Ticker

6/recent/ticker-posts

PENDENDANG SEGUDANG ILMU


Oleh : Eja Fatimah
Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Najmah Hanum, kerap sehari-hari di panggil buk Ema. Beliau lahir di Padang Panjang, Pada tanggal 3 Agustus 1964. Yang mana tempat kelahiran beliau  tersebut dinamakan kota Serambi Mekkah, karena tempat tersebut konon dikatakan tempat paling strategis untuk pengembangan agama islam di Minangkabau. Suami beliau bernama bapak Elvi Endri, beliau mempunyai 2 orang anak.
Sedikit mengupas tentang perjalanan sekolah ibuk kita ini, beliau bersekolah di Sd Jaho, Kabupaten Tanah Datar. Lalu melanjutkan sekolah menengah di SMP N 1 Padang Panjang. Setelah itu beliau bersekolah di SMA N Padang Panjang. Tidak hanya berhenti ditingkat ini saja, beliau masih juga ada keinginan untuk melanjutkan ke ASKI Padang Panjang dan mengambil jurusan karawitan. 
Karawitan yaitu seni dalam memainkan gamelan atau yang ada di Sumatera Barat yaitu talempong dan juga seni suara. Salah satunya belajar dendang dalam seni suara ini. Belajar dendang di jurusan ini adalah sebagai matakuliah pokok. Dendang itu berkaitan dengan sastra lisan. Sastra lisan adalah ujaran yang bersifat sastra.
Kita disini akan mengetahui tentang beberapa kisah perjalanan beliau. Lansung saja dimulai dari beliau memasuki jenjang perkuliahan. Pada awalnya sebenarnya beliau menginginkan untuk melanjutkan studi ke Universitas Andalas. Namun, apalah daya. Keinginan tersebut tidap dapat belau penuhi sendiri. Setelah merasa kecewa, beliau pada saat itu yang dari SMP sampai SMA tinggal bersama dengan kakak sepupunya. Yang mana kerabat beliau ini sedang berkuliah di Aski Padang Panjang yang mengambil jurusan tentang Minangkabau pada saat itu. Di jurusan ini belajar tentang tradisi minangkabau,tarian, musik. Hari-hari beliau melihat kerabatnya yang selalu membawa alat musik tradional maupun non-tradisional ke kos an tersebut. Seperti bansi, rebab, saluang Sehingga beliau selalu ingin mencoba memainkanya. Lalu entah bagaimana bisa termotivasi saja dengan sendirinya.
Pada saat bangku perkuliah di jurusan kerawitan tersebut. Beliau agak merasa aneh dan kebingungan. Pertama kali dosen mencatatkan syair atau pantun, lalu di demonstrasikan (dilakukan/dicoba) secara lambat-lambat, satu persatu satu, baris perbaris, satu bait dua bait sampai selesai. Pada tiap kali pertemuan, beliau dibekali 1 judul. Maka selama satu semester semua mahasiswa mendapat 16 judul. Itulah yang selalu dipelajari.
Setelah belajar 6 semester, ternyata belajar dendang itu sangat mengasikkan , bahkan sudah menjadi hobi dan kebutuhan bagi beliau. Beliau juga menganggap satra itu unik, karena orang minang menyampaikan sesuatu melalui ungkapan dengan ada sampiran dan isi. Dan dalam penyampaian pun sangat lembut, tidak lansung tertuju kepada hal yang ingin diungkapkan. Seperti menyatakan cinta kepada seseorang, lagi sedih, patah hati. Disampaikan melalui syair-syair dan lantunan suara dengan khaidah yang ada.
Pada saat dulu belajar dendang ini, tidak ada suatu karya ciptaan. Karena sudah disajikan yang ada saja. Palingan hanya memindahkan syairnya saja. Dengan begitu pada saat ujian akhir. Beliau hanya menampilkan apa yang telah dipelajari saja. Dengan adanya kolaborasi dari berbagai penampilan lain. Seperti : salawat dulang, saluang, dan sirompak. Dalam proses latihan akhir inilah yang memunculkan kendala, karena disini penampilannya berkelompok. Kalau untuk berani tampil pribadi beliau bisa dikatakan adalah orang yang berani. Kenadala yang terjadi pada penampilan kelompok yaitu dari anggota kelompok tersebut malas, capek, dan segala macam hal yang muncul disaat ingin latihan. Intinya setiap penampilan, seseorang harus mempunyai jiwa dan keinginan yang gigih utuk belajar dan berusaha. Karena itu semua adalah puncak perjuangan.
Kendala yang dirasakan memasuki jurusan tersebut yakni, pada dahulu dendang itu tidak ada dipelajari, pas disaat perkuliahan baru bertemu. Pada saat dulu itu kalau ada orang yang belajar dendang itu dibilang kuno dan aneh bagi pandangan masyarakat. Belajar tradisi minang dianggap kuno. Karena masyarakat saat sedang maraknya tradisi barat. Sehingga apa yang seharusnya adat kita malah dianggap sebuah hal yang spele.
Setelah dari ASKI PADANG PANJANG. Jurusan ini yang selaras dengan jurusan beliau sebelumnya. Karena pada saat di ASKI beliau hanya mengambil D3 saja. Pada saat lulus D3 beliau lansung diterima jadi guru di SMK N 7 Padang. Maka beliau melanjutkan S1 di UNIVERSITAS NEGERI PADANG. Beliau mengambil jurusan Sendratasik.
Beliau mengajar sebagai guru kerawitan. Disini beliau mengajarkan dendang dengan genre yang senang. Karena beliau menyukai dendang yang bernuansa senang. Sehingga para siswa juga tidak bosan dalam proses belajar-mengajar. Genre dendang dengan nuansa senang ini akan menambah minat dan rasa tertarik siswa untuk belajar. Karena, nuansa senang memilki tempo yang mudah untuk dipahami. Sehingga terpaculah dorongan semangat yang ada. salah satu dendang yang disukai dan yang diajarkan beliau kepada siswa yaitu syair yang berjudul  Sobaik Kanduang . 
Beginilah contoh syairnya tersebut :
 Sobaik Kanduang 
Bukik kanduang balai rabaa
Lah sobaik kanduang
Pautan kudo nan barantai
Mamak kanduang jagolah
Baa lah sobaik kanduang
Danga lah imbau lai dagang sansei
Rumpuik lah saruik panjang lah baa
Lah sobaik kanduang
Parak lah jua labuah basilang
Like dek san alai cayo lampu
Lah sobaik kanduang
Habihlah minyak cayonyo ilang

Dendang diataslah yang sering beliau ajarkan kepada muridnya. Tentunya tidak hanya itu saja, masih ada banyak yang lainnya yang beliau ajarkan. Bagaimanapun juga walaupun beliau seorang tenaga pengajar. Beliau juga dikenal sangat indah lantunan suara dendangnya. Dengan banyaknya seniman lisan yang ada, beliau sungguh sangat prihatin terhadap seniman lisan yang ada dijalanan. Sebenarnya jika mereka tidak malas, pasti bisa lebih dikreativitaskan lagi dengan apa yang di punya. Tapi, beliau masih tetap menyanjung tinggi seniman lisan walaupun dengan cara dijalanan. Setidaknya mereka telah berusaha menggunakan kemampuan yang ada. Menurut beliau status ekonomi seorang satra lisan tidak akan jatuh, apabila mereka terus berusaha dan berupaya menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada diri tersebut.
Pesan beliau  Kepada siapa saja, terutama generasi muda penerus bangsa. Teruslah bangkitkan dan junjung tinggi kesenian yang ada di Minangkabau ini. Karena pada dasarnya, generasi mudalah penerus dari orang-orang yang sudah tua. Berkemungkinan generasi mudalah yang akan mewarisi dan melestarikan kesenian ini kedepannya .

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS