Kamis (17/07/2025), telah terlaksana doa dan zikir bersama masyarakat di Bukit Talago, Lunto Barat yang dikenal dengan sebutan “Bakaghu”. Tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk memohon turunnya hujan, mengingat kemarau panjang yang melanda beberapa bulan terakhir.
Saat ini daerah Lunto Barat dan sekitarnya -disebut dengan Nagari Lunto- tengah mengalami musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan kesulitan air. Tanah sawah mulai mengering, dan ladang tidak dapat ditanami akibat kemarau yang telah berlangsung kurang lebih lima bulan hingga pertengahan Juli 2025 atau hingga pelaksanaan Bakaghu dilakukan.
Bakaghu di Bukit Talago dihadiri dan diramaikan oleh berbagai kalangan masyarakat di Nagari Lunto. Mulai dari alim ulama, datuak dan niniak mamak, kepala desa Lunto Barat dan Lunto Timur beserta perangkat desa, tokoh masyarakat, hingga masyarakat umum dari anak-anak sampai orang tua. Kegiatan ini juga diramaikan oleh mahasiswa KKN dari Universitas Andalas (Unand) dan Universitas Negeri Padang (UNP) yang sedang mengabdi di Lunto Barat dan Lunto Timur.
Kegiatan Bakaghu disambut dengan antusias oleh masyarakat, terlihat dari banyaknya warga yang hadir pada hari pelaksanaan. Meskipun perjalanan menuju Bukit Talago cukup menantang, karena harus berjalan kaki mendaki bukit selama satu hingga dua jam bagi yang tidak terbiasa, hal ini tidak menyurutkan semangat masyarakat untuk ikut serta dalam mengikuti kegiatan bakaghu.
Rute perjalanan menuju Bukit Talago memang dapat ditempuh dengan sepeda motor, namun hanya yang terbiasa -seperti bapak-bapak atau pemuda setempat- yang mampu mengendarai motor hingga ke puncak bukit. Hal ini dikarenakan medan jalan yang tergolong masih cukup terjal, meskipun sebagian besar jalan sudah disemen. Medan jalan menuju Bukit Talago masih belum sepenuhnya memungkinkan untuk dilalui dengan aman bagi pengendara yang belum terbiasa dengan medan terjal.
Para ibu-ibu, nenek-nenek, remaja, dan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan berangkat menuju Bukit Talago dengan berjalan kaki. Setibanya di puncak bukit, para warga beristirahat sejenak dan melepas dahaga dengan air mineral gelas yang telah disediakan. Suasana turut lebih meriah ketika anak-anak dan remaja laki-laki bermain layangan di area Puncak Teletabis, yang masih dalam pengawasan orang tua dan orang dewasa yang hadir.
Pelaksanaan Bakaghu bukan hanya sekedar doa dan zikir, tetapi juga menjadi kegiatan yang sangat berkesan dalam mempererat ikatan kekeluargaan antarwarga masyarakat Nagari Lunto. Salah satu momen kebersamaan yang terasa hangat adalah kegiatan memasak gulai ayam secara gotong royong oleh para orang tua dan masyarakat. Persiapan dilakukan sejak pagi, mulai dari mendirikan tenda, mengatur alat masak, hingga menyiapkan bahan-bahan makanan yang nantinya akan disantap bersama setelah rangkaian doa dan zikir selesai.
Bakaghu dimulai sekitar pukul 11.00 WIB pagi mejelang siang, setelah kegiatan memasak selesai. Doa dan zikir berlangsung selama lebih dari satu jam, dipimpin oleh alim ulama dan dibersamai oleh datuak dan niniak mamak, serta dihadiri pula oleh kepala desa dan perangkat dari masing-masing desa Nagari Lunto, dan masyarakat Nagari Lunto. Acara berlangsung dengan khusyuk dan khidmat, diikuti dengan penuh kesungguhan oleh seluruh warga masyarakat yang hadir di Bukit Talago, tepatnya di area Puncak Teletabis dalam kegiatan Bakaghu ini.
Setelah rangkaian doa dan zikir selesai, suasana di puncak Bukit Talago tetap terasa hidup dan hangat. Masyarakat tidak langsung beranjak pulang, justru momen kebersamaan semakin terasa saat seluruh peserta kegiatan berkumpul dalam acara makan bersama. Lauk gulai ayam yang telah dimasak dengan semangat gotong royong dinikmati bersama dengan nasi hangat, memperkuat rasa solidaritas dan kekeluargaan di tengah masyarakat.
Mahasiswa KKN dari Universitas Andalas (Unand) ikut dari Lunto Barat ikut serta menikmati makan bersama dengan perangkat desa Lunto Barat, duduk melingkar dan menyatu bersama masyarakat. Momen ini tidak hanya mempererat hubungan antara pemuda-pemudi yang sedang mengabdi dengan tokoh masyarakat dan perangkat desa, tetapi juga menjadi ruang interaksi hangat yang memperkuat sinergi antara mahasiswa dan masyarakat dalam menjalankan berbagai program pengabdian di Desa Lunto Barat.
Kegiatan Bakaghu ini tidak hanya menjadi sarana untuk memohon turunnya hujan, tetapi juga simbol semangat kebersamaan, kekuatan tradisi, serta kepedulian antar sesama. Di tengah tantangan musim kemarau yang cukup panjang, masyarakat Nagari Lunto menunjukkan bahwa nilai-nilai lokal seperti gotong royong, silaturahmi, dan kearifan budaya dapat menjadi kekuatan besar dalam menghadapi ujian alam maupun persoalan sosial yang timbul di tengah kehidupan sehari-hari.
Semoga dengan ikhtiar yang telah dilakukan melalui tradisi Bakaghu ini, doa-doa yang dipanjatkan bersama dikabulkan oleh Allah SWT.
Semoga hujan segera turun membasahi bumi Nagari Lunto, menyuburkan kembali sawah dan ladang yang telah lama kering, serta membawa keberkahan bagi seluruh masyarakat.
0 Comments