Oleh: Wulandari
Budaya politik merupakan salah satu elemen penting yang membentuk karakter dan arah sebuah bangsa dalam kehidupan bernegara. Di Indonesia, budaya politik mencerminkan keragaman masyarakat yang majemuk, sekaligus menjadi cerminan dari sejarah panjang demokrasi dan dinamika sosial yang berkembang dari masa ke masa.
Salah satu ciri khas dari budaya politik di Indonesia adalah dominannya budaya patrimonial, di mana loyalitas terhadap figur pemimpin sering kali melebihi loyalitas terhadap lembaga. Fenomena ini dapat dilihat dalam kecenderungan masyarakat yang mengidolakan tokoh-tokoh tertentu, baik di tingkat lokal maupun nasional. Politik dinasti menjadi hal yang lazim, di mana kekuasaan sering kali diwariskan dalam lingkup keluarga atau kerabat. Situasi ini menjadi tantangan bagi demokrasi yang mengedepankan meritokrasi, karena sosok individu lebih diutamakan dibandingkan kemampuan dan program kerja.
Sejak era reformasi, Indonesia mengalami perubahan besar dalam proses demokratisasi. Pemilu yang bebas dan terbuka, kebebasan pers, serta kebebasan berpendapat telah menjadi bagian dari sistem politik negara ini. Namun, partisipasi politik masyarakat sering kali masih terfokus pada elit tertentu. Masyarakat kelas menengah ke bawah terkadang merasa terpinggirkan dari proses politik, baik karena kurangnya pendidikan politik maupun akses informasi yang terbatas.
Fenomena politik uang (money politics) yang masih marak terjadi adalah bukti bahwa budaya politik transaksional masih kuat. Alih-alih memilih calon pemimpin berdasarkan program atau visi misi, banyak masyarakat yang memilih berdasarkan keuntungan jangka pendek yang ditawarkan.
Kemajuan teknologi informasi, terutama dengan hadirnya media sosial, membawa perubahan signifikan pada budaya politik Indonesia. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam diskusi politik. Di satu sisi, hal ini memperluas ruang demokrasi. Namun, di sisi lain, media sosial juga sering menjadi sarana penyebaran hoaks atau ujaran kebencian yang bisa memecah belah masyarakat.
Media sosial memiliki peran besar dalam membentuk opini publik, sekaligus menjadi alat bagi politisi untuk mempengaruhi pandangan masyarakat. Kampanye politik kini tidak hanya terjadi di ruang publik fisik, tetapi juga di ruang digital, di mana narasi dibangun dan disebarluaskan dengan intensitas tinggi.
Budaya politik Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Pertama, bagaimana menangani politik identitas yang sering dimanfaatkan untuk meraih dukungan dengan mengutamakan isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA). Ini berpotensi menciptakan polarisasi yang dapat mengganggu harmoni sosial.
Kedua, diperlukan peningkatan literasi politik di masyarakat. Pendidikan politik harus menjadi bagian penting dalam proses demokratisasi, agar masyarakat dapat berpartisipasi secara kritis dan rasional dalam proses politik. Dengan literasi politik yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan berdasarkan program dan kebijakan yang nyata, bukan sekadar janji atau insentif jangka pendek.
Ketiga, perlu ada penguatan institusi demokrasi agar lebih transparan dan akuntabel. Dalam sistem politik yang baik, kekuasaan tidak seharusnya berpusat pada individu, melainkan pada institusi yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi seperti checks and balances, supremasi hukum, dan partisipasi masyarakat.
Budaya politik Indonesia berada di persimpangan antara tradisi patrimonial dan demokrasi modern. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai, tantangan-tantangan masih ada, terutama terkait dengan politik uang, politik identitas, dan rendahnya literasi politik masyarakat. Di tengah perkembangan teknologi dan perubahan sosial yang cepat, harapannya adalah budaya politik Indonesia dapat semakin matang dan inklusif, sehingga mampu mewujudkan kehidupan demokrasi yang lebih berkualitas.
0 Comments