Ticker

6/recent/ticker-posts

LBH SUMBAR. Ada 9 perusahaan Pembangkang Aturan Ketenagakerjaan

PADANG.JURNALISTSUMBAR.Peringatan hari buruh internasional yang jatuh pada 1 Mei mendatang, belum layak dirayakan oleh buruh dengan sukacita karena masih banyak permasalahan terkait hak-hak pekerja yang pada kenyataannya belum terpenuhi

Permasalahan buruh/pekerja di Indonesia tak kunjung selesai, mulai dari masalah gaji dibawah Upah Minimum Regional (UMR), pekerja outsourcing, jaminan kesehatan, serta masalah banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa memberikan hak-hak pekerja seperti pesangon dan hak-hak lain. Demikian sebagian isi konferensi pers LBH Padang yang digelar pada Jumat (28/4) di Kantor LBH Padang Ulak Karang.

Lebih lanjut LBH Padang menyampaikan tahun 2016 hingga April 2017 dari 40 kasus yang telah diproses di Pengadilan Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial, sebanyak 39 kasus adalah permasalahan perselisihan PHK sedangkan hanya 1 perselisihan kepentingan. Dari 40 kasus tersebut sebanyak 25% gugatan dikabulkan, 57% damai, 2% ditolak, sedang proses Kasasi di Mahkamah Agung 13% dan 3% sedang diproses di pengadilan.

Banyaknya kasus PHK ini berimbas kepada pemberian pesangon kepada pekerja yang sampai saat ini banyak perusahaan yang tidak mau membayarkan hak-hak pekerja tersebut walaupun sudah diperintahkan oleh Pengadilan. Sejak 2006 sampai sekarang ada 12 (dua belas) kasus yang didampingi oleh LBH Padang di pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial yang belum dieksekusi oleh pengadilan hingga saat ini. Kasus tersebut antara lain melibatkan perusahaan CV. Sumber Alam Teguh (pekerjanya Darwin), Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional (pekerjanya Firsta,dkk), PT. Basko (pekerjanya Hendri Marizal CS, Khairul Bakri CS), PT. Hasil Bumi Raya (pekerjanya Emianis dan Darmawanti), PT. Elteha Internasional (pekerjanya Djanuar Yunus, Nazarudin, Tawar, Zainil), PT.BCA Finance (pekerjanya Fauzi Rahman), PT. Sinamarinda Lintas Nusantara (pekerjanya Hengki Harianto), PT. Bumi Sarimas Indonesia (pekerjanya Beni Efendi), PT. Bank Mega Syariah (pekerjanya Joni Alfandri dkk).

Melalui konferensi pers tersebut LBH Padang mendesak Ketua Pengadilan Negeri Padang untuk mengupayakan sesegera mungkin eksekusi atas putusan-putusan PHI yang telah inkracht van gewisjde. Selain itu, mendorong Mahkamah Agung membuat aturan khusus eksekusi putusan PHI di Indonesia. Bagaimanapun negara seharusnya bertanggung jawab penuh dalam perlindungan hak-hak pekerja.

Sementara itu, Era Purnama Sari (Direktur LBH Padang) menyatakan tindakan pengusaha yang tidak mau menjalankan eksekusi harus dilihat sebagai bentuk penghinaan terhadap institusi pengadilan. Kedepan hal tsb menjadi agenda penting dalam pembangunan hukum di Indonesia untuk mengkriminalisasi di dalam hukum positif Indonesia sebagai bentuk contempt of court.

Lebih lanjut, Aldi Harbi (staf divisi bantuan hukum) menjelaskan bahwa kondisi ini menggambarkan kelalaian negara dalam bentuk pembiaran atas sikap dan prilaku perusahaan yang mengangkangi hukum. Tentunya ini menjadi noda hitam dari institusi Pengadilan kedepan kami mengharapkan Mahkamah Agung beserta jajaran serius dalam melakukan eksekusi putusan terlebih dalam kasus hubungan industrial.

di sisi lain, Indira Suryani (koordinator divisi bantuan hukum) mengatakan bahwa putusan yang sudah incraht namun tidak bisa dieksekusi menandakan adanya pembiaran oleh negara, dalam hal ini pengadilan.

“Pengadilan sudah mengeluarkan putusan namun tidak punya gigi untuk melakukan eksekusi, eksekusi masih berada pada iktikad perusahaan untuk membayarkan hak-hak pekerjanya. Permasalahan utama di peringatan mayday tahun ini adalah tidak bisa dieksekusinya putusan pengadilan yang melindungi hak-hak buruh. Inilah potret negara yang membiarkan perusahan menginjak-nginjak hukum karena tidak mampu melakukan eksekusi. Persoalan lemahnya kekuatan eksekusi ini dipandang karena tidak adanya struktur lembaga hukum yang berspektif pekerja,” ujar Indira. (Zul)

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS