Ticker

6/recent/ticker-posts

Potret Kehidupan Seniman yang Mulai dimakan Zaman

Oleh : Siti Juhaira Fitri, Mahasiswa Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Di atas perlak berwarna orange ini salah satu seniman saluang tampak menampilkan keahliannya di tempat jalan saat pengisian bensin motor yang ada di salah satu pertamina di jalan Khatib Sulaiman, Padang. Ya, seniman ini di kenal namanya sebagai Bujang Nepo.
Bujang Nepo adalah seorang pemain saluang dendang dari Kota Padang, Sumatera Barat. Ia adalah seorang seniman musik yang sering tampil di kawasan pertamina yang ada KFC-nya di Jl.Khatib Sulaiman di depan sekolah Al-Azhar Padang. Bujang Nepo terlihat sangat menghayati memainkan saluangnya saat tampil di keramaian. Ia sering memejamkan matanya saat meniup saluang, sehingga tak heran terkadang orang-orang yang berhenti mengisi bensin di pertamina itu mengira bahwa ia memilki gangguan penglihatan atau terlihat seperti orang buta. Meskipun demikian Bujang Nepo sebenarnya adalah orang biasa yang masih sehat penglihatannya dan tak ada cacat di tubuhnya.
Bujang Nepo dilahirkan di Koto Anau, Solok pada tahun 1963. Dia adalah anak dari Bapak Munir (ayah) dan Ibu Nurjannah (ibu). Bujang Nepo pertama kali belajar bermain saluang ketika berusia 9 tahun. Dia belajar bermain saluang tidak berguru melainkan dia belajar sendiri dan melihat orang-orang bermain saluang di berbagai acara adat dahulunya. Dia dahulunya sering di bawa pergi-pergi ke acara-acara dalam pertunjukan seni ketika usia anak-anak. Oleh karena itu dia sering mengamati orang bermain saluang. Semenjak itulah dia mulai gemar bermain saluang.
Bujang Nepo dibesarkan oleh kedua orang tua nya yang bekerja sebagai petani. Dia adalah anak ke-4 dari 6 bersaudara dengan 3 orang abang, 2 orang adek perempuannya. Dia mengikuti pendidikan formal hanya sampai di Sekolah Dasar saja di Solok dikarenakan kondisi ekonomi keluarganya yang banyak menangung beban sehingga tak bisa melanjutkan pendidikan selanjutnya. Semenjak selesai sekolah, ia mulai berkelana dengan saluangnya ke daerah-daerah lain. Dia pertama tampil bermain saluang ketika berumur 13 tahun di acara hiburan yang ada di kampungnya. Dia hanya mengandalkan bermain saluang untuk memenuhi hidupnya saat muda-muda dulu. Dia suka berkesenian dengan alat musik tiup saluang ini. Bujang Nepo senang melakukannya karena hobby disamping itu dia juga mendapatkan penghasilan dari pertunjukan satu ke pertunjukan lainnya. Seperti yang dia katakan dalam berbincang-bincang dengan saya bahwa “hobby tersalurkan, pitih dapek juo”.
Sekitar  usianya 15 tahun, semua anggota keluarganya pindah ke Padang. Tentunya dia juga ikut pindah ke Padang. Mereka tinggal menetap di Jl.Gadut  (gaduik). Ayahnya tak lagi bertani melainkan memulai usaha “kerupuk jangek”untuk menafkahi isteri dan 6 orang anak-anaknya. Bujang Nepo tentunya juga ikut membantu kedua orang tuanya memasarkan kerupuk jangek  usaha ayahnya.
Setelah 10 tahun berkesenian dengan saluangnya, Bujang Nepo menjadikan hobby  nya ini menjadi mata pencaharian utamanya. Dia  membuat sebuah group keseniannya dengan namanya “Nepo Group” dimana anggotanya kebanyakan dari sanak keluarganya juga. Dia adalah yang menjadi ketua dalam group tersebut. Dia lah yang menjadi sosok penanggung jawab dalam setiap panggilan pertunjukan dari orang lain, dialah yang mencari anggota-anggotanya untuk tampil dan sampai bertanggung jawab dengan transportasi anggotanya hingga sampai ke rumah. “Nepo Group” beranggotakan dari pemain saluang, pemain gandang, pendendang dan juga penyanyinya. Group itu tampil sesuai dengan permintaan dari pemesannya.
Masa kejayaan “Nepo Group” ini sekitar tahun 1995. Mereka sudah jauh-jauh daerah yang pernah  mereka singgahi  di luar Sumatera Barat. Mereka sudah pernah tampil di acara IKM (ikatan keluarga minang) di Jakarta dulunya. Mereka juga pernah tampil di Bandung, Jawa Barat dan Medan, Sumatera Utara dan daerah lainnya. Namun semenjak zaman yang sudah modern ini, banyak anggota “Nepo Group” tak lagi bergabung dengannya dikarenakan sudah beralih dan ikut Organ Tunggal dan acara Kim. Meskipun demikian, Bujang Nepo tak berhenti bermain saluang.
Sosok pria yang bersuku Melayu ini sudah memiliki 10 orang anak dengan 6 orang laki-laki dan 4 orang perempuan  dari dua orang isterinya. Dari isteri yang pertama Bu Layseli Nurleli,  dia mempunyai 4 orang anak, dan sudah lama telah bercerai. Dari isterinya yang kedua Bu Yusmaini,  dia dianugerahi dengan 6 orang anak, dimana anak bungsunya sekarang ini berusia 3 bulan.
Semenjak Bujang Nepo menikahi isterinya yang kedua ini, mereka berdua menampilkan dendang saluang, karena tak ada lagi “Nepo Group”. Isterinya itu awalnya tidak pandai berdendang, melainkan Bujang Nepo lah yang mengajari isterinya itu untuk bisa berdendang. Mereka sering berlatih di rumah sebelum tampil pertunjukan. Mereka berdua tampil ketika ada yang memanggilnya dan jika tidak ada mereka tampil di sejumlah tempat-tempat keramain seperti di pertamina. Dan mereka juga membawa dagangannya, yaitu berdagang jualan kerupuk jangek ketika pergi tampil pertunjukan saluang dendang.
Saluang yang Bujang Nepo gunakan adalah terbuat dari talang (bambu) yang memilki 4 lubang dengan diameter 3-4 cm dan panjangnya 40-60 cm. Gaya nada saluang yang ia mainkan adalah ratok solok dan terkadang dengan irama dangdut.
Dalam dua tahun terakhir, Bujang Nepo sering tampil di pertamina  yang ada KFC-nya di Jl.Khatib Sulaiman di depan sekolah Al-Azhar Padang. Hampir setiap hari dia kesana dan libur hanya ketika hujan datang melanda. Sekarang ini Bujang Nepo hanya sendiri tampil karena sang isteri merawat anaknya yang baru berusia 3 bulan. Dia berangkat sekitar jam 4 dari rumahnya di Gadut menuju ke pertamina Khatib. Dengan menggunakan motor bebek Suzuki Smash dia berkendara menuju lokasi.
Dari hasil bermain saluangnya itu, ia lebih kurang bisa mendapatkan sebanyak 200.000 ribu Rupiah dalam satu hari. Terkadang juga tak menentu hasilnya, tergantung ramainya orang yang datang di pertamina tersebut. Dengan hasil sebanyak itulah dia mencukupi kehidupan keluarganya. Biasanya dia mulai bersaluang sekitar jam 5 sore hingga jam 2 pagi, dan kadang sampai dia sanggup aja dan tidak menentu juga. Bujang Nepo hanya mengandalkan bermain saluang ini sebagai mata pencaharian utamanya.
Begitulah kehidupan salah satu sosok seniman saluang dendang Bujang Nepo, yang ada di kota Padang ini. Seorang seniman tidak akan pernah berhenti berkarya dengan seni nya. Dengan seni orang bisa bertahan hidup dan apresiasi masyarakat terhadap seni tentunya sangat berharga bagi seorang seniman.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS