Ticker

6/recent/ticker-posts

PERAYAAN TAHUN BARU DALAM PERSPEKTIF ISLAM _(Sebuah Renungan Di Pagi Hari )




*_A. Ketentuan Hari Raya Dalam Ajaran Islam :_*


Berbicara tentang hari raya bagi umat Islam adalah  tidak hanya sekedar adat atau budaya yang lepas dari dalil atau ketetapan hukum. Akan tetapi  merupakan bagian syariat yang telah diatur oleh Allah SWT, sebagaimana dalam firman Nya di bawah ini : 


وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا


*Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya*  (QS.  Al-Furqan Ayat : 72)


Lalu,  Kapan dan bagaimana orang islam merayakan sesuatu, semuanya telah Allah SWT sampaikan melalui lisan Rasul-Nya.


Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik menfatakan, bahwa :  Rasulullah SAW datang ke Madinah dan penduduknya memiliki dua hari raya. Kemudian  beliau bertanya :


مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. قَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا؛ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْر.


*Dua hari apa ini ? Mereka menjawab :  Dahulu semasa Jahiliyah kami biasa bermain di dua hari ini. Beliau pun bersabda :  Sungguh Allah SWT telah menggantikannya dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha*  (HR Abu Dawud)


Kemudian dalam hadis lain, dari Aisyah R.A,  Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar sbb :


إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَإِنَّ عِيدَنَا هَذَا الْيَوْمَ


*Sesungguhnya bagi setiap kaum ada hari rayanya dan ini adalah hari raya kita*  (HR. Bukhari-Muslim)


Hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa umat Islam memiliki *_hari rayanya sendir_*, yani *_IDUL FITRI dan IDUL ADHA_* berbeda dengan orang Non Muslim. Sebelum Nabi SAW datang ke Madinah, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Madinah merayakan hari raya orang-orang Persia, atau yang disebut dengan hari *_Raya Nairuz dan Mihrajan_*.  Walaupun hari raya tersebut sudah menjadi tradisi dan adat kebiasaan masyarakat setempat, naMun Rasulullah SAW *_melarangnta_* karena hal itu dapat menganggu ‘izzah (kehormatan) dan kekokohan iman kaum muslimin.


Umar bin Khattab berkata : *Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka*  (HR. Al-Baihaqi)


Abdullah bin ‘Amr berkata :  *Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu dia merayakan pesta Nairuz  dan Mihrajan mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam keadaan seperti itu maka dia akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat*  (Lihat: Ahkam Ahlidz Dzimmah, 1/723)


*_B.  Lalu Bagaimana Dengan Perayaan Tahun Baru :_*


Tahun baru memang sebuah momentum yang dinanti-nanti oleh banyak orang. Keberadaannya sangat identik dengan perayaannya yang meriah. Banyak masyarakat yang membangun persepsi bahwa tahun baru adalah awal dari kehidupan baru yang akan mereka jalani. Dari sinilah kemudian rasa kebahagian mereka ungkapkan dalam bentuk hiburan dan pesta ria dengan berbagai macam cara.


Terlepas dari itu semua, sebenarnya mereka lupa atau belum tahu jika perayaan tersebut sejatinya tidak dibenarkan di dalam Islam, karena meskipun sudah dianggap sebagai adat kebiasaan, perayaan tahun baru banyak mengandung unsur-unsur penyimpangan terhadap hukum syar’i. Di antara hal yang cukup mendasar adalah :


*1. Perayaan Tahun Baru Adalah Tradisi Jahiliyah :*


Sebagaimana diketahui bersama, perayaan tahun baru merupakan perayaan besar bangsa  Romawi yang dilakukan setiap memasuki awal tahun. Pesta tersebut  mereka peruntukkan untuk menghormati Dewa Janus,  yaitu Dewa yang digambarkan bermuka dua sehingga ia bisa melihat ke depan dan ke belakang secara bersamaan. Kedua muka tersebut juga membuatnya dapat melihat ke masa lalu dan masa depan. 


Pesta tahun baru 1 Januri pertama kali dirayakan oleh Julius Caesar pada tahun 45 SM, yaitu ketika ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke-7 SM. Penanggalan dibuat dengan berpusat pada heliosentris, artinya mengikuti peredaran matahari. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari yang dimulai dari tanggal 1 Januari.


Lalu pada tahapan berikutnya, momentum ini juga dijadikan sebagai salah satu perayaan suci orang-orang kristen. Itulah sebabnya mengapa kalau ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu atau yang biasa mereka tulis dengan Merry Christmas and Happy New Year (selamat hari natal dan tahun baru).


Dengan demikian meramaikan tahun baru bisa berdampak pada kondisi keimanan seseorang. Dalam hal ini secara tidak langsung dia telah mengagungkan hari kebesaran mereka. Kalaupun tidak demikian, maka minimal hatinya akan condong dan senang terhadap hari raya orang-orang kafir. Padahal umat Islam diperintahkan untuk bara’ (berlepas diri) dari syi’ar-syi’ar mereka.


Ibnu Aqil berkata, : *Jika kamu hendak mengetahui bagaimana kondisi umat islam di suatu tempat, maka janganlah engkau melihat ketika ramainya mereka di pintu-pintu masjid atau kerasnya suara mereka ketika melafalkan “labbaika” (maksudnya ketika berhaji),  akan tetapi lihatlah kondisi wala’ mereka (loyalitas mereka) kepada musuh-musuh islam*


*2. Menyerupai Orang-Orang Kafir (Tasyabbuh) :*


Merayakan tahun baru berarti sama saja meniru-niru tradisi orang kafir. Jika umat Kristiani menggunakan lonceng untuk memanggil jama’ahnya ketika beribadah, orang Yahudi menggunakan terompet sementara orang Majusi menggunakan api, maka pada jam 00:00 WIB malam tahun baru semua model tersebut hadir dalam satu waktu. Lonceng berbunyi, terompet berbunyi, kembang api pun dinyalakan.


Sehingga benarlah sabda Rasulullah SAW : 


لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ


*Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah SAW, Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi ?  Beliau menjawab, Selain mereka lantas siapa lagi ?*  (HR. Bukhari No. 7319).


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan : *Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara*  (Majmu’ Al Fatawa, 27:286)


Oleh karena itu, Rasulullah SAW  mengingatkan para sahabatnya agar mereka menyelisihi Yahudi dan Nasrani dalam segala hal. Untuk beliau bersabda sbb : 


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


*Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka* (HR. Ahmad dan Abu Daud)


Besarnya perhatian Rasulullah SAW  dalam masalah ini, sehingga  menyebabkan orang Yahudi berkata sbb :


مَا يُرِيْدُ هَذَا الرَجُلُ أَنْ يَدَعَ شَيْئًا مِنْ أَمْرِنَا إِلَّا خَالَفَنَا فِيْهِ


*Apa yang diinginkan orang ini (maksudnya Rasulullah SAW), tidaklah ia meninggalkan sesuatu dari urusan kami, kecuali dia menyelisihi kita*


*3. Hura-Hura Penuh Maksiat :*


Tahun baru selalu identik dengan kemaksiatan. Tidak hanya pesta kembang api, suara petasan atau terompet, namun lebih daripada itu, mayoritas masyarakat kita melewatinya dengan beragam bentuk kemaksiatan. Pesta yang berlangsung sampai larut malam itu tidak pernah sepi dari panggung-panggung kemasiatan. Campur baur antara laki-laki dan perempuan lumrah terjadi. Adanya pesta seks, minum minuman keras, bahkan narkoba sekalipun adalah kebiasaan yang sulit dipungkiri di malam tahun baru.


Jadi sangat lah wajar jika perayaan tersebut tidak diperolehkan karena demi mencegah umat dari pengaruh buruk yang lazim dilakukan oleh para pelaku maksiat. Karena pada prinsipnya, seorang mukmin wajib mencegah segala bentuk kemaksiatan dengan cara apapun yang sanggup ia lakukan, bukan malah larut bersama para pelaku maksiat.


Wallahu a’lam bis shawab !, 


Semoga sekelumit tulisan ini bermanfaat dan berkah, aamiin YRA

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS