guna membangun fasilitas umum. Randai terdapat di semua daerah Sumatera Barat (Minangkabau) meskipun kadang-kadang tidak disebut randai, tetapi Simarantang, misalnya di Kabupaten Limapuluh Kota (Hasanadi,dkk, 2014: 1-2).

Randai berasal dari kata andai atau handai yang berarti berbicara menggunakan kias, ibarat, pantun serta pepatah petitih. Menurut Yulfian Azrizal (1994:71) Randai adalah:”Sebuah keseniaan yang merupakan permainan anak nagari minangkabau. Suatu permainan dengan gerakan membentuk lingkaran, kemudian melangkah kecil-kecil secara perlahan, sambil menyampaikan cerita lewat nyanyiaan secara bergantian”. Pada zaman dulu, randai menjadi salah satu sarana untuk membantu komunikasi pesan penting untuk masyarakat dan penduduk Minangkabau setempat. Randai sendiri berasal dari sebuah kata yaitu merandai/malinka yang mempunyai arti membentuk lingkaran. Makna lain dari kata randai adalah ber(h)andai yang artinya berkeinginan, bertutur dengan menggunakan kalimat-kalimat kiasan atau kata-kata yang samar (Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993: 111). Kesenian randai di sejarah Minangkabau telah ada sejak 1926. Kesenian randai ini mulai pudar karena anak anak tidak memiliki daya tarik terhadap permainan randai. Anak anak lebih memilih bermain game online. Randai saat ini terancam kelestariaannya di Sumatera Barat. Pantau news menyatakan “randai adalah tradisi suku Minangkabau yang hampir punah” (https://www.pantaunews.co.id). Hal ini dikarenakan bergesernya orientasi kesenian atau kegemaran dari generasi muda. Randai yang dulunya paling tidak sekali dalam setahun digelar, pada saat belakangan sudah jarang. Bahkan kesenian randai sekarang nyaris punah. Dilihat dari kacamata kesenian, kenyataan ini patut disayangkan (Moenir, 1983:10).

Randai mempunyai estetika yang berkaitan dengan mencari nilai-nilai tertentu. Nilai yang dimaksud adalah dalam upaya mencari suatu ‘kelayakan (feasible: able to become fact)’. Untuk itu dalam khazanah penciptaannya bersendi pada: (1) keindahan (beauty); (2) kebaikan (good); serta (3) kebenaran (truth). Dalam kaitan untuk membedakan nilai-nilai kandungan dan ekspresi dalam Randai, maka dalam pencarian nilai¬-nilai berakar pada: (1) ‘qualis’ (kebenaran-kebaikan-keindahan) dan (2) ‘quantus’ (angka, besaran, volume). Kedua nilai tersebut dikonfigurasikan untuk mencari kebenaran yang hakiki (ulti¬ mate truth) yang pada akhirnya mencapai suatu tingkatan ‘kesadaran estetik’ (aesthetics awareness). Estetika di- pandang sebagai suatu filsafat ditempat- kan pada titik dikotomis antara realitas dan abstrak, juga antara keindahan dan makna (Rustiyanti, dkk, 2013: 46).

Dalam perkembangan kesenian randai yang berada di wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung ini, mengalami kemunduran, dimana tidak terdapat lagi aktifitas yang merupakan kegiatan barandai di daerah ini. Kemunduran kesenian randai ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kurangnya minat masyarakat untuk menonton, mengelola, menjadi pelaku dan mengembangkan kesenian Randai sebagai warisan budaya masyarakat, tingkat pendidikan dan pengetahuan serta pengaruh budaya moderen serta tingkat perekonomian masyarakat di daerah Bungus telah jauh meningkat dari pada masa silam.

Menurut IndraYuda (2009:401). Keberlangsungan kesenian tradisi saat ini bukan lagi tanggung jawab elit adat, tetapi telah bergeser pada dunia pendidikan atau nota benenya pemerintahan melalui dinas pendidikan kota atau kabupaten, maupun dinas kepariwisataan. Kesenian Randai perlu mendapatkan dukungan penuh oleh masyarakat dan dukungan penuh oleh pemerintah, karena kesenian randai merupakan peninggalan warisan budaya dari nenek moyang masyarakat Minangkabau.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS