Ticker

6/recent/ticker-posts

KISAH IKAN BUJANG SEMBILAN DAN DANAU MANINJAU


Oleh ; Ihsan nur rahmadhan dari mahasiswa universitas Andalas jurusan sastra daerah Minangkabau




Indonesia memiliki banyak ragam seni, peninggalan, cerita rakyat dan budaya yang banyak salah satunya adalah di sumatera barat. Minangkabau terkenal dengan seni budaya serta cerita rakyatnya salah satunya adalah Kisah Bujang Sambilan yang berasal dari maninjau kabupaten agagm pada kesempatan kali ini saya akan menceritakan Kisah Bujang Sambilan untuk lebih lebih jelasnya mari kita baca artikel ini.

Pada waktu dulu di sekitar gunung tinjau terdapat sebuah permukiman dan di permukiman itu terdapat sepuluh orang bersaudara. Diantara sepuluh orang bersaudara itu ialah sembilan orang laki-laki dan satu orang perempuan. Sepuluh orang bersaudara itu memiliki nama-nama yaitu, Kukuban, Kudun, Buyua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan Kaciak. Sedangkan saudara perempuan bernama Siti Rasani atau yang biasa dipanggil dengan panggilan Sani. Dari sembilan saudara laki-laki itu juga biasa dipanggil dengan panggilan Bujang Sambilan. Sepuluh bersaudara tersebut memiliki paman yang pekerjaannya sebagai pemuka adat beliau bernama Datuak Limbatang dan memiliki seorang anak yang bernama giran. Mereka idup bersama di desa itu tanpa orang tuanya.

Bujang sambilan adalah orang-orang yang baik rajin membantu pamannya untuk bertani. Pada keesokan harinya Datuak Limbatang datang bersama anaknya berkunjung ke rumah Bujang Sambilan. Ketika mereka sampai di rumah bujang sembilan, si Giran dan si Sani saling bertatap-tapan dan ternyata mereka saling suka sama suka. 

Pada keesokan harinya di pemukiman itu musim panen, jadi unutuk merayakannya diadakanlah permainan anak muda yaitu pencak silat atau yang biasa disebut Basilek. Ternyata si Giran dan si Kukuban ikut memeriahkan acara tersebut sebagai peserta pecak silat. Pada babak akhir ternyata di pertemukanlah si Giran dengan si Kukuban untuk bertarung. Pertarungan terasa sengit dengan si Girian yang selalu melemperkan serangan kepada Kukuban dan selalu tertangkis oleh Kukuban. Lalu ketika Kukuban melemparkan serangan kepada si Giran ia pun terlihat kewalahan dan kesusahan untuk menangkis serangan yang di lemparkan oleh Kukuban kepadanya. Akhirnya ketika serangan terakhir yang diberikan oleh kukuban dapat tertangkis oleh sigiran dan membuat Kukuban menjadi cidera atau patah kaki. Setelah kejadian itu Kukuban pun merasa marah dan merasa kesal kepada si Giran karena telah mempermalukan si Kukuban di depan umum. Walaupun dia merasa marah dia bisa menyembunyikan perasaannya didalam hati. 

Beberapa bulan kemudian Datuak Limbatang pergi ke rumah bujang sembilan. Tujuan beliau datang bukan untuk mengajari bercocok tanam melainkan untuk menjodohkan anaknya si Giran dengan si Sani. Saat Datuak Limbatang berbicara dengan salah seorang saudara si Sani ternya terdengar oleh si Kukuban lalu ia menjawab dengan lantang bahwa dia tidak akan setuju menjodohkan adiknya yang bernama Sani dengan si Giran. Dengan alasan si Giran telah mempermalukan si Kukuban di gelanggang. Lalu datuak Limbatang menjawab didalam gelanggang itu kalah menang adalah hal yang biasa namun Kukuban itu terus saja marah kepada si Giran atas perbuatan yang membuat si Kukuban itu merasa malu dipemukiman tersebut ternyata ketika si Kukuban berbicara dengan datuak Limbatang terdengar oleh si Sani sehingga membuat si Sani terpukul karena uapan abangnya kepada Datuak Limbatang. Sani pun merasa kecewa dan murung atas keegoisan abangnya kepada Datuak Limbatang.

Beberapa hari kemudian si Sani dan si Giran bertemu di lokasi ketika pertama kali dia bertemu, saat bertemu Sani pun terjatuh dan membuat Sani terluka. Si Giran pun terlihat cemas dan pergi meninggalkan sani mencari obat ke dalam hutan untuk mengobati kakinya yang terluka. Setelah dia menemukan obat tersebut si Giran bergegas kembali dan menyembuhkan kaki si Sani yang terluka tadi. Ketika si Giran hendak menyentuh kaki si Sani yang penuh darah tadi ternyata mereka berdua telah di kepung oleh warga kampung beserta Bujang Sembilan saudara Sani sehingga timbulah kesalah pahaman disitu warga kampung dan bujang sembilan mengira bahwa si Sani dan si Giran melakukan hal yang tidak patut di lakukan. Ketika si Sani dan si Giran melakukan pembalaan tetap saja tidak merubah hasil keputusan atas apa yang mereka perbuat. Akhirnya si Sani dan si Giran dibawa ke puncak gunung Tinjau untuk mendapatkan hukuman yang di berikan oleh warga pemukiman beserta Bujang Sembilan. Ketika sampai lokasi ternyata mereka berdua mendapatkan hukuman untuk meloncat ke dalam kawah gunung tinjau itu. Ketika sebelum melompat ke kawah gunung tinjau itu, si Giran dan si Sani itu berbicara sebelum saya meloncat ada suatu pembuktian dari kami jika kami salah maka hancurlah badan kami berdua di dalam kawah gunung tinjau ini akan tetapi jika kami tidak membuat kesalahan itu setelah kami melompat kedalam kawah ini maka akan terjadi bencana alam yang begitu dahsyat dan bujang sembilan pun akan berubah menjadi ikan. Setelah mereka mengucapkan perkataan seperti itu mereka berdua langsung loncat kedalam kawah gunung tinjau. Setelah mereka berdua meloncat ke kawah gunung itu tidak lama kemudian terjadilah bencana yang sangat dahsyat di pemukinan sekitar gunung tinjau sehingga membuat pemukiman itu tenggelam oleh air. Dan selain itu bujang sembilan saudara si Sani tersebut berubah menjadi ikan. Sekarang Bujang Sembilan itu di sebut oleh masyarakat yaitu IKAN BUJANG SAMBILAN dan gunung Tinjau tersebut telah di kelilingi oleh danau yang bernama DANAU MANINJAU.

Dari cerita diatas dapat di simpulkan bahwa janganlah takut melawan kesalahan jika kita berada di posisi kebenaran maka semua petunjuk akan mengarah kepada kita.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS