Ticker

6/recent/ticker-posts

Suntiang Pesisir: Simbol Keanggunan Budaya Minangkabau Pesisir

Oleh: Azzahra Febi Universitas Andalas jurusan Sastra Jepang

 

Pendahuluan

 

Suntiang merupakan salah satu ikon penting dalam kebudayaan Minangkabau, khususnya dalam prosesi pernikahan adat. Di setiap wilayah Minangkabau, suntiang tampil dengan berbagai variasi yang mencerminkan kekayaan tradisi dan filosofi yang berbeda-beda. Salah satu variasi yang menarik adalah suntiang pesisir, yang mencerminkan identitas masyarakat pesisir Minangkabau di wilayah Sumatera Barat, seperti Pesisir Selatan, Pariaman, dan daerah-daerah sekitar pantai. Berbeda dengan suntiang dari wilayah dataran tinggi seperti Bukittinggi atau Payakumbuh, suntiang pesisir memiliki karakteristik yang unik baik dalam bentuk, makna, maupun penggunaannya dalam acara adat.

 

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang suntiang pesisir, asal-usulnya, makna filosofis yang terkandung di dalamnya, serta bagaimana pengaruh lingkungan pesisir membentuk estetika dan penggunaan suntiang ini. Selain itu, kita akan membahas bagaimana masyarakat pesisir Minangkabau terus menjaga kelestarian suntiang pesisir di tengah tantangan globalisasi dan modernisasi.

 

Asal-Usul dan Sejarah Suntiang Pesisir

 

Suntiang pesisir adalah variasi dari suntiang Minangkabau yang berkembang di kawasan pesisir barat Sumatera, di mana pengaruh laut dan perdagangan maritim memiliki peranan besar dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Sejak zaman dahulu, kawasan pesisir Minangkabau telah menjadi titik persinggahan bagi para pedagang dari berbagai belahan dunia, seperti India, Arab, dan Cina. Interaksi dengan bangsa-bangsa ini membawa pengaruh terhadap budaya lokal, termasuk dalam hal seni busana dan aksesoris, yang tercermin dalam bentuk suntiang pesisir.

 

Berbeda dengan suntiang dari wilayah pedalaman yang cenderung lebih besar dan berat, suntiang pesisir memiliki desain yang lebih sederhana namun tetap elegan. Bentuknya lebih ramping dan sering kali dihiasi dengan ornamen yang mencerminkan elemen-elemen alam laut, seperti kerang, mutiara, dan bentuk-bentuk flora dan fauna laut lainnya. Penggunaan bahan-bahan seperti emas atau perak untuk membuat suntiang juga sering dipengaruhi oleh perdagangan dan ketersediaan logam mulia di kawasan pesisir.

 

Ciri Khas Suntiang Pesisir

 

Suntiang pesisir memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari suntiang Minangkabau di wilayah dataran tinggi. Ciri-ciri tersebut antara lain:

 

1. Desain yang Lebih Sederhana dan Ringan  

  Suntiang pesisir cenderung lebih ringan dibandingkan suntiang dari wilayah pedalaman. Desainnya yang lebih kecil dan ramping disesuaikan dengan kehidupan masyarakat pesisir yang sering bergerak dinamis, berbeda dengan masyarakat agraris di dataran tinggi. Bentuk suntiang yang lebih kecil ini juga memungkinkan pengantin perempuan untuk lebih mudah bergerak dalam prosesi pernikahan.

 

2. Pengaruh Laut dalam Ornamen  

  Salah satu elemen yang menonjol dari suntiang pesisir adalah pengaruh laut dalam hiasannya. Beberapa suntiang dihiasi dengan ornamen yang terinspirasi dari laut, seperti bentuk ikan, kerang, atau motif-motif ombak. Selain itu, warna-warna yang digunakan juga sering kali mencerminkan keindahan laut, seperti biru, hijau, dan warna-warna pastel yang mengingatkan pada warna air dan pasir pantai.

 

3. Penggunaan Mutiara dan Kerang  

  Salah satu kekhasan suntiang pesisir adalah penggunaan mutiara dan kerang sebagai bagian dari dekorasinya. Di beberapa daerah pesisir, mutiara yang dihasilkan dari perairan sekitar digunakan sebagai simbol kemewahan dan keanggunan, yang menunjukkan kedekatan masyarakat dengan laut sebagai sumber kehidupan dan keindahan.

 

4. Warna yang Lebih Beragam  

  Jika suntiang Minangkabau dataran tinggi didominasi oleh warna-warna emas dan merah yang melambangkan kekuasaan dan keberanian, suntiang pesisir lebih terbuka terhadap penggunaan warna yang lebih beragam, seperti biru laut, hijau, dan putih. Warna-warna ini melambangkan kedamaian, ketenangan, serta hubungan harmonis dengan alam sekitar, khususnya laut.

 

Filosofi dan Makna Suntiang Pesisir

 

Seperti halnya semua aspek budaya Minangkabau, suntiang pesisir memiliki makna filosofis yang mendalam. Beberapa makna yang terkandung dalam suntiang pesisir antara lain:

 

1. Keharmonisan dengan Alam Laut  

  Masyarakat pesisir Minangkabau sangat bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan. Laut tidak hanya memberikan sumber daya ekonomi melalui perikanan dan perdagangan, tetapi juga menjadi sumber inspirasi budaya dan spiritual. Ornamen laut pada suntiang pesisir melambangkan keharmonisan dengan alam, serta rasa syukur terhadap laut sebagai pemberi kehidupan.

 

2. Kelembutan dan Keanggunan Wanita Pesisir  

  Suntiang pesisir yang lebih ringan dan sederhana mencerminkan kepribadian wanita pesisir yang dikenal sebagai sosok yang anggun namun tangguh. Kehidupan di pesisir, yang menuntut kerja keras namun tetap penuh dengan keindahan alam, tercermin dalam sosok perempuan pesisir yang memiliki kekuatan mental dan fisik, namun tetap lembut dan penuh cinta kasih.

 

3. Simbol Status Sosial  

  Meskipun lebih sederhana dibandingkan suntiang dataran tinggi, suntiang pesisir tetap menjadi simbol status sosial yang penting dalam masyarakat. Penggunaan emas, perak, mutiara, dan kerang tidak hanya memperlihatkan estetika, tetapi juga menunjukkan kekayaan dan kemakmuran keluarga pengantin. Dalam beberapa tradisi, semakin banyak ornamen yang menghiasi suntiang, semakin tinggi pula status sosial keluarga pengantin.

 

Penggunaan Suntiang Pesisir dalam Upacara Adat

 

Suntiang pesisir digunakan dalam berbagai upacara adat di masyarakat pesisir Minangkabau, terutama dalam prosesi pernikahan. Suntiang ini dikenakan oleh pengantin perempuan saat prosesi manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), serta pada saat acara puncak pernikahan adat. Sebagaimana dalam adat Minangkabau pada umumnya, suntiang pesisir menjadi lambang martabat dan kehormatan keluarga mempelai perempuan.

 

Selain dalam pernikahan, suntiang pesisir juga sering digunakan dalam upacara-upacara adat lain, seperti batagak penghulu (pelantikan penghulu), yang menunjukkan betapa pentingnya simbol-simbol adat ini dalam menjaga identitas budaya masyarakat pesisir Minangkabau.

 

Pelestarian Suntiang Pesisir di Era Modern

 

Seperti halnya banyak tradisi lain di Indonesia, suntiang pesisir juga menghadapi tantangan besar di era modernisasi. Pengaruh budaya luar yang semakin kuat, serta perubahan gaya hidup masyarakat membuat banyak tradisi adat mulai ditinggalkan, termasuk penggunaan suntiang dalam prosesi adat. Namun, di beberapa daerah pesisir Minangkabau, upaya pelestarian suntiang pesisir terus dilakukan. Beberapa upaya tersebut antara lain:

 

1. Pendidikan dan Pelatihan Seni Adat  

  Beberapa komunitas adat di kawasan pesisir Minangkabau telah mulai mengajarkan kembali nilai-nilai tradisi kepada generasi muda, termasuk cara membuat dan menggunakan suntiang pesisir. Melalui pendidikan adat ini, diharapkan generasi muda tetap memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya.

 

2. Festival Budaya Pesisir  

  Festival-festival budaya yang diselenggarakan di kawasan pesisir Sumatera Barat juga menjadi ajang untuk memperkenalkan suntiang pesisir kepada masyarakat luas. Dalam festival ini, suntiang pesisir ditampilkan dalam berbagai acara adat, seperti pernikahan massal dan pameran budaya, yang menarik minat wisatawan dan masyarakat modern.

 

3. Penggunaan dalam Industri Kreatif  

  Beberapa desainer lokal mulai mengeksplorasi suntiang pesisir sebagai inspirasi dalam industri fashion dan seni modern. Dengan memadukan elemen tradisional dengan sentuhan modern, suntiang pesisir mulai tampil dalam konteks yang lebih luas, seperti di panggung-panggung peragaan busana dan pameran seni.

 

Kesimpulan

 

Suntiang pesisir adalah salah satu bentuk keindahan dan kekayaan budaya Minangkabau yang mencerminkan keunikan masyarakat pesisir. Dengan desain yang lebih sederhana namun penuh makna, suntiang pesisir tidak hanya menjadi simbol estetika, tetapi juga sarat akan filosofi hidup masyarakat pesisir yang harmonis dengan alam, tangguh, namun tetap anggun. Upaya untuk melestarikan suntiang pesisir harus terus dilakukan melalui pendidikan, festival budaya, dan eksplorasi dalam industri kreatif agar warisan budaya ini tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang.

 

Referensi

1. Idris, H. (2014). Seni Busana Tradisional Minangkabau. Padang: Universitas Negeri Padang.

2. Nurdin, M. (2016). "Suntiang Pesisir: Identitas Budaya Masyarakat Minangkabau Pesisir." Jurnal Budaya dan Tradisi Nusantara, 5(1), 45-58.

3. Utami, D. (2021). Tradisi dan Modernisasi: Menggali Nilai-Nilai Budaya Lokal di Tengah

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS