Ticker

6/recent/ticker-posts

MAKAN SIANG GRATIS: KETIKA JANJI MANIS MEMBELENGGU NALAR PUBLIK




 Bayangkan sebuah negara di mana 26,5 juta warganya masih hidup di bawah garis kemiskinan (BPS, 2023), namun tiba-tiba ditawari "makan siang gratis" oleh calon pemimpinnya. Ironis? Tentu. Namun inilah realita politik Indonesia pasca Pemilu 2024. Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, duo presiden dan wakil presiden terpilih, berhasil memikat hati rakyat dengan janji yang terdengar seperti manna dari surga ini. Tapi tunggu dulu, bukankah ini menunjukkan betapa rapuhnya fondasi pendidikan politik kita?

Mari kita buka mata lebar-lebar. Faktanya, 62,3% responden dalam survei Indikator Politik Indonesia (2023) menganggap janji "makan siang gratis" ini sebagai sesuatu yang sulit direalisasikan. Namun, pasangan 02 tetap terpilih. Paradoks? Bukan. Ini adalah bukti nyata bahwa pendidikan politik di negeri ini telah gagal membentuk pemilih yang kritis dan rasional.

Saya berasumsi, dan mungkin Anda akan setuju, bahwa media massa telah menjadi dalang dalam drama politik ini. Dengan skor kebebasan pers hanya 64/100 (Freedom House, 2023), tidak mengherankan jika pemberitaan lebih condong pada sensasionalisme ketimbang substansi. "Makan siang gratis" menjadi headline yang lebih seksi dibandingkan analisis mendalam tentang anggaran negara atau kebijakan fiskal. Alhasil, publik lebih tertarik pada janji manis ketimbang program kerja konkret. Namun, jangan salahkan media semata. Sistem pendidikan kita juga harus bertanggung jawab. Kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang stagnan dan metode pengajaran yang monoton telah melahirkan generasi yang lebih pandai menghafal daripada menganalisis. Akibatnya? Masyarakat menjadi sasaran empuk bagi politisi populis dengan janji-janji muluk mereka.

Lantas, apakah kita harus pasrah? Tentu tidak! Inilah saatnya kita merevolusi pendidikan politik di Indonesia. Bayangkan jika setiap sekolah memiliki "lab demokrasi" di mana siswa bisa mempraktikkan proses politik secara langsung. Atau bagaimana jika kita mengintegrasikan analisis kebijakan publik ke dalam kurikulum sejak sekolah menengah? Ini bukan utopia, ini adalah kebutuhan mendesak! Lebih jauh lagi, mari kita dorong kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan pegiat media untuk menciptakan ekosistem informasi yang sehat. Fact-checking bukan lagi sekadar tren, tapi keharusan. Platform digital interaktif untuk edukasi politik bukan lagi sekadar wacana, tapi realita yang harus diwujudkan.

Saya yakin, dan ini bukan sekadar optimisme buta, bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi role model demokrasi di Asia. Namun, hal ini hanya bisa terwujud jika kita berani mengakui kelemahan kita saat ini dan bertindak tegas untuk memperbaikinya. Jadi, saat Anda menikmati makan siang Anda hari ini - entah itu gratis atau tidak - renungkanlah: sudahkah Anda berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan politik bangsa? Karena pada akhirnya, masa depan Indonesia bukan ditentukan oleh janji manis politisi, tapi oleh kecerdasan kolektif warganya dalam berdemokrasi. Ingatlah, demokrasi yang sehat tidak dibangun dengan "makan siang gratis", tapi dengan warga negara yang kritis, media yang objektif, dan sistem pendidikan yang visioner. Mari kita wujudkan itu, demi Indonesia yang lebih baik!

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS