www.jurnalissumbar.id
Kepala BPS Sumbar, Sukardi mengatakan, inflasi
di kota Padang mencapai 0,10 persen, hal ini disebabkan oleh kenaikan harga
sejumlah harga pokok. "Secara keseluruhan, inflasi sepanjang Agustus 2019
dipicu bahan makanan dan juga termasuk kebutuhan sekolah," ujarnya di
kantor BPS, Padang
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat
(Sumbar) mencatat kota Padang mengalami inflasi sebesar 0,10 persen. Kenaikan
harga kebutuhan pokok menjadi penyuplai terbesar inflasi yang terjadi di kota
Padang.
Cabai merah menjadi penyuplai inflasi
tertinggi di dua kota ini ( Padang dan Bukittinggi) dengan persentase 0,4160 persen. Selain cabai
merah, terdapat beras dengan 0,0281 persen, cabai hijau 0,0238 persen, kacang
panjang 0,0198 persen, telur 0,0181 persen dan buncis 0,0153 persen.
Ditambahkan dari inflasi ini juga di
sumbangkan dari naiknya harga Emas perhiasan, Beras dan biaya sekolah,”
Selain bahan makanan, kata Sukardi, kebutuhan
untuk Sekolah juga mengalami inflasi 0,0612 persen. "Kebutuhan sekolah itu
diakibatkan oleh masuknya tahun ajaran baru, sehingga kebutuhan sekolah juga
ikut andil dalam inflasi di kota Padang," tuturnya.
Sementara itu, Sukardi juga menyebutkan,
penurunan harga bawang merah dan angkutan udara menjadi dua komoditas
penyumbang deflasi di Kota Padang pada Agustus 2019.
"Pada Agustus 2019, di Padang mengalami
deflasi 0,10 persen dengan andil terbesar bawang merah 26,60 persen dan
angkutan udara 15,43 persen," katanya.
Mengenai Nilai Tukar Petani (NTP)Sumatera
Barat (Sumbar) pada bulan Agustus 2019 tercatat sebesar 94,46 persen atau naik
sebesar 0,93 persen dibanding bulan sebelumnya (Juli 2019) yang tercatat
sebesar 93,59 persen.
Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan
indeks harga yang diterima petani sebesar 0,54 persen dan indeks harga yang
dibayar petani pada kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga
untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan sebesar 0,39 persen.
Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya,
kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Barat (Sumbar) Sukardi, NTP
Agustus 2019 mengalami peningkatan pada empat subsektor.
"Subsektor tanaman pangan 1,10 persen,
hortikultura 1,61 persen, tanaman perkebunan rakyat 0,23 persen, dan peternakan
1,54 persen.
Sementara yang mengalami penurunan yakni
subsektor perikanan sebesar 0,23 persen," jelas Sukardi,
Kendati demikian, tambah Sukardi, NTP itu
perlu menjadi perhatian sebab NTP adalah gambaran dari tingkat kesejahteraan
petani.
"Nah, ini khususnya di subsektor
hortikultura, NTP-nya itu 82,31 persen. Ini artinya kalau dibandingkan petani-
petani hortikultura pada tahun 2012 dulu, tingkat kesejahteraan berdasar NTP
ini menurun," kata Sukardi.
Sukardi menyebut NTP Sumbar di subsektor
hortikultura pada 2012 dulu tercatat sebesar 100 persen. Namun pada 2019, turun
sebesar 17 persen.
"Ini bisa dilihat pada kondisi petani,
ketika dia panen raya, itu biasanya harga tingkat petani itu turun. Sekarang
petani Solok saja menjerit karena harga tomat turun," ungkap Sukardi.
Sukardi mengatakan, kalau hortikultura tidak
ditangani pasca panen, maka kondisi petani hortikultura itu akan tetap berada
pada posisi merugi.
"Petani hortikultura itu tergantung
kepada musim. Ini penanganannya adalah penanganan pasca panen yaitu buatlah
tomat menjadi olahan industri seperti industri saos pada level kelompok tani,
bukan pada kelompok besar," harap Sukardi.
Nantinya, kata Sukardi, saat panen raya, jika
dibuat menjadi bahan olahan industri, maka bisa disimpan ketika tidak musim
tomat.
Lalu, saos tomat dijual sehingga harganya
tidak bergejolak secara terus-menerus.
0 Comments