Oleh Vioni Anandra
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas
Secara etimologis, kata "integritas" (integrity), "integrasi" (integration), dan "integral" (integral) memiliki asal kata Latin yang sama, yaitu "integer," yang berarti "seluruh" (whole or entire) serta merujuk pada "bilangan bulat" (a whole number), yaitu bilangan yang bukan pecahan (Skeat, 1888; Black, 1825). Integritas umumnya juga dihubungkan dengan suatu kebajikan atau keutamaan, serta karakter yang baik (Audi & Murphy, 2006). Pengembangan integritas sering kali terkait dengan upaya dalam pencegahan korupsi. Salah satu indikator yang paling sering disebutkan sebagai representasi dari sifat orang yang berintegritas merupakan kejujuran.
Berdasarkan hakikat manusia, individu atau organisasi yang memiliki integritas diharapkan dapat mengambil keputusan dan tindakan yang bermoral. Keputusan dan tindakan tersebut harus mencerminkan identitas diri yang telah dibangun, menegaskan bahwa makna kekompakan dalam dirinya terwujud dan terekspresikan. Dengan demikian, terdapat dua aspek penting dari integritas bagi individu atau organisasi yang berintegritas. Pertama, integritas berkaitan dengan cara individu membangun dan mempertahankan identitas diri mereka, yang mencakup proses pengendalian internal dalam diri mereka. Kedua, integritas berkaitan dengan tindakan moral yang akan dilakukan individu, yang merupakan bagian dari proses partisipasi eksternal. Oleh karena itu, makna integritas yang sejati seharusnya mencakup kedua aspek ini secara bersama.
selanjutnya yaitu, makna korupsi dapat dipahami melalui penjelasan Aristotle (2001) dalam karyanya “De Generatione et Corruptione”, di mana korupsi dipandang sebagai lawan dari pembentukan atau pembangkitan. Korupsi merujuk pada kondisi di mana sesuatu berhenti berkembang, mengalami kemerosotan, atau bahkan binasa. Dalam konteks manusia, korupsi berarti kemerosotan pada perilaku yang seharusnya mencerminkan sifat dan tingkah laku manusia yang baik. Oleh sebab itu, korupsi bukan hanya sekadar tindakan yang merugikan, tetapi juga merupakan indikasi dari hilangnya nilai-nilai moral dan etika yang seharusnya dijunjung tinggi oleh individu. Integritas adalah suatu keutamaan atau kebajikan yang mendorong individu untuk berpartisipasi secara aktif dalam mewujudkan kehidupan bersama yang baik (the good life). Ini dicapai melalui pengelolaan berbagai aspek yang dimiliki atau dipengaruhi oleh individu tersebut. Individu dalam konteks ini bisa berupa seseorang atau suatu institusi yang secara fungsional dikendalikan oleh sekelompok orang di dalamnya. Pada tingkat individu, integritas tercermin sebagai karakter yang baik, sementara pada tingkat institusi, integritas menjadi budaya organisasi yang baik.
Dalam konteks psikologi, Dupuy dan Neset (2018) merangkum penjelasan mengenai waktu dan alasan terjadinya korupsi berdasarkan literatur yang ada. Mereka menyoroti pengaruh psikologis dari kekuasaan, keuntungan pribadi, rasionalisasi, dan emosi sebagai faktor-faktor kunci yang mendorong praktik korupsi. Dalam pandangan yang lebih luas.
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 791 kasus korupsi sepanjang tahun 2023 dengan 1.695 orang sebagai tersangka. Data ini menunjukkan bahwa selama periode kedua Presiden Joko Widodo, jumlah kasus korupsi di Indonesia tidak mengalami penurunan. Kenaikan jumlah kasus dan tersangka korupsi yang konsisten menjadi peringatan serius bagi penegak hukum dan pemerintah. Oleh karena itu, sangat penting untuk memaksimalkan hukuman bagi para koruptor guna menciptakan efek jera dan menegakkan keadilan.
Pendidikan mengenai buruknya tindakan korupsi merupakan kunci dalam membangun integritas anti korupsi. Sejak usia dini, penting bagi individu untuk diajarkan nilai-nilai etika, kejujuran, dan tanggung jawab. Pendidikan yang menekankan integritas akan berkontribusi pada penciptaan generasi yang tidak hanya menghindari korupsi, tetapi juga aktif terlibat dalam upaya pencegahan. Peran keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat krusial dalam menanamkan nilai-nilai tersebut. Dengan memberikan pemahaman yang kuat tentang integritas, anak-anak akan lebih siap menghadapi tantangan moral di masa depan.
Meskipun belum banyak penelitian yang secara langsung mengaitkan pendidikan moral dengan penurunan tingkat korupsi, hasil positif telah terlihat di negara-negara yang telah mengimplementasikan pendidikan moral dalam sistem pendidikan mereka. Sebagai contoh, studi yang dilakukan oleh International Civic and Citizenship Study (ICCS) di 38 negara menunjukkan bahwa siswa yang mempelajari nilai-nilai kewarganegaraan dan kemasyarakatan lebih cenderung setuju bahwa mematuhi hukum adalah kualitas esensial dari warga negara yang bertanggung jawab. Pendidikan merupakan sarana yang efektif dan kuat untuk mengubah pemikiran, nilai, dan keyakinan masyarakat. Dalam hal ini, pendidikan perlu menekankan pentingnya nilai integritas untuk membentuk karakter individu dan membangun budaya yang menolak korupsi. Dengan mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai integritas, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya memahami pentingnya kejujuran dan tanggung jawab, tetapi juga siap menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendidikan, individu diajarkan untuk menginternalisasi prinsip-prinsip moral yang akan membimbing mereka dalam pengambilan keputusan. Pendidikan juga berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan integritas dan pencegahan korupsi, menjadikannya langkah strategis yang harus diutamakan dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih baik.
0 Comments