Ticker

6/recent/ticker-posts

Masalah Kata Sapaan Kekerabatan di Minangkabau Pada Era Globalisasi

foto dok
Oleh : Muhammad Zhafran Nabil 
Jurusan: Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas


Bahasa merupakan alat komunikasi. Dengan bahasa manusia bisa mengungkapkan ide, gagasan, pendapat, keinginan dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa sikap dan perilaku manusia dalam kehidupan tidak bisa lepas dari bahasa. Bahasalah yang akan mewujudkan apa yang hendak disampaikan oleh manusia. Salah satu bentuk bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa Minang. Bahasa Minang merupakan alat komunikasi bagi masyarakat Sumatera Barat (Sumbar). 

Bahasa yang terkenal dengan kato nan ampek, kata sapaan yang kental dan pepapatah petitih yang penuh makna dan pesan. Selain itu, bahasa Minang juga memiliki dialek dan logat yang khas pada setiap daerah yang ada di Sumbar. Dalam perkembangannya, bahasa Minang didominasi oleh bahasa Indonesia yang juga digunakan masayarakat Sumbar. Masyarakat Sumbar cendrung menggunakan bahasa Indonseia dalam kehidupan sehari-hari khususnya di kota-kota. Hal ini terlihat dari penggunaan kata sapaan antar lingkungan keluarga maupun antar lingkungan masyarakat. Misalnya penggunaan kata sapaan bahasa Minang dalam hubungan keturunan yang sudah mulai hilang.

 Dalam bahasa Minang adik laki-laki dari ibu disapa dengan mamak namun kenyataan di lapangan mamak disapa dengan sapaan om. Selain itu, adik perempuan ayah disapa dengan etek. Realita yang terjadi etek disapa dengan tante. Inilah fenomena penggunaan kata sapaan bahasa Minang yang sudah mulai ditinggalkan. Sekilas kasus di atas tidak begitu mengganggu khasanah bahasa sebagai alat komunikasi. Namun, sebagai daerah yang beradat, berundang-undang, bermoral, beretika dan kurenah dalam bersikap seolah pengunaan kata sapaan seperti itu melemahkan sendisendi adat Minangkabau. Fenomena seperti ini memberikan celah terhadap arus globalisasi untuk terus mengikis bahasa Minang khusunya kata sapaan bahasa Minang. Pada akhirnya bahasa Minang tidak mampu bertahan di negeri sendiri dan tergantikan oleh bahasa Indonesia atau bahasa lain yang juga melunturkan sendi-sendi adat Minangkabau.

Berdasarkan identifikasi bahwa kata sapaan bahasa Minang mulai berubah. Bahasa Minang yang selama ini dipakai dalam kehidupan sehari hari diganti dengan bahasa Indonesia, bahasa media social, bahasa gaul dan bahasa asing. Bahasa Minang sebagai bahasa daerah tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai alat pengembangan budaya Minangkabau. Dalam hal ini jika bahasa Minang sudah mulai berubah atau ditinggalkan maka akan berpengaruh terhadap budaya masyarakat Minang. Di Minangkabau ada aturan berbahaasa yang harus diikuti masyarakatnya dan mempengaruhi budaya dan sikap dari masayarakat itu sendiri. Dalam pepatah Minangkabau disebutkan, ”Nan kuriak iyolah kundi Nan merah iyolah sago, Nan baiak iyolah budi Nan Indah iyolah baso, Kuek rumah dek basandi Rusak sandi rumah binaso, Kuek bangso karano budi Rusak budi bangso binaso”. Pepatah tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Minang mempunyai sopan santun dalam kehidupan bermasyarakat dengan berbahasa yang indah dan budi yang baik. Selain itu, jika bahasa dan budi sudah tidak baik maka binasalah bangsa Minangkabau. Oleh karena itu, bahasa Minang merupakan pondasi utama dalam menegakkan sendi sendi adat dan budaya Minangkabau dari kehancuran dan kebinasaan yang menggerogotinya. 

Sapaan keekrabatan di Minangkabau tidak hanya mengalami perubahan pada sendi sensi adat Minangkabau tetapi juga sapaan terhadap generasi muda. Saudara laki laki sepupu sebaya sapaan bahasa Minangnya adalah Waang atau Ang dan Saudara perempuan sepupu sebaya sapaannya Kau. Di era globalisasi ini kata Waang atau Ang dan Kau tidak lagi terdengar dalam komunikasi anak muda Minang. Kata sapaan ini sudah diganti dengan panggil nama dan terkadang ada yang menggunakan kata gue dan elu. Ini menunjukkan bahwa generasi muda Minang mulai tidak mengenal bahasa nenek moyangnya. Selain itu tidak tertutup kemungkinan akan berpengaruh pada sikap dan perilaku mereka dalam kehidupan sehari hari. Berbahasa sesuka mereka dan menganggap sepupu adalah orag lain sehingga rengganglah hubungan kekerabatan di Minangkabau. 

Hal di atas juga terjadi pada sapaan untuk kakak perempuan kandung, Tidak terdengar lagi bunyi sapaan uni, uwo, one untuk kakak perempuan kandung. Sapaan ini sudah berganti dengan sapaan kakak atau panggil nama. Di Minangkabu kakak kandung sangat dihormati. Seorang kakak akan bertanggung jawab kepada adik adiknya. Seorang kakak perempuan di Minangkabu tidak hanya sebagai kakak bagi adik adiknya tetapi juga sebagai tonggak rumah gadang yang akan mewarisi harta pusaka, tempat adik dan kaumnya bermusyawarah. Penggunaan sapaan panggil nama kepada kakak kandung merupakan perilaku tidak sopan (gaduak) dan perbuatan tercela. Hal ini menunnjukan bahwa kekerabatan di Minangkabau sudah mulai pudar. Begitu juga sapaan pada adik perempuan kandung, anak laki laki kandung, anak perempuan kandung, cucu laki-laki kandung, cucu perempuan kandung. Di era globalisasi ini sapaan tersebut sudah diganti dengan sapaan panggil nama sehingga tidak terlihat lagi bahasa Minang yang mengisi komunikasi kehidupan masayarakat. Dengan kata lain hidup di Minangkabau serasa hidup di kota besar yang super sibuk dan bahasa yang sudah beragam.  Dalam islam haram hukumnya suami memanggil istri dengan sapaan ibu atau mama. Begitu juga istri memanggil suami papa atau ayah. Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah ayat 3 yang artinya, “Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Minang sudah mengatur semua aturan hidup masyarakatnya dari segi bahasa bedasarkan alquran. Sesuai dengan falsafah hidup masyarakat Minangkabau adat basandi sayarak, sayarak basandi kitabullah. Dalam arti kata tidak hanya bahasa Minang saja yang mengatur masyarakatnya dalam bertutur sapa tetapi agama yang dianut masyarakat Minangkabau yaitu islam juga telah menyampaikan terlebih dahulu. Begitulah keselarasan antara sapaan miangkabau dengan agama islam.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS