OLEH ABDEL AJIS (MAHASISWA ILMU POLITIK UNAND)
Politik uang atau money politics merupakan salah satu tantangan terbesar dalam demokrasi di Indonesia. Praktik ini merujuk pada pemberian imbalan materi kepada pemilih atau penyelenggara pemilu dengan tujuan memengaruhi pilihan politik mereka. Bentuknya bisa berupa amplop berisi uang, barang, atau janji bantuan yang diberikan menjelang pemilihan. Meskipun hal ini jelas merupakan bentuk suap yang mengancam integritas pemilu, sayangnya politik uang masih lazim terjadi. Berdasarkan data terbaru, sekitar 40% masyarakat Indonesia mengaku pernah menerima uang dari peserta pemilu, dan 37% dari mereka bahkan mempertimbangkan untuk memilih kandidat tersebut meskipun mereka sadar akan potensi dampak negatifnya.
Budaya politik ini sangat berbahaya bagi demokrasi karena dapat merusak kualitas pemerintahan yang dihasilkan. Pemimpin yang terpilih melalui politik uang cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok dibandingkan dengan kepentingan rakyat yang mereka wakili. Selain itu, politik uang sering kali mengarah pada kebijakan yang tidak akuntabel dan praktik korupsi sistematis, di mana para pejabat merasa berutang kepada sponsor kampanye mereka dan berusaha mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama proses pemilihan.
Politik uang juga menciptakan iklim politik yang mahal. Biaya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan menjadi sangat tinggi, sehingga hanya segelintir orang dengan akses finansial besar yang dapat bersaing secara efektif. Dalam beberapa kasus, calon legislatif bahkan harus mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah untuk memperoleh dukungan yang cukup, baik dari pemilih maupun dari partai politik. Kondisi ini menjadikan pemilu lebih sebagai kontes kekuatan finansial ketimbang kompetisi ide dan visi untuk masa depan negara.
Meski tantangan politik uang tampak begitu besar, saya tetap optimis bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kemampuan dan komitmen untuk mengatasi masalah ini. Sebagai lembaga independen yang bertugas menyelenggarakan pemilu di Indonesia, KPU memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa proses demokrasi berjalan secara adil dan bersih. KPU tidak bekerja sendirian, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) juga berperan penting dalam mengawasi dan menindak praktik-praktik politik yang tidak sehat, termasuk politik uang. Tetapi KPU, dengan peran utamanya dalam menyelenggarakan pemilu, memegang kunci dalam upaya pencegahan.
Ada beberapa langkah pasti yang bisa diambil oleh KPU dalam membasmi praktik politik uang. Langkah pertama adalah memberikan edukasi politik yang lebih intensif kepada masyarakat. Selama ini, KPU telah melakukan sosialisasi terkait pemilu dan demokrasi, namun pendekatannya perlu diperluas dan ditingkatkan. Salah satu contoh yang patut dicontoh adalah program edukasi politik yang dilakukan oleh KPU di Ponorogo, di mana setiap warga yang memiliki hak pilih diberi pemahaman mendalam tentang pentingnya pemilu yang bersih dan bebas dari suap. Pendidikan politik seperti ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa menerima uang atau barang dari kandidat adalah tindakan yang dapat merusak masa depan mereka sendiri, karena pemimpin yang terpilih dengan cara tersebut cenderung tidak akan berkomitmen pada kepentingan publik.
Edukasi politik tidak hanya harus dilakukan menjelang pemilu, tetapi harus menjadi bagian dari agenda KPU sepanjang waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa kesadaran masyarakat tentang pentingnya integritas pemilu terus meningkat dan tertanam kuat dalam budaya politik kita. Selain itu, pendidikan politik juga harus mencakup semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok marginal yang sering menjadi target praktik politik uang. Masyarakat yang lebih sadar akan hak-haknya dan memahami konsekuensi dari praktik suap akan lebih sulit dipengaruhi oleh kandidat yang mencoba memanfaatkan kelemahan ekonomi mereka.
Langkah kedua adalah memastikan bahwa aturan-aturan terkait politik uang diimplementasikan secara tegas dan konsisten. KPU bersama dengan Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyusun dan menegakkan regulasi yang melarang praktik politik uang. Pendekatan yang digunakan harus bersifat normatif dan empiris, artinya aturan-aturan ini tidak hanya didasarkan pada norma hukum yang ada, tetapi juga disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan. Sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam pemilihan umum, KPU harus memastikan bahwa setiap pelanggaran terkait politik uang ditindak secara cepat dan transparan. Ini akan memberikan sinyal kuat kepada para peserta pemilu bahwa praktik tersebut tidak akan ditoleransi.
KPU harus terus meningkatkan kerjasama dan integrasi dengan lembaga-lembaga lain, terutama Bawaslu. Meski Bawaslu memiliki peran utama dalam pencegahan dan penindakan politik uang, KPU tetap bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya praktik tersebut selama proses pemilu berlangsung. Kerjasama yang kuat antara KPU dan Bawaslu, terutama dalam menerima laporan dan menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran, akan sangat penting untuk menciptakan pemilu yang bersih. Sosialisasi bersama antara KPU dan Bawaslu, yang melibatkan masyarakat mulai dari tingkat RT/RW hingga nasional, juga harus terus dilakukan. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberi kesadaran kepada masyarakat agar mereka menolak praktik politik uang yang sering kali dimulai dari wilayah-wilayah terkecil.
Saya percaya bahwa dengan komitmen dan langkah-langkah yang tepat, KPU bisa memainkan peran penting dalam mengatasi masalah ini. Edukasi politik yang masif, penegakan aturan yang tegas, serta kerjasama antar lembaga yang kuat adalah tiga pilar utama dalam memerangi politik uang. Jika KPU mampu menjalankan semua peran ini dengan baik, maka kita akan melihat pemilu yang lebih bersih, lebih adil, dan lebih bermartabat di masa mendatang.
Saya juga yakin bahwa masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya integritas dalam pemilu. Meskipun angka penerimaan uang dari peserta pemilu masih cukup tinggi, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa sebagian besar masyarakat juga semakin kritis terhadap praktik tersebut. Dengan dukungan dari masyarakat yang lebih teredukasi dan lembaga pemilu yang lebih transparan, kita bisa bersama-sama mendorong perubahan menuju demokrasi yang lebih baik.
Politik uang adalah musuh bersama yang harus kita lawan. Namun, dengan keyakinan kuat bahwa KPU dan Bawaslu memiliki komitmen untuk memerangi praktik ini, saya optimis bahwa masa depan demokrasi Indonesia akan lebih cerah. Pemilu yang bersih bukanlah impian yang mustahil, melainkan sesuatu yang bisa kita wujudkan jika semua elemen masyarakat bekerja sama untuk mewujudkannya.
0 Comments