Ticker

6/recent/ticker-posts

Inflasi Agustus2019 Di Padang, Di Sumbang Dari Kebutuhan Pendidikan Yang Masih Tinggi

www.jurnalissumbar.id
Kepala BPS Sumbar, Sukardi mengatakan, inflasi di kota Padang mencapai 0,10 persen, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga sejumlah harga pokok. "Secara keseluruhan, inflasi sepanjang Agustus 2019 dipicu bahan makanan dan juga termasuk kebutuhan sekolah," ujarnya di kantor BPS, Padang
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat (Sumbar) mencatat kota Padang mengalami inflasi sebesar 0,10 persen. Kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi penyuplai terbesar inflasi yang terjadi di kota Padang.
Cabai merah menjadi penyuplai inflasi tertinggi di dua kota ini ( Padang dan Bukittinggi)  dengan persentase 0,4160 persen. Selain cabai merah, terdapat beras dengan 0,0281 persen, cabai hijau 0,0238 persen, kacang panjang 0,0198 persen, telur 0,0181 persen dan buncis 0,0153 persen.
Ditambahkan dari inflasi ini juga di sumbangkan dari naiknya harga Emas perhiasan, Beras dan biaya sekolah,”
Selain bahan makanan, kata Sukardi, kebutuhan untuk Sekolah juga mengalami inflasi 0,0612 persen. "Kebutuhan sekolah itu diakibatkan oleh masuknya tahun ajaran baru, sehingga kebutuhan sekolah juga ikut andil dalam inflasi di kota Padang," tuturnya.
Sementara itu, Sukardi juga menyebutkan, penurunan harga bawang merah dan angkutan udara menjadi dua komoditas penyumbang deflasi di Kota Padang pada Agustus 2019.
"Pada Agustus 2019, di Padang mengalami deflasi 0,10 persen dengan andil terbesar bawang merah 26,60 persen dan angkutan udara 15,43 persen," katanya.
Mengenai Nilai Tukar Petani (NTP)Sumatera Barat (Sumbar) pada bulan Agustus 2019 tercatat sebesar 94,46 persen atau naik sebesar 0,93 persen dibanding bulan sebelumnya (Juli 2019) yang tercatat sebesar 93,59 persen.
Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang diterima petani sebesar 0,54 persen dan indeks harga yang dibayar petani pada kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan sebesar 0,39 persen.
Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Barat (Sumbar) Sukardi, NTP Agustus 2019 mengalami peningkatan pada empat subsektor.
"Subsektor tanaman pangan 1,10 persen, hortikultura 1,61 persen, tanaman perkebunan rakyat 0,23 persen, dan peternakan 1,54 persen.
Sementara yang mengalami penurunan yakni subsektor perikanan sebesar 0,23 persen," jelas Sukardi, 
Kendati demikian, tambah Sukardi, NTP itu perlu menjadi perhatian sebab NTP adalah gambaran dari tingkat kesejahteraan petani.
"Nah, ini khususnya di subsektor hortikultura, NTP-nya itu 82,31 persen. Ini artinya kalau dibandingkan petani- petani hortikultura pada tahun 2012 dulu, tingkat kesejahteraan berdasar NTP ini menurun," kata Sukardi.
Sukardi menyebut NTP Sumbar di subsektor hortikultura pada 2012 dulu tercatat sebesar 100 persen. Namun pada 2019, turun sebesar 17 persen.
"Ini bisa dilihat pada kondisi petani, ketika dia panen raya, itu biasanya harga tingkat petani itu turun. Sekarang petani Solok saja menjerit karena harga tomat turun," ungkap Sukardi.
Sukardi mengatakan, kalau hortikultura tidak ditangani pasca panen, maka kondisi petani hortikultura itu akan tetap berada pada posisi merugi.
"Petani hortikultura itu tergantung kepada musim. Ini penanganannya adalah penanganan pasca panen yaitu buatlah tomat menjadi olahan industri seperti industri saos pada level kelompok tani, bukan pada kelompok besar," harap Sukardi.
Nantinya, kata Sukardi, saat panen raya, jika dibuat menjadi bahan olahan industri, maka bisa disimpan ketika tidak musim tomat.
Lalu, saos tomat dijual sehingga harganya tidak bergejolak secara terus-menerus.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS