Ticker

6/recent/ticker-posts

EKSISTENSI SENI TRADISI “BASILEK” DI KALANGAN ANAK MUDA MINANGKABAU DI ERA GENERASI MILENIAL

 

Foto ist
 


Oleh : Saskia Putri Nabilla

Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas


 


Seni tradisi merupakan salah satu jenis kesenian yang akhir-akhir ini memperoleh perhatian yang semakin besar dari masyarakat luas. Seni tradisi merupakan eskpresi dari rasa, karsa dan gagasan sebuah kolektivitas, baik itu berupa masyarakat, komunitas, atau kelompok-kelompok yang lahir melalui individu-individu tertentu. Dalam kolektivitas tersebut dan kemudian dikembangkan bersama oleh individu-individu yang lain sedemikian rupa sehingga tidak ada individu yang dapat mengaku seni tersebut sebagai karyanya. Di Indonesia, seni tradisi merupakan salah satu kekayaan budaya yang sampai saat ini belum semuanya memperoleh perhatian yang sama dalam hal pelestarian dan pengembangannya. Maka dari itu kita sebagai generasi muda hendaklah ikut berperan dalam mempertahankan kebudayaan yang kita miliki.


Salah satu seni tradisi bidang seni bela diri khas Indonesia ialah Silat. Bahkan, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki jenis silatnya masing-masing. Silat dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan unsur budaya. Indonesia yang memiliki beragam etnis dan budaya, tentu tidak akan asing jika diperkenalkan kembali dengan seni bela diri ini, sebab hal ini biasa ditemukan di beberapa acara adat maupun upacara-upacara lainnya. Umumnya, seni bela diri saat ini hanya berlaku untuk pementasan saja, sehingga fungsinya hanyalah sebagai ajang tontonan yang dapat menghibur siapapun yang melihatnya. Namun, perlu ditekankan kembali bahwa seni bela diri terkhususnya silat ini merupakan suatu bentuk tradisi yang lumrah dilakukan dalam suatu budaya. Seperti halnya disebut dengan seni “bela diri”, maka dapat diklasifikasikan bahwa kegiatan ini adalah sebuah bentuk pertahanan diri dari musuh. Sehingga kegiatan tersebut tentu saja merupakan upaya agar dapat menyelamatkan dan mepertahankan diri yang jelas berkaitan secara fisik. Akan tetapi, di dalam budaya, silat tidak hanya mengaitkan secara fisik, namun juga menyangkut dengan hal-hal yang berhubungan dengan spiritual atau kepercayaan. Dengan demikian, silat tidak hanya sebagai bentuk gerakan untuk pertahanan diri, namun juga mengandung unsur spritual yang bahkan tidak dapat dicerna secara logika.


Silat di Indonesia sangat beragam. Dengan demikian, kegunaan dan fungsi silat pun juga bervariasi. Di Indonesia sendiri, silat dapat ditemukan di beberapa daerah seperti salah satu contohnya silat dari Minangkabau, Sumatera Barat. Minangkabau merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki keragaman budaya, adat, dan kesenian. Salah satu warisan budaya di Minangkabau yang terkenal ialah silat atau dalam bahasa Minang disebut dengan silek. Seni bela dari ini diciptakan dengan tujuan sebagai pertahanan diri dan pertahanan wilayah, serta sebagai sarana pendidikan pembentukan karakter masyarakat. Terdapat banyak aliran/jenis silat yang berkembang di ranah Minang. Hal ini dipengaruhi oleh kultur budaya dan kebiasaan serta juga tipografi dari kondisi masyarakat yang ada di wilayah tersebut. 


Jika kita lihat kondisi generasi milenial saat ini, sungguh sangat jauh dari pengetahuan akan seni bela diri ini. Eksistensi atau keberadaan dari silek, umumnya hanya diadakan dalam suatu forum khusus untuk mempelajari gerakan-gerakan silat. Padahal, dahulunya silat di budaya masyarakat Minangkabau dibekali kepada setiap anak laki-laki yang tinggal di surau. Hilangnya fungsi surau sebagai hal mestinya, justru membawa perubahan besar terhadap tatanan kebudayaan yang telah lama ada. Perkumpulan silat-silat yang sudah ada saat ini juga terlihat kurang efisien, sebab disana hanya dibekali tata cara bersilat saja atau lebih cenderung kepada hal-hal mempelajari gerakannya saja. Padahal, kita memiliki silat yang sudah berkembang sejak turun temurun dan jelas merupakan suatu kekayaan dari budaya kita sendiri. 


Apabila kita telusuri lebih lanjut, ditemukan dua faktor penyebab menurunnya eksistensi pengetahuan dan perkembangan dari silat itu sendiri, diantaranya ialah sebagai berikut :

1. Diri sendiri

Faktor utama yang menjadi faktor pendorong untuk melakukan suatu hal ialah diri kita sendiri. Jika kita tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu, maka hal yang ingin dilakukan tidak akan pernah terwujud. Saat ini, generasi milenial hanya disibukkan dengan persoalan asmara, gadget, dan hal-hal yang kurang penting lainnya. Kecenderungan tersebut pada akhirnya sangat berdampak terhadap minimnya empati kepada perkembangan dirinya sendiri yang seharusnya dapat mencintai perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Polemik yang ditambah dengan situasi pandemi saat ini, justru semakin meresahkan terhadap perkembangan anak-anak. Pola pikir yang kurang dibangun, akan membawa perubahan yang signifikan terhadap pilihan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Begitu juga halnya dengan situasi lingkungan hidup yang dipupuk tidak bebas dalam bersosialisasi, ternyata membawa dampak buruk karena ruang lingkupnya yang terbatas. Dengan begitu, seseorang pastinya tidak akan pernah merasakan situasi berbahaya sebab hanya berada di zona nyamanya saja. Hubungannya dengan silat tidak lain ialah disebabkan karena kurangnya pola kehidupan yang penuh dengan tantangan, generasi milenial saat ini hanya banyak menghabiskan waktunya di rumah. Padahal, jika kehidupan normal terjadi, yang dilakukan generasi muda justru akan dihadapkan dengan berbagai persoalan yang bahkan bisa saja mengancam keamanan dirinya sendiri. Di sanalah seseorang pada dasarnya akan memilih membekali dirinya dengan ilmu bela diri.


2. Faktor orang tua

Berbicara mengenai faktor ini, orang tua saat ini justru cenderung ingin anaknya aman dan tidak lepas dari pandangannya. Jika dilihat kembali, anak muda Minang dahulunya justru diikut sertakan dalam hal membantu orang tua baik di rumah maupun di luar rumah. Bahkan masing-masing anak biasanya akan diberikan tugas yang berbeda-beda dalam membantu orang tuanya. Anak laki-laki Minang biasanya akan dilatih limu silat di surau, guna bekal baginya untuk membantu dirinya agar tetap aman sewaktu ia akan merantau nantinya. Peran orang tua yang tegas dalam mendidik anaknya, memberikan gambaran kepada kita yang bertujuan agar anaknya pandai dan rajin hingga bisa sukses menjadi orang yang berguna suatu saat nanti. Akan tetapi, anak muda saat ini terkhususnya laki-laki, cenderung diberlakukan orang tua sebagai anak kesayangan yang tidak boleh terluka sedikit pun. Hal ini menyebabkan berkurangnya generasi muda yang tangkas, tegap, dan juga berani. 


Kedua faktor di atas, memberikan gambaran kepada kita bahwasanya generasi milenial saat ini minim akan kecintaannya terhadap tradisi budaya. Apalagi semenjak pandemi melanda, kehidupan masyarakat mengalami perubahan yang cukup berbeda dari umumnya. Dari kehidupan sosial yang tinggi berubah menjadi kehidupan yang individualis. Bahkan peranan komunikasi serba digantikan dengan sistem dalam jaringan (daring). Sosial medialah yang saat ini berperan aktif dalam membantu kehidupan sehari-hari, baik dalam memberikan ilmu, hiburan dan lain sebagainya. Namun, dengan kehidupan yang demikian, kita yang lahir dari suatu budaya akan mengalami penurunan eksistensi budaya, sebab dalam budaya terutama dalam seni tradisi terdapat berbagai macam pola kehidupan yang saling berkaitan satu sama lain. Di sanalah nantinya lahir generasi-generasi yang akan membangkitkan budaya itu sendiri. Jika tidak kita yang menjaga, lalu siapa lagi?

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS