Oleh: Indri Yani Eka Putri
PSU merupakan singkatan dari pemungutan suara ulang, yang dilakukan apabila telah terjadi hal-hal tertentu pada saat dilaksanakannya pencoblosan pemilihan umum. Sumatera Barat (Sumbar) menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU) usai dilaksanakannya pemungutan suara pemilihan presiden dan pemilihan calon legislatif yang berlangsung pada 14 Februari 2024 lalu. Dari 17.569 TPS yang ada di 169 kecamatan Sumatera Barat, terdapat 18 TPS yang melaksanakan PSU.
Hal ini merupakan tindak lanjut dari hasil keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada Pemilu Legislatif 2024 di Sumatera Barat. PSU ini digelar hanya untuk surat suara Legislatif DPD RI 2024.
Selain itu, PSU tersebut juga dilakukan atas rekomendasi dari Bawaslu karena adanya pemilih yang menggunakan hak pilihnya walaupun tidak terdaftar dalam pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih tetap tambahan (DPTb).
Dan bahkan banyak pemilih yang mencoblos di TPS yang namanya tidak tercatat dalam DCT, sehingga mengakibatkan beberapa TPS di Sumbar harus melakukan PSU.
Akan tetapi, upaya KPU dalam menjalankan PSU tidak berjalan maksimal. Partisipasi pemilih dalam melakukan PSU di Sumatera Barat ternyata sangat rendah, bahkan tidak mencapai 40 persen. Rata-rata partisipasi pemilih hanya 35,71 persen keseluruhannya.
Hal itu terjadi karena adanya semacam kejenuhan atau kelelahan politik pada masyarakat pemilih yang membuat mereka tidak terlalu antusias dalam menggunakan hak pilihnya. Masyarakat yang sudah berpartisipasi pada Pemilu 14 Februari lalu, enggan untuk berpartisipasi lagi pada PSU. Sebagian masyarakat pun malas meluangkan waktu untuk datang ke TPS kembali, terlebih PSU ini digelar saat akhir pekan.
Kurang intensnya kampanye dari masing-masing calon anggota DPD RI Sumatera Barat juga menjadi faktor dari rendahnya partisipasi masyarakat saat dilakukannya PSU, karena banyak dari masyarakat yang kurang mengenali calon-calon Legislatif yang kemudian membuat sebagian masyarakat tidak peduli atau tidak acuh dengan siapa yang akan menduduki kursi DPD RI tersebut.
Lalu apa yang harus dilakukan agar partisipasi politik pada masyarakat akan semakin meningkat..?
Untuk meningkatkan partisipasi politik, KPU berperan penting untuk menumbuhkan rasa pentingnya politik bagi masyarakat. Seperti dengan cara menggunakan metode sosialisasi pemilu yang dapat menarik perhatian dan meningkatkan antusias masyarakat banyak. Metode yang dilakukan tidak hanya sekedar memberi ilmu dan informasi tentang pemilu yang datar seperti seminar saja, tetapi juga dapat menginovasikannya dengan melakukan metode yang dapat menghibur masyarakat. Selain itu, dapat mensosialisasikan terkait politik ini di sosial media dengan semenarik mungkin, yang kecil kemungkinannya akan di lewatkan oleh masyarakat pengguna sosial media.
Mengingat Pemilu era sekarang pemilih terbanyaknya berasal dari kalangan anak-anak muda, diperlukan adanya pemerataan sosialisasi pendidikan terkait pentingnya politik bagi anak-anak muda pada setiap sekolah maupun universitas oleh KPU. Sama halnya dengan sosialisasi di masyarakat tadi, KPU juga dapat melakukan metode yang dapat menghibur dan tidak membosankan kepada anak-anak muda. Selain KPU, sekolah maupun universitas juga dapat membantu peran KPU dalam memberikan sosialisasi politik untuk meningkatkan partisipasi politik bagi anak muda.
0 Comments