Ticker

6/recent/ticker-posts

Mengapa rangking inovasi Indonesia terendah di antara 6 Negara ASEAN. INi Jawabannya?




Sekjen Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Ir. Chairil Abdini, M. Sc, diundang Prodi Magister PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (UNP) memberikan materi pada mata kuliah Analisis Teori Kebangsaan dan Pembangunan.


Chairil yang juga dosen pada PPS Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), pada kuliah tersebut memberikan wawasan kepada peserta berbagai alasan mengapa rangking inovasi Indonesia terendah di antara 6 Negara ASEAN.


Kuliah yang dilaksanakan pada hari Sabtu, (26/2) melalui zoom meeting ini, dibuka oleh Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial yakni Dr. Zikri Alhadi, S.IP, MA., dan dimoderatori oleh Arieska Dwi Asmil, M.Pd.


Dr. Chairil Abdini mengungkapkan bahwa terdapat tiga (3) faktor mengapa inovasi di negara Indonesia menempati posisi ke-6 terendah di bawah peringkat Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina, menurut Global Innovation Index yang dirilis WIPO dalam 10 tahun terakhir.


Pertama, kegagalan pasar. Masih rendahnya minat perusahaan dalam negeri untuk melakukan investasi terhadap hasil riset dan pengembangan ilmuwan Indonesia. Perusahaan dalam negeri memiliki keterbatasan dalam hal talenta, finansial, peralatan, pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam berinovasi terkait hasil riset ilmuwan.


Kondisi ini menjadikan perusahaan cenderung memilih kegiatan bisnis dengan risiko lebih rendah seperti misalnya lisensi, perakitan, keagenan, dan pemasaran produk barang maupun jasa dari luar negeri. Sedangkan inovasi produk barang dan jasa dari luar negeri yang dipasarkan terus mengalami peningkatan di negara asalnya. Akibatnya, perusahaan dalam negeri semakin jauh tertinggal untuk dapat menghasilkan produk yang dapat dikomersilkan secara luas.




Kedua, kurangnya intervensi kebijakan pemerintah dan kelembagaan. Ketika terjadi kegagalan pasar, biasanya pemerintah melakukan intervensi kebijakan dan kelembagaan. Dalam hal ini, masalah yang dihadapi Indonesia adalah lemahnya penegakan hukum terhadap hak kekayaan intelektual, rendahnya anggaran riset dan rendahnya kualitas output riset dari lembaga pendidikan.


Diperlukan gerakan bersama untuk mengembangkan universitas berbasis riset untuk menghasilkan inovasi tepat guna. Selain itu pemerintah perlu menghasilkan kebijakan perdagangan luar negeri yang pro terhadap perusahaan dalam negeri.


Ketiga, lemahnya pemanfaatan jejaring global. Kisah sukses suatu bangsa dalam melakukan inovasi juga ditentukan oleh peran jejaring sosial global yang memberikan akses terhadap tenaga peneliti. Para peneliti harus update terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mencari sponsor dari yayasan filantropi global agar mendapatkan peralatan dan dana untuk melakukan riset.


Namun yang terjadi di Indonesia, para peneliti memiliki mobilitas yang rendah dan kurang berinteraksi dengan sejawat akademisi global. Sehingga inovasi di Indonesia tidak berkembang dan bahkan jauh tertinggal dibanding bangsa lain di lingkungan ASEAN.



Berdasarkan faktor-faktor penentu berkembangnya inovasi diatas, Dr. Chairil Abdini mengusulkan suatu solusi yang disebut sebagai ketidakamanan kreatif (creative insecurity). Ketidakamanan kreatif merupakan kesadaran dari pemerintah, perusahaan dan ilmuwan/periset bahwa semua pihak perlu merasa cemas bahkan terancam dengan pesatnya perkembangan inovasi dari negara luar.


Selama ini seluruh energi bangsa ini dihabiskan untuk mengatasi ketegangan domestik, sehingga dua hal penting yakni inovasi ekonomi dan militer tertinggal jauh. Oleh karenanya pemerintah Indonesia perlu bersungguh sungguh memberikan dukungan penuh dan motivasi yang kuat untuk mendorong perusahaan dan lembaga pendidikan melakukan inovasi ekonomi dan militer.


Mulai dari awal hingga akhir perkuliahan, peserta antusias mendengarkan materi yang disampaikan serta aktif memberikan tanggapan dan pertanyaan.


Menurut Kaprodi magister PPKn yakni Susi Fitria Dewi S.Sos., M.Si., Ph.D, visiting lecturer adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Prodi magister, dengan mengundang pakar, praktisi dan tokoh nasional untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa agar meningkatnya kualitas lulusan


Sekjen Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Ir. Chairil Abdini, M. Sc, diundang Prodi Magister PPKn Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (UNP) memberikan materi pada mata kuliah Analisis Teori Kebangsaan dan Pembangunan.


Chairil yang juga dosen pada PPS Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), pada kuliah tersebut memberikan wawasan kepada peserta berbagai alasan mengapa rangking inovasi Indonesia terendah di antara 6 Negara ASEAN.


Kuliah yang dilaksanakan pada hari Sabtu, (26/2) melalui zoom meeting ini, dibuka oleh Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial yakni Dr. Zikri Alhadi, S.IP, MA., dan dimoderatori oleh Arieska Dwi Asmil, M.Pd.


Dr. Chairil Abdini mengungkapkan bahwa terdapat tiga (3) faktor mengapa inovasi di negara Indonesia menempati posisi ke-6 terendah di bawah peringkat Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina, menurut Global Innovation Index yang dirilis WIPO dalam 10 tahun terakhir.


Pertama, kegagalan pasar. Masih rendahnya minat perusahaan dalam negeri untuk melakukan investasi terhadap hasil riset dan pengembangan ilmuwan Indonesia. Perusahaan dalam negeri memiliki keterbatasan dalam hal talenta, finansial, peralatan, pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam berinovasi terkait hasil riset ilmuwan.


Kondisi ini menjadikan perusahaan cenderung memilih kegiatan bisnis dengan risiko lebih rendah seperti misalnya lisensi, perakitan, keagenan, dan pemasaran produk barang maupun jasa dari luar negeri. Sedangkan inovasi produk barang dan jasa dari luar negeri yang dipasarkan terus mengalami peningkatan di negara asalnya. Akibatnya, perusahaan dalam negeri semakin jauh tertinggal untuk dapat menghasilkan produk yang dapat dikomersilkan secara luas.




Kedua, kurangnya intervensi kebijakan pemerintah dan kelembagaan. Ketika terjadi kegagalan pasar, biasanya pemerintah melakukan intervensi kebijakan dan kelembagaan. Dalam hal ini, masalah yang dihadapi Indonesia adalah lemahnya penegakan hukum terhadap hak kekayaan intelektual, rendahnya anggaran riset dan rendahnya kualitas output riset dari lembaga pendidikan.


Diperlukan gerakan bersama untuk mengembangkan universitas berbasis riset untuk menghasilkan inovasi tepat guna. Selain itu pemerintah perlu menghasilkan kebijakan perdagangan luar negeri yang pro terhadap perusahaan dalam negeri.


Ketiga, lemahnya pemanfaatan jejaring global. Kisah sukses suatu bangsa dalam melakukan inovasi juga ditentukan oleh peran jejaring sosial global yang memberikan akses terhadap tenaga peneliti. Para peneliti harus update terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mencari sponsor dari yayasan filantropi global agar mendapatkan peralatan dan dana untuk melakukan riset.


Namun yang terjadi di Indonesia, para peneliti memiliki mobilitas yang rendah dan kurang berinteraksi dengan sejawat akademisi global. Sehingga inovasi di Indonesia tidak berkembang dan bahkan jauh tertinggal dibanding bangsa lain di lingkungan ASEAN.



Berdasarkan faktor-faktor penentu berkembangnya inovasi diatas, Dr. Chairil Abdini mengusulkan suatu solusi yang disebut sebagai ketidakamanan kreatif (creative insecurity). Ketidakamanan kreatif merupakan kesadaran dari pemerintah, perusahaan dan ilmuwan/periset bahwa semua pihak perlu merasa cemas bahkan terancam dengan pesatnya perkembangan inovasi dari negara luar.


Selama ini seluruh energi bangsa ini dihabiskan untuk mengatasi ketegangan domestik, sehingga dua hal penting yakni inovasi ekonomi dan militer tertinggal jauh. Oleh karenanya pemerintah Indonesia perlu bersungguh sungguh memberikan dukungan penuh dan motivasi yang kuat untuk mendorong perusahaan dan lembaga pendidikan melakukan inovasi ekonomi dan militer.


Mulai dari awal hingga akhir perkuliahan, peserta antusias mendengarkan materi yang disampaikan serta aktif memberikan tanggapan dan pertanyaan.


Menurut Kaprodi magister PPKn yakni Susi Fitria Dewi S.Sos., M.Si., Ph.D, visiting lecturer adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Prodi magister, dengan mengundang pakar, praktisi dan tokoh nasional untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa agar meningkatnya kualitas lulusan


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS