Lukisan ilustrasi dok
Oleh : Audia Nesty
Jurusan sastra Minangkabau UNAND
Tuanku kuaso adalah seorang dubalang raja, dari Kerajaan Siguntur di kala itu, pada suatu ketika disuruhlah dubalang raja ini diperintahkan untuk mencari kayu dan atap untuk membuat pondok di sawah atau ladang. Dalam perjalanannya mencari kayu dan atap pondok ini, beliau menemukan batu yang tembus oleh ilalang, kemudian dia mendekati batu tersebut. Singkat cerita Tuanku Kuaso ini mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Yang mana beliau mampu mengepal hilalang yang luas, dikepalnya dalam satu tangan, dan dibawa pulang.
Kemudian setelah pulang beliau di tanya oleh Raja Siguntur, “kenapa angku lama pulang? Mana kayu dan atap yang saya perintahkan untuk mencarinya kemarin. “Sudah tuanku, sudah saya laksanakan, itu saya letakkan dibawah rangkiang”, raja kembali menyanggah, selama seminggu angku pergi mencari itu, hanya satu kepal yang angku dapatkan”. Raja marah kepada beliau, Dubalang ini menjawab, banyak hilalalang yang saya dapatkan itu tunaku, sudah mencukupi untuk atap pondok ladang/sawah dan juga kayu yang sudah saya bawa juga.
Kemudian singkat cerita, karena raja tidak percaya dengan apa yang dibilang oleh dubalangnya, kemudian sang raja pergi melihat hilalang ke bawah rangkiang dan memotong tali pengikat hilalang tadi, ternyata hilalang yang satu kepal itu berubah menjadi hilalang yang sangat banyak, sehingga menyebabkan rangkiang tadi terbalik, karna banyak nya daun hilalang tersebut. Tak lama setelah itu, dubalang rajo pergi berladang ke puncak Gunung Medan yang berada di Nagari Gunung Medan Kabupaten Dharmasraya.
Setelah ia pulang berladang dari puncak gunung medan, inginlah beliau ini meminang Putri Sibungsu dari seorang Raja Siguntur karena beliau merasa sudah punya kesaktian, jadi apapun yang beliau inginkan bisa saja terwujud. Dan pinangannya itu diterima oleh raja, maka terjadilah pesta pernikahan yang sangat besar selama 7 hari 7 malam kala itu. Menurut ceritanya dubalang rajo ini beliau orang Sipangkur, yang mana Sipangkur ini merupakan sebuah nagari yang terletak di hilir Sungai Batanghari.
Setelah melakukan pesta yang besar, dibawalah sang pujaan hati oleh dubalang raja ini pergi kerumahnya (manjalang mintuo) dibungkuskan kue, dan dalam kue itu ada secabik kertas yang berisi pantun: Balabuah ombak di silabu, badantuang ondak di sibaghau, taragak di umbuik tabu, tamakan umbuik tabarau. Setalah pantun itu dibaca, kemudian dubalang ini bertanya kepada istrinya, “kamu ini sebenarnya anak siapa?” putri raja atau pembantu raja. Singkat cerita beliau bukan lah seorang putri raja, melainkan dayang-dayang penginang (yang mengurus putri raja) itu berarti tuanku kuk kuaso telah di khianati dan marah besar.
Mendapat kejadian seperti ini, dubalang ini kembali ke Kerajaan Siguntur dan langsung menghadap raja dan istrinya, “ternyata tidak anak putri raja yang sebenarnya dikasih kepada saya, nyatanya dayang-dayang penginang yang saya dapatkan”. Dengan kejadian itu, dubalang ini marah besar kepada keluarga kerajaan. Pada malam harinya Rumah Gadang kerajaan itu diputarnya, dan dibalikkan ke depan, yang awalnya menghadap ke tepi Sungai Batanghari, ke esokan paginya sudah membelakangi sungai Batanghari (sampai saat ini). Ketika itu dubalang ini sudah menjadi Kuk Kuaso, kemudian marahnya berkelanjutan, Kuk Kuaso ini pergi ke puncak Gunung Medan (yang ada tulisan Dharmasraya saat ini), sesampainya disana, di lampiaskan kemarahan beliau degan cara menacabut-cabut kekayuan besar yang ada di lereng puncak gunung medan, dan dilempar ke arah Rumah Gadang Kerajaan Siguntur. Karna rumah gadang ketika itu juga punya kesaktian, maka rumah gadang ketika itu tidak bisa tertimpa oleh kayu yang dilempar oleh kuk kuaso, kayu-kayu/ bambu menjadi pagar keliling parit batas rumah gadang tersebut. Kemudian setelah itu dubalang rajo (kuk kuaso) ini berangkat ke Teluk Kuantan. Percaya atau tidak, lereng puncak Gunung Medan yang dicabut pepohan besar oleh dubalang rajo ini mengalami kegundulan, dan tidak ditumbuhi pepohan yang besar sampai sekarang ini.
Cerita ini didapatkan penulis melalui informan Tuan Aciak Marhasnida, yang diceritakan langsung kepada penulis, ketika melakukan wawancara dikediaman beliau pada sore hari di Jorong Siguntur Ranah, Kenagarian Siguntur. beliau juga menyebut cerita ini tidak banyak yang diketahui oleh anak-anak muda setempat karena sudah tidak peduli lagi dengan hal cerita legenda seperti ini.
Dari pengamatan pengujiian data wawancara, penulis mendapatkan cerita yang persis sama yang disampaikan oleh informan, baik itu informan di Siguntur Ranah, dan juga informan yang ada di jorong lain seperti; Siluluak, Sungai Lansek dan Padang Roco. Karna Legenda Kuk Kuaso ini cukup populer di tengah masyarakat di Kenagarian Siguntur.
0 Comments