Ticker

6/recent/ticker-posts

Kebudayaan Masyarakat Minangkabau Yang Masih Dijaga dan Dilestarikan Sampai Saat Ini

Nama : Natasya Harifa

Mahasiswa jurusan sastra minangkabau  Universitas Andalas

Upacara Turun Mandi

Turun mandi adalah upacara yang dilakukan orang Minangkabau ketika lahirnya bayi ke dunia. Upacara ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan karena sudah diberi nikmat berupa bayi ke dunia. Upacara turun mandi ini bertujuan untuk memberi tahu ke masyarakat kalau sudah lahir keturunan baru dari sebuah keluarga atau dari sebuah suku.

Ketentuan hari diadakannya upacara turun mandi ini adalah, jika bayinya perempuan, maka upacara turun mandi diadakan pada hari genap dihitung dari hari lahirnya si bayi. Namun, jika bayinya laki-laki, maka upacara turun mandinya diadakan pada hari ganjil dihitung dari hari lahirnya si bayi.

Tata cara pelaksanaan upacara turun mandi adalah sebagai berikut :

Pertama, Palo Nasi dicampur dengan arang dan darah ayam, kemudian dua bejana diletakkan di tempat yang sudah ditentukan, dan satunya lagi dibawa hingga ke tempat pemandian.

Kedua, Upacara turun mandi dapat dilakukan setelah anak berumur 40 hari, ini dilakukan di beberapa daerah, tetapi tidak semuanya seperti itu. Ada pula yang dilakukan sebelum anak berusia 3 bulan

Setelah pemandian selesai, bibit kelapa yang sudah disiapkan kemudian dihanyutkan dari hulu, lalu ditangkap oleh sang ibu ketika kepala mendekati bayi.

Setelah itu, dilakukan pengambilan batu menggunakan Tangguak tadi

Bibit kepala di tanam di sekitaran rumah, dan batu yang berjumlah 7 buah ini menjadi penyumbat tanah galian untuk bibit kelapa tersebut.

Setelah semua acara selesai, maka pihak keluarga dan para tamu serta masyarakat akan menikmati hidangan Makan Bajamba yang telah disediakan pihak keluarga.


Balimau

Balimau adalah kegiatan mandi dengan air jeruk nipis jelang Ramadhan dengan tujuan membersihkan diri. Selain jeruk nipis, bahan Balimau juga terdiri dari daun pandan dan akar tanaman gambelu. Semua bahan tersebut digabungkan menjadi satu, lalu direbus. Air rebusan inilah yang disebut Balimau. Dari tahun ke tahun, mandi balimau sudah menjadi tradisi bagi warga Sumatera Barat untuk menyambut bulan suci Ramadan. Mandi balimau merupakan tradisi mandi dengan jeruk nipis yang berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau. Biasanya dilakukan di sungai atau tempat pemandian.

Mandi balimau merupakan suatu kebiasaan yang sudah dari dulunya yang dilakukan oleh orang Minangkabau.  Di samping sebagai tanda gembira, balimau ini merupakan simbol pembersihan diri. Balimau itu sendiri adalah mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan limau atau jeruk. Limau yang digunakan bermacam-macam kadang limau purut, limau nipis atau limau kapas. Balimau diwarnai dengan upacara adat yang mengandung nilai sakral yang unik. 

Balimau mempunyai makna yang mendalam yakni bersuci sehari sebelum Ramadhan. Biasanya dilakukan ketika petang sebelum Ramadhan berlangsung. Dari kaum yang tua sampai kaum yang muda turun ke sungai dan mandi bersama. Balimau artinya membasuh diri dengan ramuan rebusan limau purut atau limau nipis. Kebiasaan ini, berlangsung secara turun temurun di kalangan masyarakat Minangkabau. 


Makan Bajamba

Makan Bajamba merupakan tata cara makan dengan satu buah piring besar yang disebut pinggan atau tampian (berbeda di tiap daerah). Satu piring besar biasanya untuk satu kelompok yang terdiri dari lima sampai tujuh orang. Manfaat tradisi makan bajamba ini sangat banyak, namun tidak banyak yang tahu manfaat sesungguhnya yang terdapat dalam makan bajamba.

Dalam prosesi makan bajamba yang dilakukan tidak hanya sekedar makan. Biasanya sebelum dan sesudah makan ada petatah petitih antara tuan rumah dengan tamu (diwakili satu orang). Hal ini dilakukan sebagai bagian dari adab makan bajamba.

Makan bajamba sering dilakukan masyarakat Minangkabau dalam acara besar di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sampai saat ini makan bajamba masih sering dilakukan masyarakat Minangkabau, meskipun di beberapa daerah tradisi makan bajamba telah bergeser dalam cara penyajiannya.


Tabuik

Tabuik adalah warisan budaya berbentuk ritual atau upacara yang berkembang di Pariaman. Diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 Masehi. Tabuik merupakan upacara peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad, yaitu Hussein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Kemudian berkembang menjadi pertunjukan budaya khas Pariaman setelah masuknya unsur-unsur budaya Minangkabau.

Tabuik diambil dari bahasa arab “tabut” yang bermakna peti kayu. Nama tersebut berasal dari legenda munculnya makhluk yang memiliki wujud kuda bersayap dan berkepala manusia disebut dengan burqa.

Legenda tabuik menceritakan tentang wafatnya cucu Nabi yang bernama Hussein, potongan jenazahnya berada dalam peti kayu yang dibawa terbang ke langit oleh burqa. Berdasarkan legenda ini, setiap tahun masyarakat Pariaman memperingatinya dengan membuat tiruan burqa yang membawa tabut di punggungnya.

Sebenarnya ritual ini telah muncul secara turun-temurun sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Pada masa itu, ritual tabuik masih kental dengan pengaruh dari Timur Tengah yang dibawa masyarakat India penganut Syiah. Lalu pada tahun 1910 ada kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikannya dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga menjadi seperti sekarang.




Pacu Jawi

Pacu jawi (dari bahasa Minangkabau: “balapan sapi”) adalah perlombaan olahraga tradisional di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, Indonesia. Dalam acara ini, sepasang sapi berlari di lintasan sawah berlumpur dengan panjang sekitar 60–250 meter, sementara seorang joki berdiri di belakangnya dengan memegang kedua sapi. Walaupun namanya mengandung arti “balapan”, sapi-sapi hanya dilepas sepasang tanpa lawan tanding, dan tidak ada pemenang secara resmi. Tiap pasang sapi berlari secara bergiliran, sementara penonton menilai sapi-sapi tersebut (terutama berdasarkan kecepatan dan kemampuan berjalan lurus), dan kadang membeli sapi-sapi unggulan dengan harga jauh di atas harga normal. Penduduk Tanah Datar (terutama dari empat kecamatan yaitu Sungai Tarab, Pariangan, Lima Kaum, dan Rambatan) telah menyelenggarakan acara ini selama berabad-abad untuk merayakan masa panen padi. Acara ini juga diiringi pesta desa dan budaya yang disebut alek pacu jawi. 

Walaupun namanya pacu jawi “balapan sapi” dalam bahasa Minang, acara ini sebenarnya bukan lomba adu kecepatan sapi. Setiap peserta, yaitu sepasang sapi yang dikendalikan oleh seorang joki, masing-masing berlari secara bergiliran di sebidang sawah. Sapi yang digunakan adalah sapi jantan berumur 2 hingga 13 tahun, berlari berpasangan dengan diikat ke sebuah alat bajak dari kayu, tempat sang joki berdiri. Lintasan pacuan adalah tanah berlumpur bekas sawah yang sudah kosong setelah dipanen. Lumpur di lintasan pacuan dapat mencapai kedalaman 30 cm. Sapi-sapi ini terlatih untuk mulai berlari saat diberi aba-aba yaitu saat alat bajak yang terikat sudah menyentuh tanah dan diinjak seseorang. Sang joki dapat berdiri dan mengendalikan sapi-sapi ini dengan cara memegang ekor kedua sapi, tanpa menggunakan pecut. Tali yang mengikat kedua sapi ini dibuat longgar, sehingga sapi-sapi tersebut sering berlari dengan arah atau kecepatan yang berbeda. Sang joki dituntut untuk mengendalikan sepasang sapi agar tidak berpisah dan bisa berlari lurus sampai ke finis, sambil berusaha agar ia sendiri tidak terjatuh.


Batagak Kudo-Kudo

Salah satu tradisi yang masih bertahan di daerah Minang saat ini adalah batagak kudo-kudo. Batagak kudo-kudo adalah tradisi membangun yang dilengkapi dengan acara adat terutama di daerah Pariaman. Batagak kudo-kudo merupakan upacara ritual adat yang dilaksanakan saat akan membangun rumah pribadi, sarana umum dan tempat ibadah. Dalam upacara batagak kudo-kudo, masyarakat sekitar di mana bangunan akan didirikan diundang untuk ikut menghadiri acara tersebut.

Tradisi ini dibawa turun-temurun, dan hingga saat ini masih kerap dilaksanakan di tanah Minang. Bahkan pada saat ini tidak hanya tetangga sekitar yang berdatangan tetapi juga para perantau yang telah sukses di perantauan. Hasilnya, pembangunan sarana dan prasarana yang ada di kampung halaman akan berjalan dengan lebih cepat dan lancar. Hal ini pun dapat meningkatkan rasa kekeluargaan dan gotong royong antar penduduk yang berasal dari kampung tersebut.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS